- Beranda
- Komunitas
- News
- Melek Hukum
Untung Rugi nikah di mata hukum di Indonesia


TS
kayaraya7
Untung Rugi nikah di mata hukum di Indonesia
Pagi, Siang, Sore, Malem Agan agan Ganteng dan cantik
Kali ini ane mau ngeshare tentang kimpoi AKA Nikah di mata hukum nih gan.
kenapa ane bikin ginian karna banyak pertanyaan kenapa nikah itu harus ribet pake campur tangan hukum dll.
nih gan ente harus liat dulu UU yang di buat di hukum kimpoi


jadi menurut agan agan ini gimana pendapatnya dari trit ini. udeh nurut hukum aja ya dari pada di tuntut langsung cekut


Kali ini ane mau ngeshare tentang kimpoi AKA Nikah di mata hukum nih gan.

kenapa ane bikin ginian karna banyak pertanyaan kenapa nikah itu harus ribet pake campur tangan hukum dll.
nih gan ente harus liat dulu UU yang di buat di hukum kimpoi
Spoiler for UU Hukum perkimpoian di Indonesia:
1. Perkimpoian dalam UU RI No. 1 Tahun 1974
Di Indonesia masalah perkimpoian diatur dalam UU Perkimpoian No. 1 Tahun 1974, yang mulai diundangkan pada tanggal 2 januari 1974. Undang-undang tersebut dibuat dengan mempertimbangkan bahwa falsafah Negara Republik Indonesia adalah Pancasila, maka perlu dibuat undang-undang perkimpoian yang berlaku bagi semua warga negara . Bagi umat islam di Indonesia, undang-undang tersebut meskipun tidak sama persis dengan hukum pernikahaan di dalam fikih islam, namun dalam pembuatannya telah di cermati secara mendalam sehingga tidak bertentangan dengan hokum islam.
Untuk kelancaran pelaksanaan undang-undang perkimpoian tersebut pemerintah telah mengeluarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia No .9 tahun 1975. Peraturan pemerintah tersebut terdiri atas 10 bab dan 49 pasal yang ditetapkan di Jakarta pada April 1975. Dengan adanya undang-undang perkimpoian No. 1 Tahun 1974 dan peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975, diharapkan masalah-masalah yang berhubungan dengan perkimpoian di Indonesia akan dapat teratasi.
Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang perkimpoian terdiri dari 14 Bab dan terbagi dalam 67 pasal. Isi masing-masing bab itu secara garis besarnya sebagai berikut :
a. Bab I Dasar Perkimpoian
Berisi ketentuan mengenai :
1) Pengertian dan tujuan perkimpoian ;
2) Sahnya perkimpoian;
3) Pencatat perkimpoian;
4) Asas monogami dalam perkimpoian.
b. Bab II Syarat- syarat Perkimpoian
Berisi ketentuan-ketentuan :
1) Persetujuan kedua mempelai;
2) Izin kedua orang tua;
3) Pengecualian persetujuan kedua calon mempelai dan izin kedua orang tua;
4) Batas umur perkimpoian;
5) Larangan kimpoi;
6) Jangka waktu tunggu;
7) Tata cara pelaksanaan perkimpoian.
c. Bab III Pencegahan Perkimpoian
Berisi tentang :
1) Pencegahan perkimpoian;
2) Penolakan perkimpoian.
d. Bab IV Batalnya Perkimpoian
Berisi ketentuan tentang dapat dibatalkannya suatu perkimpoian, pihak yang dapat mengajukan pembatalan dan ketentuan-ketentuan lain yang berkenan dengan perkimpoian.
e. Bab V Perjanjian Perkimpoian
Berisi ketentuan tentang dapat diadakannya perjanjian tertulis pada waktu atau sebelum perkimpoian oleh kedua belah pihak , atas persetujuan bersama, dan mengenai pengesahan, mulai berlakunya , serta kemungkinan perubahan perjanjian tersebut.
f. Bab VI Hak dan Kewajiban Suami Istri
Berisi ketentuan tentang hak dan kewajiban suami istri, baik sendiri-sendiri atau bersama-sam.
g. Bab VII Harta Benda dalam Perkimpoian
Berisi ketentuan tentang harta benda bawaan masing-masing.
h. Bab VIII Putusnya Perkimpoian dan Akibatnya
Berisi ketentuan putusnya perkimpoian dan sebab-sebabnya.
i. Bab IX Kedudukan Anak
Berisi ketentuan tentang kedudukan anak yang sah dan anak yang dilahirkan di luar pernikahan.
j. Bab X Hak dan Kewajiban Antara Orangtua dan Anak
Berisi ketentuan tentang hak dan kewajiban orang tua serta hak dan kewajiban anak .
k. Bab XI Perwalian
Berisi ketentuan mengenai perwalian bagi anak yang belum mencapai umur 18 tahun dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya.
l. Bab XII Ketwntuan-ketentuan Lain,
m. Bab XIII Ketentuan peralihan,
n. Bab XVI Ketentuan Penutup.
Di Indonesia masalah perkimpoian diatur dalam UU Perkimpoian No. 1 Tahun 1974, yang mulai diundangkan pada tanggal 2 januari 1974. Undang-undang tersebut dibuat dengan mempertimbangkan bahwa falsafah Negara Republik Indonesia adalah Pancasila, maka perlu dibuat undang-undang perkimpoian yang berlaku bagi semua warga negara . Bagi umat islam di Indonesia, undang-undang tersebut meskipun tidak sama persis dengan hukum pernikahaan di dalam fikih islam, namun dalam pembuatannya telah di cermati secara mendalam sehingga tidak bertentangan dengan hokum islam.
Untuk kelancaran pelaksanaan undang-undang perkimpoian tersebut pemerintah telah mengeluarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia No .9 tahun 1975. Peraturan pemerintah tersebut terdiri atas 10 bab dan 49 pasal yang ditetapkan di Jakarta pada April 1975. Dengan adanya undang-undang perkimpoian No. 1 Tahun 1974 dan peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975, diharapkan masalah-masalah yang berhubungan dengan perkimpoian di Indonesia akan dapat teratasi.
Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang perkimpoian terdiri dari 14 Bab dan terbagi dalam 67 pasal. Isi masing-masing bab itu secara garis besarnya sebagai berikut :
a. Bab I Dasar Perkimpoian
Berisi ketentuan mengenai :
1) Pengertian dan tujuan perkimpoian ;
2) Sahnya perkimpoian;
3) Pencatat perkimpoian;
4) Asas monogami dalam perkimpoian.
b. Bab II Syarat- syarat Perkimpoian
Berisi ketentuan-ketentuan :
1) Persetujuan kedua mempelai;
2) Izin kedua orang tua;
3) Pengecualian persetujuan kedua calon mempelai dan izin kedua orang tua;
4) Batas umur perkimpoian;
5) Larangan kimpoi;
6) Jangka waktu tunggu;
7) Tata cara pelaksanaan perkimpoian.
c. Bab III Pencegahan Perkimpoian
Berisi tentang :
1) Pencegahan perkimpoian;
2) Penolakan perkimpoian.
d. Bab IV Batalnya Perkimpoian
Berisi ketentuan tentang dapat dibatalkannya suatu perkimpoian, pihak yang dapat mengajukan pembatalan dan ketentuan-ketentuan lain yang berkenan dengan perkimpoian.
e. Bab V Perjanjian Perkimpoian
Berisi ketentuan tentang dapat diadakannya perjanjian tertulis pada waktu atau sebelum perkimpoian oleh kedua belah pihak , atas persetujuan bersama, dan mengenai pengesahan, mulai berlakunya , serta kemungkinan perubahan perjanjian tersebut.
f. Bab VI Hak dan Kewajiban Suami Istri
Berisi ketentuan tentang hak dan kewajiban suami istri, baik sendiri-sendiri atau bersama-sam.
g. Bab VII Harta Benda dalam Perkimpoian
Berisi ketentuan tentang harta benda bawaan masing-masing.
h. Bab VIII Putusnya Perkimpoian dan Akibatnya
Berisi ketentuan putusnya perkimpoian dan sebab-sebabnya.
i. Bab IX Kedudukan Anak
Berisi ketentuan tentang kedudukan anak yang sah dan anak yang dilahirkan di luar pernikahan.
j. Bab X Hak dan Kewajiban Antara Orangtua dan Anak
Berisi ketentuan tentang hak dan kewajiban orang tua serta hak dan kewajiban anak .
k. Bab XI Perwalian
Berisi ketentuan mengenai perwalian bagi anak yang belum mencapai umur 18 tahun dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya.
l. Bab XII Ketwntuan-ketentuan Lain,
m. Bab XIII Ketentuan peralihan,
n. Bab XVI Ketentuan Penutup.

Spoiler for hukum kimpoi menurut agama Islam di Indonesia:
2. Perkimpoian dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia
Kompilasi hukum di Indonesia berarti ‘Buku Kumpulan-kumpulan hukum islam”. Usaha untuk mengadakan kompilasi hukum islam telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan penyebarannya berdasarkan Intruksi Pemerintah RI No. 1 tahun 1991 dan ditindaklanjuti dengan keputusan Mentri Agama No. 154 tahun 1991.
Kompilasi hukum islam di Indonesia telah menjadi semacam “fikih keindonesiaan” yang diperlukan sebagai pedoman dalam bidang hukum material bagi para hakim di lingkungan peradilan agama, sehingga terjamin adanya kesatuan dan kepastian hukum . Kompilasi itu terdiri atas tiga buku .
Buku I tentang Perkimpoian
Buku II tentang Kewarisan
Buku III tentang Pewakafan
Dalam buku I terdapat 19 bab dan 170 pasal, dan setiap pasalnya diuraikan secara jelas menurut keperluan hukum.
Bab-bab tersebut yaitu :
BAB I : Ketentuan Umum (1 pasal)
BAB II : Dasar-dasar Perkimpoian (19 pasal)
BAB III : Pemenangan (3 pasal)
BAB IV : Rukun dan Syarat Perkimpoian (16 pasal)
BAB V : Mahar (9 pasal)
BAB VI : Larangan Perkimpoian (7 pasal)
BAB VII : Perjanjian Perkimpoian (8 pasal)
BAB VIII : kimpoi Hamil (2 pasal)
BAB IX : Beristri lebih dari satu (5 pasal)
BAB X : Pencegahan Perkimpoian (10 pasal)
BAB XI : Batalnya Perkimpoian (7 pasal)
BAB XII : Hak dan kewajiban suami istri (8 pasal)
BAB XIII : Harta kekayaan dalam perkimpoian ( 12 pasal)
BAB XIV : Pemeliharaan anak ( 9 pasal)
BAB XV : Perwalian(6 pasal)
BAB XVI : Putusnya perkimpoian (36 pasal)
BAB XVII : Akibat putus perkimpoian (14 pasal)
BAB XVIII : Rujuk (7 pasal)
BAB XIX : Masa berkabung (1 pasal)
Setiap pasal dari bab-bab tersebut telah di jelaskan menurut keperluan hukumnya. Misalnya, kamu dapat menyimak aturan pencatatan perkimpoian dan cara perceraian yang ditulis dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, yaitu :
a. Pencatat perkimpoian
Pencatat perkimpoian diatur dalam pasal-pasal seperti berikut ini :
Pasal 4
Perkimpoian adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat(1)Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkimpoian.
Perkimpoian adalah sah , apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 5
1) Agar terjamin ketertiban perkimpoian bagi masyarakat Islam setiap perkimpoian harus dicatat.
2) Pencatatan perkimpoian tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah
sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang
No.32 Tahun 1954.
Pasal 6
1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, seyiap perkimpoian harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.
2) Perkimpoian yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum.
Pasal 7
(1) Perkimpoian hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.
Pasal 15
(1) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkimpoian hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undangNo.1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.
(2) Bagi calon mempelai yang bgelum mencapai umur 21 tahun harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan (5) UU No.1 Tahun 1974.
b. Tata cara perceraian
Perceraian diatur sebagai berikut :
Pasal 129
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Pasal 130
Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut, dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan kasasi
Pasal 131
1) Pengadilan agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud pasal 129 dan dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh hari memanggil pemohon dan isterinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak.
2) Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menashati kedua belah pihak danternyata cukup alasanuntuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagihidup rukun dalamrumahtangga, pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami untukmengikrarkan talak.
3) Setelah keputusannya mempunyai kekeutan hukum tetap suami mengikrarkan talaknya disepan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh isteri atau kuasanya.
4) Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulah terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatanhukum yang tetap maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkimpoian yant tetap utuh.
5) Setelah sidang penyaksian ikrar talak Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya Talak rangkap empat yang merupakan bjukti perceraian baki bekas suami dan isteri. Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masingmasing diberikan kepada suami isteri dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama
Kompilasi hukum di Indonesia berarti ‘Buku Kumpulan-kumpulan hukum islam”. Usaha untuk mengadakan kompilasi hukum islam telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan penyebarannya berdasarkan Intruksi Pemerintah RI No. 1 tahun 1991 dan ditindaklanjuti dengan keputusan Mentri Agama No. 154 tahun 1991.
Kompilasi hukum islam di Indonesia telah menjadi semacam “fikih keindonesiaan” yang diperlukan sebagai pedoman dalam bidang hukum material bagi para hakim di lingkungan peradilan agama, sehingga terjamin adanya kesatuan dan kepastian hukum . Kompilasi itu terdiri atas tiga buku .
Buku I tentang Perkimpoian
Buku II tentang Kewarisan
Buku III tentang Pewakafan
Dalam buku I terdapat 19 bab dan 170 pasal, dan setiap pasalnya diuraikan secara jelas menurut keperluan hukum.
Bab-bab tersebut yaitu :
BAB I : Ketentuan Umum (1 pasal)
BAB II : Dasar-dasar Perkimpoian (19 pasal)
BAB III : Pemenangan (3 pasal)
BAB IV : Rukun dan Syarat Perkimpoian (16 pasal)
BAB V : Mahar (9 pasal)
BAB VI : Larangan Perkimpoian (7 pasal)
BAB VII : Perjanjian Perkimpoian (8 pasal)
BAB VIII : kimpoi Hamil (2 pasal)
BAB IX : Beristri lebih dari satu (5 pasal)
BAB X : Pencegahan Perkimpoian (10 pasal)
BAB XI : Batalnya Perkimpoian (7 pasal)
BAB XII : Hak dan kewajiban suami istri (8 pasal)
BAB XIII : Harta kekayaan dalam perkimpoian ( 12 pasal)
BAB XIV : Pemeliharaan anak ( 9 pasal)
BAB XV : Perwalian(6 pasal)
BAB XVI : Putusnya perkimpoian (36 pasal)
BAB XVII : Akibat putus perkimpoian (14 pasal)
BAB XVIII : Rujuk (7 pasal)
BAB XIX : Masa berkabung (1 pasal)
Setiap pasal dari bab-bab tersebut telah di jelaskan menurut keperluan hukumnya. Misalnya, kamu dapat menyimak aturan pencatatan perkimpoian dan cara perceraian yang ditulis dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, yaitu :
a. Pencatat perkimpoian
Pencatat perkimpoian diatur dalam pasal-pasal seperti berikut ini :
Pasal 4
Perkimpoian adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat(1)Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkimpoian.
Perkimpoian adalah sah , apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 5
1) Agar terjamin ketertiban perkimpoian bagi masyarakat Islam setiap perkimpoian harus dicatat.
2) Pencatatan perkimpoian tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah
sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang
No.32 Tahun 1954.
Pasal 6
1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, seyiap perkimpoian harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.
2) Perkimpoian yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum.
Pasal 7
(1) Perkimpoian hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.
Pasal 15
(1) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkimpoian hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undangNo.1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.
(2) Bagi calon mempelai yang bgelum mencapai umur 21 tahun harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan (5) UU No.1 Tahun 1974.
b. Tata cara perceraian
Perceraian diatur sebagai berikut :
Pasal 129
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Pasal 130
Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut, dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan kasasi
Pasal 131
1) Pengadilan agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud pasal 129 dan dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh hari memanggil pemohon dan isterinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak.
2) Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menashati kedua belah pihak danternyata cukup alasanuntuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagihidup rukun dalamrumahtangga, pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami untukmengikrarkan talak.
3) Setelah keputusannya mempunyai kekeutan hukum tetap suami mengikrarkan talaknya disepan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh isteri atau kuasanya.
4) Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulah terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatanhukum yang tetap maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkimpoian yant tetap utuh.
5) Setelah sidang penyaksian ikrar talak Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya Talak rangkap empat yang merupakan bjukti perceraian baki bekas suami dan isteri. Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masingmasing diberikan kepada suami isteri dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama





jadi menurut agan agan ini gimana pendapatnya dari trit ini. udeh nurut hukum aja ya dari pada di tuntut langsung cekut



0
1.5K
Kutip
4
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan