- Beranda
- Komunitas
- News
- Beritagar.id
Calon tunggal pilkada membunuh demokrasi


TS
BeritagarID
Calon tunggal pilkada membunuh demokrasi

Dukungan parpol pada calon tunggal mencederai arti penting demokrasi
Bagi sebagian peserta pilkada, kemenangan dimaknai sebagai tujuan akhir dari kontestasi Pilkada 2017. Itulah sebabnya, upaya memenangi dilakukan dengan segala cara. Muslihat cerdik atau licik--beda tipis--dilakukan untuk menemukan celah peraturan, agar bisa melenggang dengan tenang sebagai pemenang dan meraih kekuasaan.
Sampai 1 Oktober 2016, sesuai data infopilkada.kpu.go.id, sebanyak delapan pasangan calon kepala daerah (lima di antaranya inkamben) seperti sudah mendapatkan setengah kemenangan pada saat pendaftaran calon. Mereka adalah pasangan calon, yang berhasil mendapatkan dukungan 8-10 parpol pemilik lebih dari 80 persen kursi di DPRD.
Kedelapan pasangan tersebut bisa dipastikan tidak akan mendapatkan pesaing, alias sebagai calon tunggal. Pasalnya, di daerah tersebut tidak ada calon perseorangan yang mendaftar. Selain itu suara parpol non-pendukung tak cukup untuk mengusung calon. Sesuai ketentuan UU Pilkada, pasangan calon harus mendapat dukungan 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah.
Calon tunggal dalam Pilkada 2017 masih mungkin bertambah, sampai tenggat pemeriksaan administratif 24 Oktober nanti. Dengan catatan bila dalam pemeriksaan administratif, ada calon yang gugur.
Mencermati data KPU tersebut pasangan Umar Ahmad SP-Fauzi Hasan, menjadi calon kepala daerah paling istimewa. Pasangan inkamben bupati-wakil di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung, ini memborong dukungan 10 parpol: PKS, Demokrat, PPP, PDIP, Gerindra, Golkar, PAN, PKB, Hanura, dan Nasdem. Sebanyak 30 kursi alias 100 persen suara memberikan dukungan kepada pasangan ini.
Pasangan inkamben Bupati Tambaraw, Papua Barat, Gabriel Asem dan pasangannya Mesak Yekwan, di urutan berikutnya. Pasangan ini diusung oleh Nasdem, PDIP, Golkar, Demokrat, Gerindra, PKS, PKB dan Hanura.
Sebanyak 19 kursi di DPRD Kabupaten Tambaraw atau setara 95 persen suara, mendukungnya. Akibatnya PAN dan PPP yang tak mendukung pasangan tersebut, tak bisa mengusung calon sebagai lawan, karena PAN hanya memiliki 1 kursi dan PPP tanpa kursi.
Di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Haryanto, bupati petahana, berpasangan dengan Aiful Arifin didukung oleh delapan parpol: PDIP, Gerindra, PKS, PKB, Demokrat, Golkar, Hanura dan PPP. Keduanya mendapat dukungan sebanyak 46 kursi, atau setara 92 persen suara.
Partai NasDem yang memiliki empat kursi tidak dapat mencalonkan pasangan lain. Syarat minimal mengusung calon di Pati adalah 10 kursi. Sekadar catatan, PAN di Pati tidak mendapatkan kursi.
Di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, pasangan calon Margret Natasa-Herculanus Heriadi, mendapat dukungan 32 kursi, alias 92 persen suara. Karolin adalah putri Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis. Ia berpasangan dengan Herculanus yang petahana Wakil Bupati.
Dukungan oleh PDIP, Demokrat, PKB, Golkar, Hanura, Nasdem, Gerindra dan PAN, hanya menyisakan 3 kursi milik PPP di DPRD Landak. PPP tidak bisa mencalonkan orang lain karena syarat minimal mencalonkan pasangan sebanyak tujuh kursi.
Di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, enam partai poolitik: PDIP, PAN, Golkar, PKS, NasDem dan Hanura, bersekutu mendukung Hasto Wardoyo-Sutedjo. Sementara di Buton, Sulawesi Tenggara, tujuh parpol: PKB, PKS, NasDem, PAN, Demokrat, Golkar dan PBB, sepakat mengusung pasangan Samsu Umar Abdul Saimun-La Bakry.
Sedangkan di Kota Tebing Tinggi, delapan partai politik: NasDem, Demokrat, Hanura, Gerindra, PKB, Golkar, PDIP, dan PPP, mendaulat Umar Zunaidi Hasibuan-Oki Doni Sinegar sebagai pasangan calon tunggal.
Munculnya pasangan calon tunggal ini, adalah konsekuensi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada September 2015, yang melegalkan pasangan calon tunggal dalam Pilkada. Keputusan tersebut, semula diharapkan menjadi solusi, atas kebuntuan demokrasi.
Pada Pilkada 2015, dari 269 daerah yang menyelenggarakan pilkada, tiga daerah, yaitu Kabupaten Blitar, Tasikmalaya, dan Timor Tengah Utara terancam mengalami penundaan pilkada hingga gelombang kedua pada 2017.
Ketiga daerah tersebut meski sudah ada perpanjangan waktu pendaftaran, tidak ada tambahan pasangan calon. Padahal, konstruksi UU No. 8/2015 tentang Pilkada mensyaratkan minimal dua pasangan calon kepala daerah. Lalu MK dengan pertimbangan untuk memberi kepastian berjalannya demokrasi, memutuskan pilkada tetap dilaksanakan sekalipun hanya dengan calon tunggal.
Melalui keputusan MK No.100/PUU-XII/2015 dalam kartu suara untuk daerah dengan calon tunggal, hanya ada pilihan setuju atau tidak terhadap calon tersebut, mirip referendum.
Keputusan MK tersebut kemudian diadopsi dalam Pasal 54C UU No. 10/2016 tentang Pilkada. Pasal itu menyebutkan pemilihan pasangan calon tunggal bisa dilaksanakan jika setelah penundaan dan memperpanjang pendaftaran tetap hanya ada satu pasangan bakal calon yang mendaftar. Lalu dari hasil penelitian, pasangan calon itu memenuhi syarat.
Nah, pada Pilkada 2017 dari 101 daerah yang menyelenggarakan pemilihan, calon tunggal tak cuma tiga, tapi delapan. Itu pun bila pendaftaran diperpanjang dengan waktu sesuai aturan, tak bakal ada pesaing yang mendaftar. Karena parpol tersisa tak cukup suara untuk mengajukan calon. Sedang periode pendaftaran bagi calon perseorangan alias independen juga sudah ditutup.
Ringkasnya munculnya calon tunggal dalam pilkada serentak kali ini adalah sebuah rencana matang, untuk menutup kontestasi. Banyak faktor yang menyebabkan munculnya calon tunggal. Bila melihat dengan kaca mata positif, bisa saja dibilang, calon yang paling layak memang cuma pasangan tersebut.
Sedang untuk inkamben bisa dibumbui, prestasi kerjanya selama periode sebelumnya. Lalu DPRD pun bisa berdalih dengan pujian, kepemimpinan inkamben berhasil. Atau kalau mau jujur, DPRD sudah merasa nyaman dengan inkamben.
Namun bila dilihat secara skeptis, kita patut mempertanyakan praktik demokrasi macam apa yang sedang dilakonkan para politisi di daerah?
Legalisasi calon tunggal sejak awal memang dikhawatirkan akan melahirkan liberalisasi para pemilik modal untuk "membeli" parpol agar hanya mencalonkan satu pasangan saja. Dengan cara seperti itu kemenangan dan kekuasaan akan lebih mudah diraih.
Pilkada pada hakikatnya adalah memberikan pilihan pemimpin daerah yang mempunyai visi dan misi terbaik bagi daerahnya dalam kontestasi yang jujur, adil dan transparan. Kekuasaan hanyalah alat--bukan tujuan-- yang diberikan kepada kepala daerah terpilih untuk melaksanakan visi dan misi menyejahterakan masyarakat setempat.
Lalu apa yang bisa diharapkan masyarakat bila pilkada tanpa kontestasi? Masyarakat dijebak pada model demokrasi representatif. Partai politik memegang kendali sepenuhnya, masyarakat tidak diberi pilihan.
Parpol lah yang membuat kebijakan agar calon perseorangan sebagai alternatif susah muncul. Selanjutnya parpol bersekongkol mengusung hanya satu pasangan untuk kepentingan politik mereka, bukan untuk kepentingan rakyat.
Munculnya delapan pasangan calon tunggal dalam Pilkada 2017 bisa dimaknai sebagai sinyalemen awal yang harus diwaspadai. Bila dibiarkan--sekali pun perundangan tidak melarang--akan menjadikan demokrasi berjalan secara artifisial, alias semu.
Kita tentu tidak ingin demokrasi artifisial terus berlangsung bahkan semakin membesar. Ikhtiar bisa dilakukan melalui inisiatif pemerintah, misalnya mengatur prosentase dukungan maksimal partai politik dalam mengusung calon kepala daerah.
Pilihan lain, adalah mempermudah munculnya calon perseorangan. Tidak perlu dukungan KTP 6,5-10 persen dari daftar pemilih tetap seperti persyaratan saat ini. Kembalikan pada aturan sebelumnya, yaitu 3-6,5 persen.
Namun yang paling mendasar adalah mempertanyakan kembali komitmen partai politik, sebagai penopang pilar demokrasi. Sejauh mana parpol sudah melakukan kewajibannya dalam pendidikan politik, saluran aspirasi, termasuk kaderisasi calon pemimpin.
Parpol tidak bisa terus menerus berkelit, alih-alih menjalankan keputusan demokrasi, namun sesungguhnya dengan sadar tengah membunuh makna demokrasi itu sendiri.
Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...unuh-demokrasi
---
Baca juga dari kategori EDITORIAL :
-

-

-



anasabila memberi reputasi
1
2.1K
5


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan