Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

f41lureAvatar border
TS
f41lure
Ciliwung Tak Lagi Sumber Petaka
Ciliwung Tak Lagi Sumber Petaka

Jakarta - Normalisasi Sungai Ciliwung memberikan dampak positif. Air limpahan dari hulu bendungan Katulampa di Bogor tak lagi menyebabkan banjir di daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung.

Kini, sungai terbesar di Jakarta ini secara berangsur-angsur tak lagi menjadi ancaman bagi warga kota. Sejumlah titik langganan banjir, seperti kawasan Bidaracina dan Kampung Pulo, di Jakarta Timur tak lagi terancam luapan Ciliwung karena normalisasi.

Normalisasi sungai membuat daya tampung air Ciliwung menjadi hampir tiga kali lipat dari sebelumnya. Wilayah yang berangsur terbebas banjir meliputi Bukit Duri, Kebon Manggis, Kampung Melayu, Kampung Pulo, Kebon Baru, Bidaracina, Cikoko, Cawang, Pengadegan, Rawajati, Cililitan, Tanjung Barat, Balekambang, Pejaten Timur, Jagakarsa, dan Pasar Minggu.

Pada Maret dan November tahun ini ketinggian air di bendungan Katulampa yang menunjukkan posisi siaga banjir tak menyebabkan banjir di Jakarta. Salah satu contoh pada Senin (10/10), tinggi permukaan air di Bendung Katulampa, lebih dari 120 cm atau berada dalam Siaga III. Biasanya, dengan kondisi seperti itu, ketinggian air di Pintu Air Manggarai juga berada dalam kondisi Siaga III atau bahkan Siaga II dan I. Beberapa wilayah Jakarta pun terendam banjir. Namun, faktanya, ketinggian di Manggarai pada Senin malam masih jauh dari kondisi Siaga III. Kawasan yang biasa terkena banjir kiriman pun aman.

Sejak lama, Ciliwung sebagai penyebab banjir Jakarta seolah tak tersentuh. Ini terjadi karena Pemprov DKI Jakarta tak mampu menertibkan kawasan ilegal di bantaran kali Ciliwung. Pada masa Gubernur Jokowi dan berlanjut ke Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, penertiban gencar dilakukan hingga saat ini normalisasi Ciliwung sudah mencapai 60%.

Meski target penyelesaian normalisasi tahun ini bakal tak tercapai, proyek bakal terus dilanjutkan hingga 2019. Selesainya normalisasi Ciliwung berarti merelokasi ribuan warga bantaran dan akan menguntungkan jutaan warga kota lainnya.

Menurut Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta, Teguh Hendarwan, perubahan drastis dari kawasan banjir menjadi bebas banjir terjadi di Kampung Pulo. “Perubahan paling riil di Kampung Pulo, Jakarta Timur, padahal baru dikerjakan sebagian. Begitu kami lakukan pembenahan, sekarang masyarakat sudah tidak kebanjiran,” ujar Teguh, baru-baru ini.

Sejumlah warga Kampung Pulo menyatakan, bila ada genangan karena hujan lebat maka genangan tersebut akan hilang setelah sejam padahal sebelumnya butuh tiga hari untuk kering. Informasi di lapangan menyebutkan, saat ini harga tanah di kawasan Kampung Pulo sudah mencapai Rp 20 juta per meter persegi dari yang sebelumnya Rp 3 juta.

Menurut Teguh, normalisasi Ciliwung terkendala pembebasan lahan. Di kawasan Bidaracina, Jakarta Timur, belum bisa dilakukan pengerjaannya karena masih terhalang gugatan warga. Beberapa lahan yang masih dalam proses pembebasan lahan antara lain di Gang Arus Kramatjati, kawasan Rindam Jaya, dan Pasar Rebo. “Kami memang sudah melakukan pembebasan lahan yang sudah masuk dalam trase Dinas Penataan Kota,” katanya.

Pembebasan lahan di bantaran Ciliwung terdiri dari ribuan bidang tanah di Jaksel dan Jaktim. Pada APBD Perubahan DKI Jakarta 2016, pihak Dinas Tata Air Jakarta mendapat anggaran Rp 50 miliar untuk pembebasan lahan normalisasi kali dan sungai.
Sebagian besar anggaran normalisasi Ciliwung dari pemerintah pusat atau dari APBN, yakni sebesar Rp 1,18 triliun. Program yang sejatinya ditargetkan selesai tahun 2016 ini meliputi panjang 19 km yang terbagi menjadi empat paket yakni Pintu Air Manggarai-Kampung Melayu, Kampung Melayu-Kalibata, Kalibata-Condet, dan Condet-TB Simatupang.

Menurut Kepala Badan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC), Iskandar, rata-rata empat paket itu telah rampung sekitar 60%.

Dari kontrak yang ditandatangani untuk empat paket kegiatan normalisasi pada 2013, keempat paket ini harus rampung pada tahun 2016. Hanya saja, karena terkendala lahan, sehingga pembebasan lahan tidak dapat diselesaikan secara keseluruhan sesuai masa kontrak multiyears selesai, maka target tersebut tidak tercapai.

Supaya program normalisasi Kali Ciliwung tidak terhenti, maka pihaknya akan mengajukan perpanjangan dua paket normalisasi. Perpanjangan kontrak kedua paket ini dikarenakan sudah adanya ketersediaan lahan untuk melaksanakan normalisasi Kali Ciliwung. Sedangkan untuk paket 3 dan 4, pihaknya akan mengajukan program normalisasi single year atau tahun tunggal. Artinya, bila nanti sudah ada pembebasan lahan di paket 3 dan 4, maka BBWSCC akan melakukan kegiatan normalisasi dengan program pembangunan single years.

Normalisasi bertujuan mengembalikan lebar Ciliwung menjadi normal, yaitu 35-50 meter, diikuti penguatan tebing, pembangunan tanggul, serta jalan inspeksi selebar 6-8 meter di sepanjang sisi sungai. Kapasitas tampung air menjadi hampir tiga kali lipat yakni dari 200 m3/detik menjadi 570 m3/detik.

Menurutnya, lebar Ciliwung saat ini hanya 20-30 meter akan menjadi lebih lebar hingga 50 meter. Selain itu, di sisi kanan dan kiri tanggul akan dibangun jalan inspeksi selebar 7,5 meter. Dengan demikian, total lebar sungai menjadi 65 meter.

“Paling tidak pemerintah sudah berbuat untuk semua lebih baik. Sungai sudah relatif lebih bersih, meski masih butuh proses panjang untuk mengembalikan ke fungsi semula,” jelasnya.

http://www.beritasatu.com/megapolitan/393435-ciliwung-tak-lagi-sumber-petaka.html

emoticon-2 Jempol
0
2.9K
27
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan