inilah..com, Bandung - Rustanu Miharja (65) dan Odang Setiawan (64) larut dalam perbincangan santai, Jumat (13/4/2012). Sesekali mereka tersenyum, namun tak jarang pula keduanya melepas tawa renyah.

Kedua warga Kampung Pamekar Sari Desa Ciwidey Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung sedang mengenang masa lalu. Mereka teringat sebuah kereta api uap Jurusan Ciwidey-Bandung yang beroperasi di pengujung 1960-an hingga awal 1980-an silam.

Kala itu, keduanya masih berusia belasan tahun. Bersama ratusan warga Ciwidey, Rustanu dan Odang adalah pengguna setia kereta api tersebut. Pada era 1960-an warga di sana menyebut kereta api uap itu Si Gombar.

Banyak kenangan yang masih diingat oleh Rustanu dan Odang. Saat bersekolah di Kota Bandung, mereka harus sudah bersiap sejak pukul 04.00 WIB di stasiun kereta api di Kampung Cimuncang Utara Desa Ciwidey. Tak hanya Rustanu dan Odang, penumpang lainnya juga sudah bersiap sejak subuh.

"Jika telat sedikit saja, kami bisa ketinggalan kereta api. Kalau sudah begitu pilihannya yah naik bus, risikonya waktu tempuh menjadi lebih lama," kenang Rustanu saat berbincang dengan inilah..com, Jumat (13/4/2012) siang.

Rustanu memang pelanggan setia Si Gombar. Sarana transportasi murah itu terus digunakannya hingga kuliah di Unpad Bandung. Memang, kereta api menjadi alat transportasi andalan pada masa itu untuk menuju Kota Bandung. Meski bus sudah ada, jumlahnya terbatas.

Selain itu, jalan menuju Kota Bandung tidaklah mulus seperti sekarang ini. Banyak lubang dan bergelombang, sehingga kereta api lebih banyak dipilih masyarakat.

“Selain lebih cepat, perjalanan dengan kereta api ini cukup menyenangkan. Kami biasa bersenda gurau bersama, yah hitung-hitung silaturahim dengan sesama pelajar, mahasiswa dan para penumpang lainnya,” katanya.

Tak sekadar banyak teman saja. Hal yang selalu diingat Rustanu hingga saat ini adalah keindahan alam sepanjang perjalanan yang dilaluinya. Hamparan sawah hijau membentang luas, air Sungai Ciwidey memantulkan cahaya keperakan saat tertimpa sinar matahari pagi.

“Sungguh menyenangkan kalau ingat ke masa-masa itu. Apalagi jika mengingat kehidupan yang begitu tertib, rapi dan keindahan alamnya yang masih asri,” ungkap dia.

Selain itu, kondisi dalam kereta api pun sangat jauh berbeda dengan saat ini. Di dalam gerbong, deretan kursi jati di kiri kanan dan tengah terlihat rapi plus bersih. Saat itu, kata Rustanu, kesadaran masyarakat pengguna kereta terbilang cukup tinggi. Sangat sulit menemukan sampah di lantai gerbong, bahkan tidak ada bau menyengat saat memasuki toilet umumnya.

“Rasanya orang dulu lebih disiplin yah, walaupun selalu berdesak-desakan. Tetap saja kami disiplin dan memelihara kebersihan,” cetus Rustanu.
Satu hari, kata Rustanu, kereta api itu melayani tiga kali perjalanan Ciwidey-Bandung dan sebaliknya. Dari Ciwidey terdapat beberapa stasiun kecil untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Si Gombar, kata dia, berhenti di Cisondari, Cukang Haur, Sadu, Soreang, Citaliktik, Banjaran Pameungpeuk, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Cikudapateuh dan terakhir adalah Stasiun Bandung.

“Kalau saya tidak salah, kereta api ini berhenti beroperasi pada awal tahun 80-an. Saat jembatan kereta api Cukang Haur putus dan hingga saat ini berhenti beroperasi,” ungkapnya.

Kenangan serupa juga diungkapkan Odang yang usianya satu tahun lebih muda dibanding Rustanu. Potongan kenangan yang masih diingat adalah saat dia dan teman-teman sebayanya kucing-kucingan menghindari razia anggota TNI yang memburu pelajar bercelana ketat.

Jika ketahuan, tanpa ampun ujung celana pelajar ini digunting. Mereka lantas disuruh push up. Selain itu, anggota TNI ini juga selalu menasihati mereka agar para berpakaian rapi dan sopan.

“Biasanya tentara dari Kesatuan Kujang ini bawa botol, kalau ujung celana kita nggak masuk botol, tanpa ampun digunting. Mana guntingannya zigzag nggak rapi, dimarahin pula. Tapi kalau diingat-ingat tujuan mereka itu sangat baik dan cukup mendidik,” ucap Odang.

Bahkan, lanjut Odang, razia oleh Tentara Kujang ini tidak hanya dilakukan di atas kereta api. Biasanya, mereka menggelar razia di stasiun, terminal, pasar dan tempat-tempat keramaian lainnya. Sasarannya, tentu para pelajar yang tepergok keluyuran saat jam pelajaran, serta berpakaian tidak rapi.

“Kehidupan saat itu sangat teratur dan rapi. Para pelajar tidak seperti zaman sekarang yang urakan dan seenaknya yah,” sesal Odang.

Hal lain yang masih tersimpan dalam kenangannya dalam perjalanan menuju Kota Bandung di kereta api ini adalah, kehadiran pengamen dengan alat musik kecapi. Pengamen yang akrab disapa Mang Aen itu kerap menyanyikan lagu berjudul Anak Hayam Turun Sapuluh.

“Kalau dulu di sini tuh ada banyak lapangan, anak-anak biasa main bola dan sebagainya di sini. Wilayah kompleks stasiun ini dikenal sebagi tempat bersih dan rapi. Anak-anak senang main-main di tempat ini," urai Odang.

Kini, semua tinggal kenangan. Sejak beroperasi pada 1921, kondisi sisa-sisa bangunan stasiun, gudang-gudang tempat penyimpanan teh dan belerang mengkhawatirkan. Kerusakan terlihat di mana-mana. Atap bangunan bocor. Besi-besi rangka bangunan telah banyak yang hilang dicuri orang.

“Saya sedih melihat kondisi stasiun ini, keadaannya memprihatinkan. Apalagi bangunan rumah sudah banyak menutup relnya,” sesal Rustanu.[gin/jul]

BANDUNG (bisnis-jabar.com) — PT KAI memastikan upaya reaktifasi jalur kereta api Bandung-Ciwidey baru akan mulai dilakukan pada 2015 mendatang. Pasalnya, saat ini 90% jalur lintasan telah ditempati warga.

Kepala Humas PT KAI Daerah Operasional (Daop) II Bandung, Bambang Setiyo Prayitno mengatakan pihaknya pada tahun ini akan fokus menyelesaikan jalur Rancaekek-Tanjungsari yang terus menunjukkan progres tinggi dalam penggunaannya.

“Kemungkinan justru yang bakal diaktifkan lebih cepat jalur Rancaekek-Tanjungsari sekitar tahun ini kalau tidak tahun 2014 mendatang. Untuk jalur Bandung-Ciwidey tidak mungkin tahun ini,” katanya, kepada wartawan, Minggu (16/6).

Bambang bilang, pihaknya sejak lama mewacanakan untuk menghidupkan kembali jalur Selatan tersebut. Akan tetapi, realisasinya perlu perencanaan matang, pasalnya akan mendapatkan reaksi dari pihak yang merasa terganggu.

Diakui Bambang, keberadaan warga yang telah mendirikan tempat tinggal permanen di sepanjang jalur lintasan kereta api menjadi kendala.

Oleh karena itu, pihaknya perlu melakukan pembahasan dan koordinasi dengan pihak pemerintah daerah sebagai pemilik wilayah dan Kementerian Perhubungan.

Tujuan mengaktifkan kembali jalur selatan tersebut utamanya untuk mengentaskan kemacetan yang biasa terjadi di kawasan Kopo Sayati. Disamping itu juga bisa meningkatkan kunjungan wisatawan ke Bandung Selatan.

“Rencananya jalur yang akan diaktifkan kembali itu melintasi Buahbatu- Dayeuhkolot-Pemempeuk-Banjaran, Soreang-Ciwidey,” ujarnya

Sejarah Jalur KA Banjar Cijulang
Sejarah Jalur KA Bandung Jakarta ( Cikampek - Padalarang )