- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sanusi: Tambahan Kontribusi Tak Ada Dasar Hukum


TS
manjuntak15
Sanusi: Tambahan Kontribusi Tak Ada Dasar Hukum
Liputan6.com, Jakarta Terdakwa Mohamad Sanusi mengatakan, tambahan kontribusi 15 persen yang dibebankan kepada pengembang reklamasi tak ada dasar hukumnya.
Terdakwa penerima suap pembebasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) dan pencucian uang itu mengatakan hal itu sudah diakui anak buah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau Ahok.
Anak buah Ahok itu, yakni Sekretaris Daerah Saefullah, Kepala Bappeda Tuty Kusumawati, dan Kepala Biro Tata Kota dan Lingkungan Hidup pada Sekretariat Daerah Vera Revina Sari. Ketiganya menyampaikan itu saat rapat pembahasan Raperda RTRKSP pada 15-16 Februari 2016.
"Saefullah, Tuty sama Vera itu (akui) memang tidak ada dasar hukumnya. Sampai Bu Vera bingung kenapa Pemda mengambil tambahan kontribusi. Itu kan ada di BAP-nya Bu Vera. Jadi bukan kata dewan," ujar Sanusi usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Sanusi menjelaskan, atas dasar itu, DPRD DKI merekomendasikan menolak tambahan kontribusi dan meminta agar rinciannya dituangkan lewat peraturan gubernur (pergub), bukan dalam raperda.
"Dewan bilang, sudah (diatur dalam) Pergub dong kalau tidak ada dasar hukumnya," ujar Sanusi.
Soal tambahan kontribusi yang tidak ada dasarnya juga disampaikan chairman PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan. Aguan yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang mengatakan, pihaknya sudah membangun sejumlah proyek infrastruktur.
Tadinya, proyek-proyek itu mau dimasukkan sebagai pembayaran di muka tambahan kontribusi 15 persen. Namun, karena tidak ada payung hukum, maka Agung Sedayu Group memasukkannya sebagai kewajiban kontribusi 5 persen.
"Saya bangun jalan, saya bangun rumah susun. Karena memang kita punya kewajiban untuk bangun rumah susun. Rumah susun sudah saya serahkan. Tadinya masuk kontribusi tambahan. Tapi karena belum ada payung hukum, jadi masuk ke kewajiban," ucap Aguan saat bersaksi.
sumber
http://news.liputan6.com/read/2596738/sanusi-tambahan-kontribusi-tak-ada-dasar-hukum
Penjelasan Ahok soal Diskresi dan Asal-usul Angka 15 Persen
JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjelaskan soal penggunaan hak diskresi dan asal-usul ditentukannya besaran nilai 15 persen tambahan kontribusi bagi pengembang reklamasi.
Hal itu dipaparkan Ahok saat memberikan keterangan sebagai saksi sidang kasus dugaan suap terkait Raperda reklamasi.
Ahok menjadi saksi untuk terdakwa mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja dan asistennya, Trinanda Prihantoro, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/7/2016).
Kepada Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ahok mengatakan, tambahan kontribusi tersebut berasal dari dua aturan, yakni yakni Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang reklamasi Pantai Utara Jakarta, dan perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan perusahaan pengembang pada 1997.
Meski demikian, menurut Ahok, dalam perjanjian pada tahun 1997 tersebut belum ada ketetapan besaran nilai kontribusi tambahan.
Tidak adanya besaran nilai dikhawatirkan dapat menimbukan kerugian bagi Pemda, maupun ketidakpastian bagi pengembang reklamasi.
"Saya punya hak ketika peraturan ada yang tidak jelas, yang akan membahayakan Pemda atau memberikan ketidakpastian bagi investor. Saya bisa diskresi, tapi tidak bisa asal ngomong, harus ada kajian," kata Ahok kepada jaksa di Pengadilan Tipikor.
Menurut Ahok, dibutuhkan diskresi untuk menentukan nilai kontribusi tambahan. Namun, penentuan angka tersebut memerlukan kajian.
Adapun, kajian untuk menentukan angka 15 persen dilakukan oleh tim dari Pemprov DKI Jakarta dan ahli dari pihak eksternal.
Ahok mengatakan, alasan Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta bahwa tidak ada payung hukum untuk menentukan angka 15 persen, hanya untuk memutarbalikan fakta.
Ia menyamakan penentuan angka 15 persen tambahan kontribusi tambahan tersebut dengan penentuan besaran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Pajak Bumi dan Bangunan.
Besaran nilai harus dihitung dengan melibatkan tim ahli, penghitungan zonasi, survei, dan memantau harga pasar.
"Ketika menentukan PBB tahun ini sekian, perlu tanda tangan gubernur, tapi yang menentukan angka bukan gubernur, harus berdasarkan kajian. Sama seperti kenapa menentukan pajak kendaraan bermotor 10 persen, dasarnya apa? Kalau saya, saya akan tanyakan. Begitu, Pak Jaksa," kata Ahok.
sumber
http://nasional.kompas.com/read/2016/07/26/05000011/Penjelasan.Ahok.soal.Diskresi.dan.Asal-usul.Angka.15.Persen
Perjanjian awalnya malah sudah lama .. sebagai dasar kontribusi tambahan.
Ditambah kepres
Dan dibuat perjanjian kerjasama tambahan
Terdakwa penerima suap pembebasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) dan pencucian uang itu mengatakan hal itu sudah diakui anak buah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau Ahok.
Anak buah Ahok itu, yakni Sekretaris Daerah Saefullah, Kepala Bappeda Tuty Kusumawati, dan Kepala Biro Tata Kota dan Lingkungan Hidup pada Sekretariat Daerah Vera Revina Sari. Ketiganya menyampaikan itu saat rapat pembahasan Raperda RTRKSP pada 15-16 Februari 2016.
"Saefullah, Tuty sama Vera itu (akui) memang tidak ada dasar hukumnya. Sampai Bu Vera bingung kenapa Pemda mengambil tambahan kontribusi. Itu kan ada di BAP-nya Bu Vera. Jadi bukan kata dewan," ujar Sanusi usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Sanusi menjelaskan, atas dasar itu, DPRD DKI merekomendasikan menolak tambahan kontribusi dan meminta agar rinciannya dituangkan lewat peraturan gubernur (pergub), bukan dalam raperda.
"Dewan bilang, sudah (diatur dalam) Pergub dong kalau tidak ada dasar hukumnya," ujar Sanusi.
Soal tambahan kontribusi yang tidak ada dasarnya juga disampaikan chairman PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan. Aguan yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang mengatakan, pihaknya sudah membangun sejumlah proyek infrastruktur.
Tadinya, proyek-proyek itu mau dimasukkan sebagai pembayaran di muka tambahan kontribusi 15 persen. Namun, karena tidak ada payung hukum, maka Agung Sedayu Group memasukkannya sebagai kewajiban kontribusi 5 persen.
"Saya bangun jalan, saya bangun rumah susun. Karena memang kita punya kewajiban untuk bangun rumah susun. Rumah susun sudah saya serahkan. Tadinya masuk kontribusi tambahan. Tapi karena belum ada payung hukum, jadi masuk ke kewajiban," ucap Aguan saat bersaksi.
sumber
http://news.liputan6.com/read/2596738/sanusi-tambahan-kontribusi-tak-ada-dasar-hukum
Penjelasan Ahok soal Diskresi dan Asal-usul Angka 15 Persen
JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjelaskan soal penggunaan hak diskresi dan asal-usul ditentukannya besaran nilai 15 persen tambahan kontribusi bagi pengembang reklamasi.
Hal itu dipaparkan Ahok saat memberikan keterangan sebagai saksi sidang kasus dugaan suap terkait Raperda reklamasi.
Ahok menjadi saksi untuk terdakwa mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja dan asistennya, Trinanda Prihantoro, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/7/2016).
Kepada Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ahok mengatakan, tambahan kontribusi tersebut berasal dari dua aturan, yakni yakni Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang reklamasi Pantai Utara Jakarta, dan perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan perusahaan pengembang pada 1997.
Meski demikian, menurut Ahok, dalam perjanjian pada tahun 1997 tersebut belum ada ketetapan besaran nilai kontribusi tambahan.
Tidak adanya besaran nilai dikhawatirkan dapat menimbukan kerugian bagi Pemda, maupun ketidakpastian bagi pengembang reklamasi.
"Saya punya hak ketika peraturan ada yang tidak jelas, yang akan membahayakan Pemda atau memberikan ketidakpastian bagi investor. Saya bisa diskresi, tapi tidak bisa asal ngomong, harus ada kajian," kata Ahok kepada jaksa di Pengadilan Tipikor.
Menurut Ahok, dibutuhkan diskresi untuk menentukan nilai kontribusi tambahan. Namun, penentuan angka tersebut memerlukan kajian.
Adapun, kajian untuk menentukan angka 15 persen dilakukan oleh tim dari Pemprov DKI Jakarta dan ahli dari pihak eksternal.
Ahok mengatakan, alasan Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta bahwa tidak ada payung hukum untuk menentukan angka 15 persen, hanya untuk memutarbalikan fakta.
Ia menyamakan penentuan angka 15 persen tambahan kontribusi tambahan tersebut dengan penentuan besaran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Pajak Bumi dan Bangunan.
Besaran nilai harus dihitung dengan melibatkan tim ahli, penghitungan zonasi, survei, dan memantau harga pasar.
"Ketika menentukan PBB tahun ini sekian, perlu tanda tangan gubernur, tapi yang menentukan angka bukan gubernur, harus berdasarkan kajian. Sama seperti kenapa menentukan pajak kendaraan bermotor 10 persen, dasarnya apa? Kalau saya, saya akan tanyakan. Begitu, Pak Jaksa," kata Ahok.
sumber
http://nasional.kompas.com/read/2016/07/26/05000011/Penjelasan.Ahok.soal.Diskresi.dan.Asal-usul.Angka.15.Persen
Perjanjian awalnya malah sudah lama .. sebagai dasar kontribusi tambahan.
Quote:
Ditambah kepres
Quote:
Dan dibuat perjanjian kerjasama tambahan
Quote:
Quote:
0
3.1K
47
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan