Bincang bersama Najwa Shihab: "Supaya dialog menarik Najwa mengaku mengatur strategi dengan tujuan utama: bermanfaat bagi pemirsa dan berdampak terhadap kebijakan yang salah
Quote:
Angin pagi bergerak pelan. Najwa Shihab duduk di belakang meja, menopang dagu--berhadapan kami. Sorot matanya yang cokelat menyisir seputar lantai dua kediamannya.
"Rumah ini dibuat Andra Matin (arsitek)," ujarnya saat wawancara dengan Heru Triyono dan fotografer Bismo Agung, Senin pagi (17/10/2016) di rumahnya, kawasan Cilandak, Jakarta.
Kami duduk di langkan dengan pemandangan kolam renang. Sementara di ruang dalam, buku beragam ukuran berimpitan di rak-rak yang memenuhi dinding. "Meski sibuk, saya menyempati baca," kata Najwa.
Najwa adalah nama yang akrab bagi pemirsa. Dengan pengalaman 16 tahun di industri televisi, dia memainkan peran kunci membentuk identitas dan pengembangan acara bercakap-cakap Mata Najwa.
Di curriculum vitae-nya tercantum sederet prestasi. Mulai dari penghargaan Asian Television Awards (ATA), Inspiring Woman versi Indonesia Digital Home Woman Awards, Talkshow of The Year versi Majalah Rolling Stone Indonesia dan banyak lagi.
Yang terbaru dirinya didapuk sebagai insan pertelevisian terbaik 2016 di ajang Panasonic Gobel Awards (PGA) yang digelar Jumat lalu (14/10/2016). Ia mengalahkan nominasi seperti Andre Taulani dan Andy F Noya.
Najwa mulai terjun ke jurnalistik ketika kuliah hukum di Universitas Indonesia. Ia dapat kesempatan magang tiga bulan di PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dari Desember 1999 hingga Februari 2000. "Magang itu membuyarkan cita-cita gue jadi pengacara dan hakim," tuturnya.
Selanjutnya, ia membuat Tri Rismaharini menangis, Basuki Tjahaja Purnama tertawa dan Entis Sutisna serius--di atas "meja interogasi" Mata Najwa. Puncaknya, ia didaulat jadi Wakil Pemimpin Redaksi Metro TV pada 2012. "Saya sudah mundur. Mau fokus ke komunitas Mata Najwa," ujar perempuan berusia 39 ini.
Ternyata "menginterogasi" Najwa tidak menakutkan. Pertanyaannya yang menusuk dan menukik hilang. Dia justru banyak mengangkat ke atas dua sudut bibirnya yang dioles gincu merah.
Selama 60 menit kami berbincang soal Mata Najwa dan jurnalisme televisi dihadapan new media juga kepentingan konglomerat, dengan hidangan bolu cokelat. Berikut jawaban Nana--sapaan dekatnya:
Bagaimana Anda memandang independensi televisi jelang tahun-tahun politik?
Di era kebebasan informasi sekarang independensi itu penting. Jika ada televisi dilihat pemirsa tidak independen, maka akan dihukum.
Dihukum dalam arti tidak dipercaya dan ditinggalkan. Sesederhana itu. Jadi, menjaga independensi adalah tantangan, karena menjadi bentuk pertanggungjawaban televisi.
Kepemilikan media oleh politisi membuat publik khawatir media bisa dikendalikan...
Saya rasa redaksi atau newsroom media-media di Indonesia tidak mudah ditekan atau dipengaruhi.
Seberapa jauh sih pemilik media televisi bisa memengaruhi isi berita yang ditayangkan?
Kalau di Metro TV tidak pernah ya pimpinan (Partai Nasional Demokrat) memengaruhi aktivitas redaksi.
Saya juga tidak takut mereka (pimpinan). Justru lebih takut penonton yang jumlahnya jutaan. Media yang tidak dipercaya akan dengan mudah ditinggal.
Apakah pemilik stasiun televisi tempat Anda bekerja, Surya Paloh, pernah mengarahkan redaksi?
Saya yakin dia mengerti sikap redaksi yang mengedepankan independensi.
Ingat, pengontrol media saat ini makin banyak dan galak. Mulai dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), Dewan Pers, organisasi jurnalis, belum lagi masyarakat yang punya wadah media sosial untuk mengkritik dan itu punya pengaruh besar.
Menurut Anda media perlu mendeklarasikan sikap politiknya?
Media jelas bisa bersikap. Apalagi jika soal kebijakan dan kepentingan publik. Sikap itu tentunya berdasar fakta dan kode etik. Biar publik juga tahu.
Artinya sah-sah saja sebuah media mendukung politisi tertentu, misalnya yang mencalonkan jadi kepala daerah?
Sepanjang itu sikap editorial ya sah. Seperti The Jakarta Post misalnya saat Pilpres 2014. Karena media memang harus bersikap di tengah gaduhnya politik. Apalagi kita tahu lebih banyak dan ingin perubahan ke arah lebih baik.
Selama ini media televisi tidak ada yang netral dong...
Asalkan sikap itu tidak membuat media berlaku tidak adil kepada pihak tertentu tidak masalah. Prinsipnya, kasih kesempatan yang sama kepada setiap pihak yang terlibat pada sebuah isu.
Bagaimana perdebatan soal netralitas ini di rapat-rapat redaksi Metro TV?
Saya tidak lagi menjabat wakil pemimpin redaksi. Sudah lama saya ajukan pengunduran diri, sekitar tahun lalu, tapi baru dikabulkan Juni ini.
Sebagai pembawa acara talkshow politik bagaimana strategi menghadapi politisi yang jago berkelit?
Susah-susah gampang. Karena politisi cenderung ngeles. Untuk menghadapi mereka kita harus siap.
Misalnya, kutiplah pernyataan mereka dari media yang punya kredibilitas. Kalau perlu cari rekaman verbatimnya, atau lobi informasi dari lingkaran terdekat sumber. Bukan cuma riset Google. Kalau riset dangkal, politisi mudah menyalahkan kita.
Semoga Thread ini bermanfaat buat ente ya..
Tentang lika- liku persoalan yang didera mbak Najwa
..
..
..
Jangan lupa share ke temen gan thread ini, rate bintang 5 pun boleh
Quote:
Buat liat infografik lengkapnya seperti yang di gambar bisa liat disini gan
Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng deh