Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Dokumen kematian Munir lenyap, siapa yang bertanggung jawab?

Anggota Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar Aksi Kamisan ke-411 bertajuk September Hitam di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/9). Dalam aksinya mereka meminta Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus Munir yang telah 11 tahun berlalu sekaligus berbagai kasus pelanggaran HAM di Tanah Air.
Dokumen hasil investiasi Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir lenyap. Padahal, menurut mantan anggota TPF Hendardi dan Usman Hamid, dokumen itu sudah diserahkan ke Sekretariat Negara semasa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005.

Saat penyerahan dokumen itu, tujuh anggota TPF Munir itu langsung menyerahkannya kepada Presiden SBY. Presiden SBY sendiri didampingi Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, dan juru bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng.

Beberapa hari setelah diterima presiden, dokumen itu langsung didistribusikan ke para menteri dan pejabat setingkat menteri yang terkait.

"Hari ini (Senin, 27/6/2005) laporan TPF sudah didistribusikan ke menteri-menteri terkait untuk dianalisa. Nanti kalau sudah selesai mereka mempelajari baru dibahas bersama-sama dengan presiden," kata Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi seperti dilansir detikcom.

Mereka yang dikirimi itu yakni Polri yang saat itu dijabat Da'i Bachtiar, Kejaksaan Agung yang dijabat Abdul Rahman Saleh, BIN yang kala itu dijabat Syamsir Siregar, Kemenhum dan HAM yang dijabat Hamid Awaluddin, dan TNI yang saat itu dijabat Endriartono Sutarto.

Tentu saja kabar yang menyebut dokumen TPF itu lenyap, banyak orang terperangah mendengarnya. Karenanya, untuk mencari kejelasan, Kontras, LBH Jakarta bersama Suciwati, istri almarhum Munir, mendaftarkan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik ke Komisi Informasi Publik (KIP) pada 27 April 2016.

Dalam sengketa ini, pihak termohon adalah Sekretaris Negara. Sedang sengketa di KIP sampai saat ini sudah digelar selama enam kali.

Sidang pernah memanggil saksi mantan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, namun Sudi tak hadir. Ia hanya mengirimkan jawaban tertulis yang kemudian dibacakan hakim. Dalam jawabannya Sudi -yang kala itu turut mendampingi SBY menerima anggota TPF-- mengatakan lembaga yang dipimpinnya tak menyimpan salinan dokumen hasil kerja TPF.

"Tidak pernah dan tidak ada satu naskah TPF yang masuk ke Setkab (Sekretariat Kabinet)," kata Ketua Majelis Hakim Evi Trisulo dalam sidang di Komisi Informasi Pusat, Jakarta, Senin (19/9/2016).

Bahkan dalam jawabannya itu, Sudi mengaku tidak pernah memerintahkan untuk mengarsip dokumen hasil kerja atau laporan TPF.

Pun Yusril. Yusril yang dipanggil sebagai saksi bersama Sudi juga tak hadir. Berbeda dengan Sudi, Yusril sama sekali tak memberi alasannya tidak hadir. Ia juga tak memberi jawaban tertulis.

Namun dalam kesempatan berbeda, mantan Sekretaris Negara itu mengatakan dirinya tak pernah menerima laporan TPF Munir. Karenanya, katanya, lembaga yang dipimpinnya kala itu tak pernah menyimpan dokumen itu.

"Mungkin juga saya pada waktu itu hadir, saya tidak ingat persis lagi. Tapi tidak ada arsip yang diserahkan kepada saya," ujar Yusril kepada KBR, Senin (19/09/2016).

Kepala Divisi Hak Sipil Politik Kontras Putri Kanesia mempertanyakan fungsi lembaga pembantu presiden itu. Kata dia, sesuai Peraturan Presiden nomor 31 tahun 2005 tentang Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, pasal 3, poin A, disebutkan, "Sekretariat Negara menyelenggarakan fungsi memberikan dukungan teknis dan administrasi kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam pelaksanaan tugasnya menyelenggarakan kekuasaan negara."

Sedangkan pasal 7 menyebut, "Rumah Tangga kepresidenan mempunyai tugas menyelenggarakan pemberian dukungan teknis dan administrasi."

Artinya, kata Putri, segala dokumen-dokumen yang diserahkan ke presiden itu harus melalui Setneg. Karena Setneg bertugas membantu presiden dalam hal protokoler dan teknis administrasi.

Namun karena hingga saat ini tak ada yang mau bertanggung jawab bahkan terkesan saling lempar, Kontras mendesak Komisi Informasi Publik (KIP) untuk mengungkap hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis Munir Said Thalib itu.

"Kami mendesak Komisi Informasi Pusat untuk memerintahkan Presiden Joko Widodo untuk mengumumkan hasil penyelidikan TPF Munir kepada masyarakat," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar seperti dinukil Kompas.com.

Berdasarkan pasal 9 Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Munir, pemerintah berkewajiban mengumumkan hasil temuan TPF Munir kepada publik.

Haris menduga dalam dokumen TPF tersebut ada sejumlah pejabat yang terlibat sehingga pemerintah tak berani mengumumkan dokumen tersebut. Alih-alih mengumumkan pejabat yang bermasalah, mereka yang diduga terlibat malah semakin dekat di pemerintahan dengan mengisi jabatan-jabatan penting.

"Yang dibutuhkan sekarang adalah keberanian," kata Haris.

Istri Munir, Suciwati pun mengeluhkan hal yang sama. Ia merasa tak wajar jika suatu lembaga lalai untuk menyimpan suatu dokumen yang didalamnya terdapat putusan penting.

"Mau di Setneg atau Setkab terserah, harusnya itu diarsipkan, ini terus dibilang tak ada tanpa tanggung jawab, memang ini negara kacau sudah, salah urus," ujar dia.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...tanggung-jawab

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Pernyataan Ahok soal surat Al Maidah memicu debat netizen

- Partai Rhoma Irama kandas

- Kasus kopi sianida mulai mengilhami pembunuhan lainnya

anasabila
tien212700
tien212700 dan anasabila memberi reputasi
2
11.6K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan