- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Taat Pribadi, Lakukan Penipuan Berjaringan


TS
acoustic16
Taat Pribadi, Lakukan Penipuan Berjaringan
Ini Pengakuan Penasihat Padepokan Dimas Kanjeng, Agus, dalam Rekonstruksi Pembunuhan Abdul Gani, di Probolinggo, Senin Kemarin
Selasa, 4 Oktober 2016 | 01:06 WIB

SURABAYA PAGI, Probolinggo - Rekonstruksi kasus pembunuhan Abdul Gani, 43 Tahun, di padepokan Dimas Kanjeng, Probolinggo, Senin kemarin (3/10/2016), memunculkan kisah abal-abal dengan memakai spiritual seperti istighosah. Selama ini, banyak kisah pura-pura yang diperankan Dimas Kanjeng Taat Pribadi termasuk Ketua Yayasan, Profesor Marwah Daud.
Adegan demi adegan untuk meyakinkan korban pengandaan uang, hanya kepura-puraan yang tanpa nalar. Wartawan Surabaya Pagi Hendarwanto, Robertus Rizky dan Daria Yetty, ikut menyaksikan rekonstruksi langsung di Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo.
“Apa yang dijanjikan Taat Pribadi dan kelompoknya sungguh diluar nalar, dan bohong. Itu penipuan yang berjaringan, sekalipun saya sebagai penasehat tapi hanya sebuah jabatan yang tidak ada artinya apa-apa. Itu cuma sebutan, sama dengan pengajian, dan isitiqosah itu cuma namanya saja tidak ada kegiatan yang seperti pada umumnya kalau kita istiqosah.
Jujur, apa yang dilakukan Dimas adalah penipuan yang berjaringan. Tugas saya memang penasehat Padepokan, tapi hanya sebuah jabatan yang tidak ada artinya apa-apa. Itu cuma sebutan, sama dengan pengajian, dan isitiqosah itu cuma namanya saja tidak ada kegiatan yang seperti pada umumnya kalau kita istiqosah,” ungkap Agus, mantan penasihat Padepokan, yang kemudian keluar.
Tugas seorang penasehat dan pengikut adalah ceramah bergilir dan mengagung agungkan Taat Pribadi, seolah-olah pimpinan Padepokan. Setelah dua setengah tahun tanpa hasil, tetapi malah kebobolan Rp 70 juta, Agus akhirnya mengundurkan diri dari Padepokan. Keputusannya mundur setelah diingatkan oleh seorang Kyai, bahwa cara-cara mencari uang yang dijalankan Taat Pribadi Dimas Kanjeng, adalah Syirik.
Keluarkan Rp 70 juta
Menurut Agus, selama menjadi penasihat Padepokan selama dua setengah tahun, dirinya sudah mengeluarkan uang sebanyak Rp 70 juta. Tetapi, saat reka ulang sejak Senin pagi kemarin, Agus, tidak dapat menunjukkan bukti keikutsertaannya, baik uang tunai maupun transfer. "Tugas saya hanya menyenangkan hati orang saja, melebih-lebihkan orang termasuk Marwah.
Tidak ada namanya istighosah, yang ada, komplotan Taat Pribadi. Saya termasuk yang diminta oleh Taat untuk pidato secara bergantian. Saya diminta ceramah bergilir mengagung agungkan Taat Pribadi, sebagai pimpinan mereka. Bahkan bergaya pidato yang isinya selalu melebih-lebihkan Taat Pribadi termasuk Ibu Marwah Dawud. Jujur selama jadi penasihat Padepokan saya tak pernah melihat sendiri uang hasil penggandaan" tambah Agus.
Melibatkan Oknum TNI
Sementara, reka ulang yang dimulai sejak pukul 08.15 pagi hingga sore dipimpin langsung oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Timur. Ikut dihadirkan enam tersangka diluar Taat Pribadi. Mereka terdiri, Wahyu Wijaya, 50, warga Surabaya, Wahyudi, 60, yang tinggal di Salatiga, Ahmad Suryono, 54, warga Jombang dan Kurniadi, 50, warga Lombok NTB.
Satu diantaranya, Rahmad Dewaji, oknum TNI. Rahmad, kemarin didatangkan dari dari tahanan militer. Sedangkan tersangka Dimas Kanjeng Taat Pribadi, 46, datang dengan pengawalan ketat. Sementara ada empat tersangka berstatus buron yaitu tersangka Boiran, Muryad Subianto, dan Erik Yuliga serta Anis Purwanto. Dalam reka ulang, buron ini oleh Polda Jatim diperankan oleh pengganti.
Dari pantauan Surabaya Pagi di lokasi, dalam reka ulang pertama terlihat tersangka Wahyudi bersama Muryad berada di rumah sultan yang berada di depan rumah utama ditempati oleh Taat Pribadi. Disanalah keduanya mengkoordinir tersangka lainnya untuk datang ke padepokan.
Lalu, yang kedua Wahyudi bersama Muryad menuju ke sebuah tenda di halaman rumah tenda milik jemaah yang berada persis di belakang rumah utama. Pada adegan itu terlihat ketiga tersangka Wahyudi, Muryad dan Wahyu Wijaya berkumpul untuk menyusun rencana pembunuhan Abdul Gani.
Adegan ketiga, Wahyudi menyampaikan perintah dari Taat Pribadi untuk menghabisi nyawa Abdul Gani, dengan alasan disangalir korban akan membeberkan praktik pengandaan uang dan menjadi saksi penipuan di Mabes POLRI. Tentunya hal itu sangat membahayakan dan mengancam keberlangsungan padepokan.
"Kita mendapat perintah dari yang Mulia (Sebutan Taat Pribadi, Red), agar membunuh Abdul Gani. Saya disuruh memberitahu kalian semua," kata Wahyudi saat memperagakan beberapa adegan.
Pancing dengan Uang Rp 130 juta
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol R.P Argo Yuwono mengatakan pada reka ulang berikutnya kelima tersangka mengadakan pertemuan di padepokan untuk merancang pembunuhan berencana ini, pada Senin, (11/4) 2016, sekitar pukul 16.00.
"Kemudian pada adegan kelima, mereka berkumpul ke gedung asmara putra atau aula padepokan untuk mempersiapkan alat yang dibutuhkan untuk mencabut nyawa korban," ungkapnya didampingi Direskrimum Polda Jatim AKBP Cecep Ibrahim.
Menurut Argo, pada, Selasa (12/4), tersangka Muryat Subianto dengan membawa mobil membawa kotak bok yang berisi lakban, tali, batang besi yang kemudian di masukkan ke dalam kamar nomor dua milik santri. Kemudian, Wahyudi menerima uang dari Taat Pribadi sebesar Rp 130 juta. Uang ini sebagai pancingan kepada korban, agar datang menemui Taat Pribadi.
Menurut Argo, pada adegan keenam ketiga pelaku menuju ke asrama putra atau aula padepokan berlantai dua, sembari mencoba menelepon korban. Sedangkan pada reka ulang ke tujuh dan delapan Muryat duduk bersama korban di teras pedepokan yang berjartak lima meter dari aula.
"Tersangka Wahyu Wijaya memanggil korban untuk menyerahkan uang pemberian Taat Pribadi. Lantas, korban dibawa masuk ke dalam kamar santri dengan alasan uangnya ada di dalam lemari pakaian," terang Argo.

Pukul Tengkuk Korban
Perwira dengan tiga melati dipundaknya ini menambahkan saat korban masuk ke kamar, Kurniadi mengambil besi dari atas lemari dan memukul tengkuk korban hingga tersungkur. Kemudian, Boiran dengan membawa tali sepatu hijau menjerat leher korban. Sedangkan Wahyu Wijaya melakban leher sampai mulut korban. Tersangka Boiran juga memasukkan tas kresek warna biru ke wajah korban.
"Korban yang sudah tidak bernyawa ini kemudain ditelanjangi dan dimasukkan ke box plastik warna biru berukuran 90 cm x 70 cm. Bok itu dimasukkan ke dalam mobil avanza warna hitam dibagian belakang," bebernya.
Sementara, Wahyudi bersama Kurniadi dan Boiran bertemu di halaman parkir padepokan.
Mobil avanza yang dikemudian oleh Rahmad Dewaji dibawa ke Wonogiri Jawa Tengah. Lalu, saat berda di jembatan Waduk Gajah Mungkur, tersangka membuang mayat korban dari atas jembatan dan kembali ke Probolinggo. Lalu, mobil korban Avanza putih N 1216 NQ dibuang tersangka Ahmad Suryono dan Erik Yuliga disebuah hutan di Solo Jawa Tengah.
Cari Bunker lagi
Sementara, Polda Jatim, saat reka ulang hingga sore juga masih mencari keberadaan bunker lagi yang ditengarai terdapat di rumah utama.
Bersamaan dengan berlangsungnya rekonstruksi pembunuhan Abdul Gani, polisi juga bekerjasama dengan Bank Indonesia, untuk melakukan penggeledahan rumah utama Taat Pribadi. Kegiatan ini disaksikan oleh perangkat kecamatan hingga RT setempat.
Menurut Argo, dalam penggeledahan ditemukan barang bukti baru di rumah tersebut. "Kita sudah melakukan penggeledahan dengan laporan RT/RW. Kita menemukan barang bukti kuitansi mahar. Ada yang Rp100 juta, Rp125 juta, Rp75 juta," katanya.
Selain itu juga ditemukan formulir berisi pernyataan jangan menuntut kalau ada kejadian apa-apa. Kursi dan mahkota kebesaran Taat Pribadi, serta perhiasan berupa jam, liontin, kalung dan berbagai macam jenis lainnya. "Selengkapnya sedang didata oleh penyidik. Kami menyita barang-barang itu," ujarnya.
Argo mengatakan, polisi masih akan melakukan pengembangan kasus ini berdasarkan alat bukti baru yang didapat dari hasil penggeledahan ini. Rencanaya Polda Jatim akan mengarahkan kasus ini ke pasal pencucian uang. nt/robert/yt
Sumber: www.surabayapagi.com
Selasa, 4 Oktober 2016 | 01:06 WIB

SURABAYA PAGI, Probolinggo - Rekonstruksi kasus pembunuhan Abdul Gani, 43 Tahun, di padepokan Dimas Kanjeng, Probolinggo, Senin kemarin (3/10/2016), memunculkan kisah abal-abal dengan memakai spiritual seperti istighosah. Selama ini, banyak kisah pura-pura yang diperankan Dimas Kanjeng Taat Pribadi termasuk Ketua Yayasan, Profesor Marwah Daud.
Adegan demi adegan untuk meyakinkan korban pengandaan uang, hanya kepura-puraan yang tanpa nalar. Wartawan Surabaya Pagi Hendarwanto, Robertus Rizky dan Daria Yetty, ikut menyaksikan rekonstruksi langsung di Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo.
“Apa yang dijanjikan Taat Pribadi dan kelompoknya sungguh diluar nalar, dan bohong. Itu penipuan yang berjaringan, sekalipun saya sebagai penasehat tapi hanya sebuah jabatan yang tidak ada artinya apa-apa. Itu cuma sebutan, sama dengan pengajian, dan isitiqosah itu cuma namanya saja tidak ada kegiatan yang seperti pada umumnya kalau kita istiqosah.
Jujur, apa yang dilakukan Dimas adalah penipuan yang berjaringan. Tugas saya memang penasehat Padepokan, tapi hanya sebuah jabatan yang tidak ada artinya apa-apa. Itu cuma sebutan, sama dengan pengajian, dan isitiqosah itu cuma namanya saja tidak ada kegiatan yang seperti pada umumnya kalau kita istiqosah,” ungkap Agus, mantan penasihat Padepokan, yang kemudian keluar.
Tugas seorang penasehat dan pengikut adalah ceramah bergilir dan mengagung agungkan Taat Pribadi, seolah-olah pimpinan Padepokan. Setelah dua setengah tahun tanpa hasil, tetapi malah kebobolan Rp 70 juta, Agus akhirnya mengundurkan diri dari Padepokan. Keputusannya mundur setelah diingatkan oleh seorang Kyai, bahwa cara-cara mencari uang yang dijalankan Taat Pribadi Dimas Kanjeng, adalah Syirik.
Keluarkan Rp 70 juta
Menurut Agus, selama menjadi penasihat Padepokan selama dua setengah tahun, dirinya sudah mengeluarkan uang sebanyak Rp 70 juta. Tetapi, saat reka ulang sejak Senin pagi kemarin, Agus, tidak dapat menunjukkan bukti keikutsertaannya, baik uang tunai maupun transfer. "Tugas saya hanya menyenangkan hati orang saja, melebih-lebihkan orang termasuk Marwah.
Tidak ada namanya istighosah, yang ada, komplotan Taat Pribadi. Saya termasuk yang diminta oleh Taat untuk pidato secara bergantian. Saya diminta ceramah bergilir mengagung agungkan Taat Pribadi, sebagai pimpinan mereka. Bahkan bergaya pidato yang isinya selalu melebih-lebihkan Taat Pribadi termasuk Ibu Marwah Dawud. Jujur selama jadi penasihat Padepokan saya tak pernah melihat sendiri uang hasil penggandaan" tambah Agus.
Melibatkan Oknum TNI
Sementara, reka ulang yang dimulai sejak pukul 08.15 pagi hingga sore dipimpin langsung oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Timur. Ikut dihadirkan enam tersangka diluar Taat Pribadi. Mereka terdiri, Wahyu Wijaya, 50, warga Surabaya, Wahyudi, 60, yang tinggal di Salatiga, Ahmad Suryono, 54, warga Jombang dan Kurniadi, 50, warga Lombok NTB.
Satu diantaranya, Rahmad Dewaji, oknum TNI. Rahmad, kemarin didatangkan dari dari tahanan militer. Sedangkan tersangka Dimas Kanjeng Taat Pribadi, 46, datang dengan pengawalan ketat. Sementara ada empat tersangka berstatus buron yaitu tersangka Boiran, Muryad Subianto, dan Erik Yuliga serta Anis Purwanto. Dalam reka ulang, buron ini oleh Polda Jatim diperankan oleh pengganti.
Dari pantauan Surabaya Pagi di lokasi, dalam reka ulang pertama terlihat tersangka Wahyudi bersama Muryad berada di rumah sultan yang berada di depan rumah utama ditempati oleh Taat Pribadi. Disanalah keduanya mengkoordinir tersangka lainnya untuk datang ke padepokan.
Lalu, yang kedua Wahyudi bersama Muryad menuju ke sebuah tenda di halaman rumah tenda milik jemaah yang berada persis di belakang rumah utama. Pada adegan itu terlihat ketiga tersangka Wahyudi, Muryad dan Wahyu Wijaya berkumpul untuk menyusun rencana pembunuhan Abdul Gani.
Adegan ketiga, Wahyudi menyampaikan perintah dari Taat Pribadi untuk menghabisi nyawa Abdul Gani, dengan alasan disangalir korban akan membeberkan praktik pengandaan uang dan menjadi saksi penipuan di Mabes POLRI. Tentunya hal itu sangat membahayakan dan mengancam keberlangsungan padepokan.
"Kita mendapat perintah dari yang Mulia (Sebutan Taat Pribadi, Red), agar membunuh Abdul Gani. Saya disuruh memberitahu kalian semua," kata Wahyudi saat memperagakan beberapa adegan.
Pancing dengan Uang Rp 130 juta
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol R.P Argo Yuwono mengatakan pada reka ulang berikutnya kelima tersangka mengadakan pertemuan di padepokan untuk merancang pembunuhan berencana ini, pada Senin, (11/4) 2016, sekitar pukul 16.00.
"Kemudian pada adegan kelima, mereka berkumpul ke gedung asmara putra atau aula padepokan untuk mempersiapkan alat yang dibutuhkan untuk mencabut nyawa korban," ungkapnya didampingi Direskrimum Polda Jatim AKBP Cecep Ibrahim.
Menurut Argo, pada, Selasa (12/4), tersangka Muryat Subianto dengan membawa mobil membawa kotak bok yang berisi lakban, tali, batang besi yang kemudian di masukkan ke dalam kamar nomor dua milik santri. Kemudian, Wahyudi menerima uang dari Taat Pribadi sebesar Rp 130 juta. Uang ini sebagai pancingan kepada korban, agar datang menemui Taat Pribadi.
Menurut Argo, pada adegan keenam ketiga pelaku menuju ke asrama putra atau aula padepokan berlantai dua, sembari mencoba menelepon korban. Sedangkan pada reka ulang ke tujuh dan delapan Muryat duduk bersama korban di teras pedepokan yang berjartak lima meter dari aula.
"Tersangka Wahyu Wijaya memanggil korban untuk menyerahkan uang pemberian Taat Pribadi. Lantas, korban dibawa masuk ke dalam kamar santri dengan alasan uangnya ada di dalam lemari pakaian," terang Argo.

Pukul Tengkuk Korban
Perwira dengan tiga melati dipundaknya ini menambahkan saat korban masuk ke kamar, Kurniadi mengambil besi dari atas lemari dan memukul tengkuk korban hingga tersungkur. Kemudian, Boiran dengan membawa tali sepatu hijau menjerat leher korban. Sedangkan Wahyu Wijaya melakban leher sampai mulut korban. Tersangka Boiran juga memasukkan tas kresek warna biru ke wajah korban.
"Korban yang sudah tidak bernyawa ini kemudain ditelanjangi dan dimasukkan ke box plastik warna biru berukuran 90 cm x 70 cm. Bok itu dimasukkan ke dalam mobil avanza warna hitam dibagian belakang," bebernya.
Sementara, Wahyudi bersama Kurniadi dan Boiran bertemu di halaman parkir padepokan.
Mobil avanza yang dikemudian oleh Rahmad Dewaji dibawa ke Wonogiri Jawa Tengah. Lalu, saat berda di jembatan Waduk Gajah Mungkur, tersangka membuang mayat korban dari atas jembatan dan kembali ke Probolinggo. Lalu, mobil korban Avanza putih N 1216 NQ dibuang tersangka Ahmad Suryono dan Erik Yuliga disebuah hutan di Solo Jawa Tengah.
Cari Bunker lagi
Sementara, Polda Jatim, saat reka ulang hingga sore juga masih mencari keberadaan bunker lagi yang ditengarai terdapat di rumah utama.
Bersamaan dengan berlangsungnya rekonstruksi pembunuhan Abdul Gani, polisi juga bekerjasama dengan Bank Indonesia, untuk melakukan penggeledahan rumah utama Taat Pribadi. Kegiatan ini disaksikan oleh perangkat kecamatan hingga RT setempat.
Menurut Argo, dalam penggeledahan ditemukan barang bukti baru di rumah tersebut. "Kita sudah melakukan penggeledahan dengan laporan RT/RW. Kita menemukan barang bukti kuitansi mahar. Ada yang Rp100 juta, Rp125 juta, Rp75 juta," katanya.
Selain itu juga ditemukan formulir berisi pernyataan jangan menuntut kalau ada kejadian apa-apa. Kursi dan mahkota kebesaran Taat Pribadi, serta perhiasan berupa jam, liontin, kalung dan berbagai macam jenis lainnya. "Selengkapnya sedang didata oleh penyidik. Kami menyita barang-barang itu," ujarnya.
Argo mengatakan, polisi masih akan melakukan pengembangan kasus ini berdasarkan alat bukti baru yang didapat dari hasil penggeledahan ini. Rencanaya Polda Jatim akan mengarahkan kasus ini ke pasal pencucian uang. nt/robert/yt
Sumber: www.surabayapagi.com
Diubah oleh acoustic16 04-10-2016 12:22
0
3.3K
29


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan