BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Kerukunan antar umat beragama di Kabupaten Bangka selama ini berjalan baik, tidak ada gesekan – gesekan, sehingga kondisi aman dan terkendali.
Hal itu dikatakan Asisten Administrasi Umum Sekda Bangka Akhmad Mukhsin yang mewakili Bupati Bangka, Kamis (29/9) ketaika membuka Talk ShoW membina keruKUnan antar ummat beragama, yang diselenggarakan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia ( BKPRMI ) Kabupaten Bangka di Hotel Citra Sungailiat.
Kondisi yang aman di kabupaten Bangka karena tingginya toleransi, sangat membatu aparat keamanan dalam menjalankan tugasnya menjaga keamanan dan keterban masyarakat.
“ Kondisi ini agar tetap dijaga dan dipelihara, sehingga kondisi kabupaten Bangka tetap aman,” ujar Mukhsin.
Pemerintah Kabupaten Bangka memberikan apresiasi kepada BKPRMI kabupaten Bangka yang turut menjaga kerukunan antar ummat beragama melalui Talk Show.
Diharapkan melalui talk show dapat meningkatkan toleransi, saling menghormati dan terwujudnya kehidupan yang harmonis diantara perbedaan agama yang ada di kabupaten Bangka, dengan masyarakatnya selalu hidup rukun.
Sementara itu Ketua BKPRMI Kabupaten Bangka Hary Subari menjelaskan, Talk Show mengikut serta peserta dari berbagai agama yang ada di kabupaten Bangka berjumlah 100 orang.
“ Kegiatan kali ini tidak biasa, karena sebelum – sebelumnya kegiatan yang selenggarakan BKPRMI diikuti teman – teman seaqidah, namun kali ini diikuti peserta dari berbagai agama,” jelasnya.
Talk show yang diselenggaran BKPRMI Kabupaten Bangka dalam rangka menyambut perayaan tahun Islam 1 Muharram 1438 H.
Menghadirkan 3 narasumber terdiri dari, Wakil Ketua Rektor universitas Bangka Belitung Fadillah Sobri, Ketua Forum Kerukunan Ummat Beragama kabupaten Bangka Husin Jais dan Kasat Intel Polres Bangka AKP Supriyanto.
sumber
Quote:
Bersebelahan, Masjid dan Kelenteng Ini Jadi Simbol Toleransi Kota Muntok
MUNTOK, KOMPAS.com – Hadir dengan keberagaman yang tinggi membuat Muntok tumbuh menjadi kota yang unik dan menarik. Kehadiran beberapa etnis seperti Tionghoa, Melayu, dan juga Arab yang rukun hidup bersama dalam kawasan ini turut mewarnai kehidupan di ibu kota Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung ini.
Terdapat dua bangunan yang berdiri berdampingan sebagai cermin toleransi yang terbangun di Kota Muntok. Kelenteng Kong Fuk Miau dan Masjid Jami’ memang menjadi dua bangunan ikonik dari Kampung Tanjung, Kecamatan Muntok yang dibangun pada era abad ke-18.
Kerukunan yang terjalin antara etnis Melayu dan Tionghoa ini nyatanya tidak hanya seumur jagung. Sejak zaman nenek moyang, kerukunan serta toleransi sudah mulai ditanamkan di kehidupan mereka.
“Resep dari nenek moyang. Kebanyakan dari dulu memang keturunan Tionghoa dan Melayu jadi sudah dibiasakan (bersama), misal main dari kecil,” cerita seorang Humas Masjid Jami’, Sulawejadi A. Kadir, beberapa waktu lalu.
Menyambung cerita temannya, M. Najib Isa yang juga menjadi Humas Masjid Jami’ mengungkap sebuah kisah menarik di balik pembangunan Masjid Jami’. Kisah tersebut ternyata juga menjadi pertanda bahwa kerukunan yang terjalin antar dua umat beragama ini memang terjalin sejak dulu kala.
“Masjid dibangun secara gotong royong antara Muslim dengan non-Muslim. Jadi masjid pertama di Muntok,” jelas Najib.
Selang waktu pembangunan antara kelenteng dan juga masjid memang terbilang cukup lama, yakni sekitar 80 tahun. Beberapa bahan bangunan untuk masjid pun disumbangkan dari kelenteng, salah satunya tiang penyangga Masjid Jami’.
Rasa menjunjung tinggi tenggang rasa dan kerukunan antar masyarakat juga diterapkan pada nilai-nilai kehidupan sehari-hari. Keakraban terjalin dari hal-hal kecil seperti saling mengunjungi ketika hari raya tiba.
“Masyarakat Muntok yang Muslim dan non-Muslim memang dari dulu akrab. Kalau hari raya apa, yang lain datang, begitu sebaliknya,” lanjut Najib.
Tak berhenti sampai di situ, mereka pun acap kali duduk bersama untuk sekadar berbagi cerita. Warung kopi pun menjadi saksi keakraban yang terjalin di antara mereka. Aneka jenis obrolan dilontarkan, mulai dari isu seputar lingkungan mereka, hingga isu nasional yang tengah terjadi.
“Di Muntok enggak pernah terjadi (konflik antar agama), semuanya ngalir secara spontanitas. Isu nasional tidak berpengaruh, kita bicarakan tapi ya sudah tidak berlanjut lagi,” ungkap Najib.
Sementara bagi Bong Sen Khian, kerukunan yang terjadi memang disebabkan adanya saling pengertian dan tenggang rasa antar mereka. Ketua Kelenteng Kong Fuk Miau ini juga mengatakan tak jarang ia menggeser waktu ibadah di kelenteng jika ternyata bersamaan dengan waktu ibadah di masjid.
“Islam kan ada waktu (ibadah), kita tidak. Jadi kalau ada waktu mereka ibadah ya mereka harus di waktu itu, kami yang mengalah dengan dimajukan atau dimundurkan,” tutur pria yang akrab disapa Asen ini.
Asen menganggap kebiasaan serta cara pandang masyarakat yang menilai perbedaan bukan menjadi sebuah penghalang untuk bersatu merupakan salah satu resep mengapa kerukunan tetap terjadi di Muntok selama beratus-ratus tahun ini.
“Semua agama kan sama, saling menghargai saling menghormati saja,” tutup Asen.
sumur
Klau masalah toleransi belajarlah dengan orang bangka
