- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kisah Bocah Amat 11 tahun tinggal bersama sang ayah di atas Bajaj


TS
AlbusDumbledor
Kisah Bocah Amat 11 tahun tinggal bersama sang ayah di atas Bajaj

Jakarta - Bel tanda berakhirnya pelajaran untuk kelas 1 di Sekolah Dasar Negeri 05 Gondangdia jalan Probolinggo, Jakarta Pusat berbunyi tepat pukul 11.00 WIB. Puluhan murid-murid pun menghambur keluar ruangan. Mereka bersiap pulang ke rumah masing-masing.
Ada yang dijemput orangtua, tak sedikit berjalan secara berkelompok meninggalkan sekolah. Wajah mereka begitu ceria. Tak jarang tawa mereka pecah di sela canda. Muhammad Irwan (11) yang biasa dipanggil Amat adalah salah satu dari mereka.

Amat dan beberapa teman berjalan bersama meninggalkan SDN 05 Gondangdia ke arah Stasiun Cikini. Mereka berpisah di tikungan jalan Probolinggo ke arah Polsek Menteng.
Amat menuju Stasiun Cikini, sementara teman-temannya pulang ke rumah mereka masing-masing. Di sebuah trotoar di pinggir Stasiun Cikini, Amat berhenti. Sejumlah pengemudi Bajaj dan pedagang makanan menyapa Amat.
Selama beberapa saat Amat, pengemudi Bajaj dan pedagang makanan itu terlibat dalam sebuah percakapan. Lima belas menit kemudian, sebuah Bajaj berhenti di pinggir trotoar tempat Amat menunggu.
Amat langsung naik ke ruang kemudi Bajaj tersebut. Masih mengenakan seragam sekolah putih-putih, Amat merebahkan diri. Tas sekolah dia jadikan sebagai bantal. Di 'kabin' Bajaj yang sempit itu, Amat tertidur pulas.
Bising lalu lintas dan teriknya matahari Jakarta siang ini tak mampu mengusik Amat. "Dia kecapekan, pulang sekolah langsung tidur," kata Rihwayudin (54) ayah Amat saat berbincang dengan detikcom di Stasiun Cikini, Jakarta Pusat, Senin (26/9/2016).
Di Bajaj itulah sehari-hari Amat tinggal bersama Rihwayudin ayahnya. Sudah 11 tahun lamanya mereka tinggal di atas Bajaj. Mereka tak punya rumah. Setiap malam mereka tidur di Bajaj yang mangkal di samping Stasiun Cikini persis di seberang Pasar Cikini.
Di Bajaj yang sempit itu Amat dan Rihwayudin tidur setiap malamnya. Amat tidur di kursi penumpang. Sementara sang Bapak terlelap di kursi kemudi.
Setiap pagi sebelum narik Bajaj, Rihwayudin mengantar Amat ke sekolahnya di SDN 05 Gondangdia yang tak jauh dari Stasiun Cikini. Tengah hari Rihwayudin kembali ke Stasiun Cikini menjemput Amat untuk makan siang dan istirahat.
Menggunakan uang sisa setoran hasil narik Bajaj, Rihwayudin dan Amat makan siang di warung-warung di sekitar Stasiun Cikini. "Makan seadanya," kata Rihwayudin.
Lalu bagaimana untuk urusan mandi dan mencuci?
"Ya di WC umum. Di Pom bensin atau di pasar. Kalau pagi kan sepi," kata dia.
Baju pakaian Wahyudin dan Amat disimpan di dalam plastik yang disimpan di dalam Bajaj. Plastik baju sekolah dan pakaian sehari-hari dipisahkan dengan warna plastik yang berbeda yakni hitam dan kuning.
Meski di ruang sempit dengan kaki tak selonjor penuh, Amat tertidur pulas di kursi kemudi Bajaj. Dia tak terusik oleh bising lalu lintas, terik matahari atau pun hiruk pikuk Pilgub Jakarta.
(erd/try)
Ketegaran Amat bocah yang 11 tahun hidup di atas bajaj


Jakarta - Ruang kemudi Bajaj yang luasnya tak lebih dari 1 meter persegi itu menjadi kamar tidur Muhammad Irwan (11) siang ini. Kakinya ditekuk karena ruangan tak cukup untuk selonjor. Dia juga tak bisa menggeliat dengan leluasa karena sebagian kursi kemudi diduduki sang ayah, Rihwahyudin (54).
Dalam bising lalu lintas dan terik matahari di seputar Stasiun Cikini, bocah yang biasa dipanggil Amat itu tertidur pulas. Begitulah kehidupan Amat, manusia Bajaj yang sebelas tahun tinggal di atas kendaraan roda tiga itu.
Meski tak punya rumah tinggal dan 11 tahun tinggal di Bajaj, Amat jarang mengeluh. Dia tegar meski tak bisa menikmati masa-masa kecil seperti layaknya bocah-bocah Jakarta.
"Pernah (ngeluh), tapi saya bangga sama dia, dulu pernah sakit panas. Tapi dia ga rewel. Saya bawa ke puskesmas sama ke dokter ga sembuh. Kaya sakit mau keluar campak gitu. Terus saya obati pakai obat tradisional China aja. Eh sembuh. Alhamdulilah. Saya hadapi dengan senyum saja semuanya," kata Rihwayudin saat berbincang dengan detikcom, Senin (26/9/2016).
Ibu Amat sudah meninggal 11 tahun lalu. Sejak itu Wahyudin merawat Amat di atas Bajaj. Kondisi Bajaj yang sekarang sudah mendingan dibanding sebelumnya. Saat Amat masih kecil, Bajaj Wahyudin mirip kandang ayam. Dinding Bajaj di bagian pengemudi ditutup dengan tripleks untuk melindungi si buah hati dari angin malam dan hujan. Sekarang Bajaj Wahyudin sudah lebih bagus, ada penutup dari terpal yang melindungi Amat.
Bekerja menjadi sopir Bajaj, penghasilan Wahyudin kadang tak menentu. Dalam satu hari dia harus setor Rp 120 ribu. Terkadang ada sisa, tak jarang harus nombok.
"Setorannya mahal. Rp 120 ribu sehari. Kadang nombok. Ngisi bahan bakar jauh juga. Nggak semua ada BBG. Ada lebihan Rp 30
ribu Alhamdulilah. Yang penting buat sekolah sama makan dia (Amat)," kata Wahyudin.
Jika setoran belum cukup, Amat akan dibawa narik Bajaj oleh Wahyudin. Amat tidur di kursi kemudi di samping sang ayah duduk.
"Kalau belum ada setoran ya Amat tidur di depan sama saya. Biar penumpang nyaman juga. Kadang penumpang ada yang mau naik
ada yang enggak. Ya nggak apa-apa. Semuanya Tuhan yang atur. Bersyukur saja saya," kata Amat.
Wahyudin ingin memberikan contoh semangat kepada Amat bahwa jika bekerja tidak boleh menyerah dengan keadaan.
Sumber
http://news.detik.com/berita/d-33069...-di-atas-bajaj
http://news.detik.com/berita/d-33070...-di-atas-bajaj
Komeng
Setoran Rp.120.000/ Hari x 30 Jari = Rp. 3.600.000
Mending Ojek Online pak, Cicilan ga samai sejuta/perbulan. jadi bisa ngontrak kamar buat istirahat dan anaknya pulang
Ada yang mau nyumbang motor buat bapak ini, atau patungan nyumbang bat uang muka cicil motor..?
Ya Rob. NikmatMU yang mana yang sanggup aku dustakan..?
Diubah oleh AlbusDumbledor 26-09-2016 09:44
0
5.2K
52


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan