Kaskus

Entertainment

nouvalkurniawanAvatar border
TS
nouvalkurniawan
PSSI Memang Gak Niat Bikin Kongres (Awas Pengurus Lama Berkuasa Lagi)
wah gan... PSSI memang sudah kebangetan sekerang ini... mereka bikin skenario supaya kongres gak jalan.... skenarionya sederhana saja... PSSI mau bikin kongres pemilihan di Makassar, tapi diskenariokan semua dibiaya oleh salah satu oknum calon ketua umum, nah berarti ada skenario macam2 ni...

lah kemudian pemerintah/ Menpora gak setuju dan usul supaya di Yogyakarta...

abis itu saling ngeyel... mkakanya di Makassar kongres PSSWI belum dapat ijin, pdhal undangan sudah disebar bahkan sudah sampai ke FIFA... bodohnya PSSI, mereka juga minta dyuit ke Menpora buat bikin kongres (sudah minta duit tapi diarahin ke Yogya gak mau).

emang bener sihhhh.... kongres itu kewenangan ada di PSSI, apalagi buat nenetuin tempatnya... tapi kalo pake minta duit ke Menpora trus permintaan Menpora gak didenger aneh juga kan gannn...

nah memang sengaja semua itu... misalnya gak jadi kongres, pastilah geng La Nyalla akan terus menghantui persepakbolaan kita... sementara sepak bola kita di banned sama FIFA... ancur deh...

nah kalo dulu pemerintah atau Menpora yang buat PSSI jadi kena banned, maka nanti giliran pengurus lama itu merusak agar PSSI nanti giliran kena banned... runyam dan slaing dendam... kalo kayak gini sepak bola kita gak bakal maju-maju... ancor terus...



PSSI Memang Gak Niat Bikin Kongres (Awas Pengurus Lama Berkuasa Lagi)


Di Balik, Rencana Kegagalan Kongres PSSI

Tarik ulur antara Menpora dan PSSI tentang lokasi kongres pemilihan, terus terjadi. Menpora Imam Nahrawi bersama kelompok 85, memilih di Yogyakarta. Sebaliknya anggota Komite Eksekutif PSSI, sudah memutuskan Kongres PSSI di Makassar.

Waktu pun sudah mepet, karena kongres pemilihan dijadwalkan 17 Oktober 2016. Alhasil kepastian agenda pemilihan Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan anggota Komite Eksekutif PSSI ini dikhawatirkan molor. Bahkan bisa-bisa tak terjadi.

Proses tarik ulur ini juga ditingkahi dengan unsur kekuasaan yang dimiliki oleh Menpora yang menjadi kepanjangan tangan pemerintah di sepak bola. Hingga Senin (10/10/2016), Kongres PSSI di Makassar, belum mengantungi izin. Sebaliknya, rencana kongres PSSI di Yogyakarta seperti yang diinginkan oleh Menpora, justru mendapatkan sinyal segera mendapakan izin.

Runyam! Kepentingan yang bermain, entah untuk memenangkan atau memilih pihak salah satu pihak telah membuat sepak bola Indonesia tersandera. PSSI ingin menyelamatkan harga dirinya dengan menunjuk Makassar. “Yang berhak menentukan lokasi atau tempat kongres itu PSSI, bukan pihak lain,” kata Azwan karim, Sekjen PSSI. (baca: PSSI Yang Berhak Tentukan Tempat Kongres)

Namun sudah menjadi rahasia umum, jika kepengurusan PSSI saat ini tengah menghadapi dilema bahkan badai keras. Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mattalitti, tengah mendekam di tahanan Kejaksaan Agung RI. Sementara kompetisi tak bisa dijalankan oleh PSSI. Timnas Indonesia pun nasibnya kini jadi abu-abu. Lebih runyam lagi, PSSI sempat meminta anggaran ke pemerintah untuk menjalankan agendanya, seperti KLB 3 Agustus di Jakarta.

Sebaliknya pemerintah lewat Menpora, menunjukkan atraksi kekuasaannya. Tanpa mau memberi ampun kepada PSSI, mereka menunjukkan kekuasaannya dengan menahan sejumlah izin atau perizinan yang diperlukan bagi PSSI memutar kompetisi atau menggelar kongres.

Satu pihak menyebut campur tangan pemerintah berlebihan dan kebablasan. Di pihak lain, menyebut PSSI harus menghormati pemerintah. Tanpa pemerintah dan negara, PSSI tak berarti. Namun intervensi berlebihan juga tak diinginkan FIFA, organisasi sepak bola tertinggi di dunia.

Kongres PSSI
Hinca Panjaitan, saat memimpin KLB PSSI di Jakarta, 3 Agustus 2016.
Negara dan Sepak Bola

Kehadiran negara di sepak bola memang sangat diperlukan. Akan tetapi kehadiran seperti apa yang pas dan tidak dianggap campur tangan berlebihan hingga tak mendatangkan murka dari FIFA?

Sebagai negara yang berdaulat, pemerintah Indonesia harus mengatur regulasinya sendiri, secara mandiri. Pihak lain tak boleh campur tangan juga terlalu dalam. Pemerintah RI, ingin berdiri di atas sepak bola, artinya bisa mengontrol sepak bola agar tak menjadi bumerang buat pemerintah. Misalnya disalahgunakan oleh kepentingan politik tertentu.

Di satu sisi PSSI, rupanya belum juga mampu mandiri. Berbagai keperluan masih saja dicukongi oleh pihak tertentu. Tanpa cukong, terbukti PSSI mengemis lagi ke pemerintah. Sejumlah anggaran untuk kongres dan timnas diajukan. Namun kepentingannya tak mau dicampuri. Absurd!

Alam demokrasi di Indonesia sudah terbuka secara lebar dan terang benderang sejak 1998, telah membuat perubahan yang sangat radikal. Dulu, di jaman Orde Baru atau bahkan Orde Lama, PSSI bisa disetir dengan baik oleh pemerintah. Ibaratnya, Ketua Umum PSSI harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah agar terpilih dan menjabat. Tanpa restu istana, sulit bagi seseorang bisa menjadi orang nomor satu di PSSI.

Kini situasi jelas berbeda. Demokrasi sudah mengalir secara kencang di semua kehidupan bernegara dan berorganisasi. Apalagi di PSSI, yang kini demokrasinya menjadi ladang yang sumber bagi politik dan demokrasi transaksional. Kondisi ini membuat pemerintah sulit atau bahkan hampir tak bisa mengontrol PSSI lagi. Jaman memang telah berubah.

Dalam pemilihan Ketua Umum PSSI kali ini pun atmosfer politik transaksional juga terasa. Kelompok 85, kelompok pro ketua lama, dan kelompok-kelompok lain tetap ada. Pemerintah sadar jika masuk ke medan perang yang dibuat oleh PSSI, kukunya bisa patah. Jago Menpora bisa-bisa kalah di kongres pemilihan.

Jika hal itu terjadi tentu akan membuat pemerintah kebakaran jenggot dan malu. Indikasi itu membuat pemerintah pasang kuda-kuda, agar tak dikerjai oknum-oknum lama di PSSI. Yogyakarta pun dipilih dengan asumsi lebih fair dibanding Makassar.

Namun ada satu instrumen yang dimiliki oleh pemerintah untuk menggagalkan Kongres PSSI di Makassar. Keamanan berikut izin-izin administrasinya akan menjadi jurus pemerintah agar kongres di Makassar batal atau tidak digelar.

Jika PSSI yang sudah mengundang perwakilan FIFA, voters kongres dan anggota lain tak bisa menggelar kongres, bisa jadi akan ada air bah yang datang lagi ke PSSI. Pertama adalah azab dari FIFA yang menyebut PSSI telah gagal menjalankan roda organisasinya. Kedua adalah penolakan dari pemerintah pada kepengurusan PSSI saat ini. FIFA sanksi pun sudah menanti di depan mata.

Kasus serupa pernah terjadi pasca Kongres PSSI di Pekanbaru pada tahun 2011. Kala itu PSSI yang akan menggelar kongres tahunan untuk persiapan pemilihan ketua umum, wakil ketua dan anggota Komite eksekutif, gagal menggelar agendanya. Perwakilan FIFA pun terpaksa diungsikan. Kegagalan itu membuka pintu bagi FIFA untuk menunjuk Komite Normalisasi sebagai pengganti Komite Eksekutif PSSI.

Kongres PSSI Mandiri

Skenario ini bisa jadi akan muncul lagi. Negara memang tak bisa masuk mencampuri urusan internal PSSI. Akan tetapi negara bisa saja tidak mengakui kepengurusan PSSI. FIFA lagi-lagi akan menjadi penyelamat dalam konflik ini.

Sebaliknya PSSI (kepengurusan), memang bisa saja tak diakui oleh pemerintah. Namun mereka pun bisa menunjukkan diri, tanpa kehadiran mereka kongres atau roda oragnisasi sepak bola nasional tak akan berjalan sempurna. Ego ini juga mendapat stempel dari FIFA. Minimal usaha pemerintah mengobrak-abrik PSSI, baru berhasil beberapa bulan ke depan.

Entah sampai kapan episode seperti ini akan terulang lagi. Yang jelas, sebagai organisasi, PSSI harus benar-benar mandiri secara finansial dan bebas dari kepentingan politik. Syarat ini mutlak diperlukan agar mereka bisa mengatur organisasinya secara mandiri dan tak dibelokkan untuk kepentingan politik.

Selain itu, PSSI juga harus bebas dari tanpa campur tangan pihak tertentu Termasuk campur tangan golongan atau partai politik yang mendukung salah satu pengurus mereka. Sudah menjadi rahasia umum, jika pemerintah pun merinding melihat siapa saja yang berada di belakang dan menjadi pendukung figur-figur tertentu di PSSI. Apalagi kehadiran mereka tak kasat mata. Diperlukan kejelian untuk melihat apa yang terjadi di PSSI atau sepak bola nasional saat ini.

Melihat skenario di atas, kongres pemilihan ketua umum, wakil ketua umum dan anggota Komite Eksekutif PSSI, besar kemungkinan akan gagal digelar. Kelak akan ada beberapa pengurus yang bisa menarik nafas lebih lama sambil menpuk dada karena telah berperan dalam keruhnya organisasi sepak bola nasional. Semoga saja skenario ini tidak terjadi!!!

0
1.6K
24
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan