Self leadership pada intinya adalah kemampuan diri dalam mengendalikan hawa nasfsu. Seorang bijak berkata, ”setiap musuh yang anda perlakuan dengan sopan akan menjadi kawan, kecuali nafsu. Semakin lunak kita memperlakukannya maka ia akan semaki melawan”. Pilihannya ada dua, kita yang memimpin nafsu atau nafsu yang akan memimpin keseluruhan diri kita. Ini bahaya, kalau kita sudah dikuasai oleh nafsu maka tidak ada yang dapat mengendalikan diri kita selain kita sendiri. Kesuksesan hidup yang kita jalani tergantung pada kemampuan kita mengendalikan nafsu, yaitu kemampuan kita mengordinasikan niat, pikiran dan tindakan kita. Inilah kepemimpinan diri kita sendiri.

Self Leadership merupakan kemampuan seseorang dalam mengontrol dirinya sendiri. Seperti yang kita tau, dalam agama Islam mengajarkan bahwa, “ bahwa setiap kita adalah pemimpin, dan masing-masing pemimpin akan dimintai tanggung jawabnya terhadap apa yang ia pimpin”. Self leadership merupakan dasar dari segala bentuk kepemimpinan. Kepemimpinan diri berarti juga self discipline yang berarti menegakkan disiplin atas diri sendiri.

Aktivitas self discipline merupakan aktivitas yang paling berat karena berkaitan dengan diri sendiri dan tidak melibatkan orang lain.
Lain halnya dengan kepemimpinan organisasi atau team, dimana kita akan mendapat koreksi dari orang lain jika berbuat salah. Sering kali kita melakukan self excuse (memaafkan diri sendiri) ketimbang melakukan self punishment (menghukum diri sendiri). Ketika kita memimpin orang lain, kita akan lebih mudah memberikan sanksi pada bawahan kalau ia melakukan suatu kesalahan. Tetapi pernahkah kit manghukum diri sendiri ketika melakukan kesalahan? Biasanya kita cenderung memaafkan diri kita bukan? Mari kirta renungkan bersama akan analogi tersebut.

Jika seseorang tidak mampu memimpin diri untuk memimpin dirinya dengan baik, maka ia tidak akan dapat memimpin orang lain dengan efektif. Menurut Jagdish parikh penulis buku managing your self, “jika anda tidak dapat memimpin diri anda maka orang lain akan melakukankannya!”.

Pada gilirannya memimpin diri sendiri berarti mengembangkan kemampuan dan proses untuk mengalami tingkat pengenalan diri sendiri (self identity) yang lebih tinggi, melebihi tingkat ego reaktif. Hal ini akan memfasilitasi perjalanan dari batas-batas reaktif (reactive constraints) ke keberanian untuk proaktif dan pada akhirnya membawa kepada kesadaran kreatif (creative consciousness), suatu sintesa antara kecerdasan intelektual, intuitif, dan emosi. Hal ini akan memungkinkan seseorang untuk mampu mengelola hubungan dengan orang lain, peristiwa, gagasan, yang merupakan esensi dari leadership. Jadi pada dasarnya ketika orang tersebut dapat dengan mudah memimpin diri sendiri, maka besar kemungkinan orang tersebut akan berhasil memimpin suatu organisasi, karena keteladan dan kematangan pribadi akan mampu mematangkan organisasi. Sesuatu yang besar pasti berasal dari suatu yang kecil, self to organizational leadership.

Salah satu persoalan umum yang dihadapi orang saat ini menyangkut self leadership adalah persoalan stress. Apakah stress ini bagus buat kita? Apakah stress itu membuat kita dapat menampilkan yang terbaik?

Salah satu manfaat dari self leadership yang efektif adalah munculnya keberanian dalam arti luas yang berarti berani memiliki mimpi yang besar, berani untuk melangkah, dan berani untuk menghadapi segala resiko yang akan menghadang. Salah satu rahasia munculnya keberanian adalah dengan mengelola dinamika batin (inner dynamics) serta meredam rasa takut kalah atau kehilangan.

Banyak eksekutif yang percaya bahwa stress is beautiful. Menurut mereka stress sampai batas-batas tertentu akan mendorong kita untuk meningkatkan kinerja (performance). Lebih dari itu mereka mengatakan bahwa seharusnya kita tidak boleh puas dengan kinerja yang telah kita raih, karena kepuasan akan memperlemah semangat untuk melakukan yang lebih baik lagi. Perlu penegasan bahwa motivasi dapat timbul melalui rasa takur, maka sekali lagi galilah semangat dari rasa takut yang sering menghantui kita.

Leadership adalah bagaimana seseorang mempunyai kebiasaan proaktif dan kreatif. Ingat kembali materi soga diawal-awal tentang 6 sifat yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa, salah satunya adalah proaktif, sabar menahan emosi yang reaktif muncul. Karena kita biasanya mengidentifikasi diri kita dengan tubuh, pikiran dan emosi yang sebenarnya sangat sempit, dan disebut sebagai ego. Sifat ego inilah yang perlu dikendalikan.

Bagaimana cara mengendalikannya?
Cara praktisnya adalah dalam bentuk meditasi atau yoga, dalam ajaran islam hal ini dapat dilakukan dengan media dzikir, shalat, tafakkur alam, atau puasa. Ketenangan emosi adalah tujuan dari pelaksanaan meditasi tersebut, selain itu latihan ini tidak hanya merileksasikan tetapi juga menimbulkan perasaan positif dan senang. Dengan cara ini, seseorang akan dapat memfungsikan diri yang riang dan proaktif melalui ego, bukan dengan ego yang reaktif.