- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kasus 'Papa Minta Saham' Gugur


TS
spoony11
Kasus 'Papa Minta Saham' Gugur
Quote:

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal DPP partai Golkar Adies Kadir menilai kasus 'Papa Minta Saham' yang diusut Kejaksaan Agung kini gugur secara otomatis.
Penyebabnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang dilayangkan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto terkait penyadapan atau perekaman dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Secara otomatis kalau sudah seperti itu apakah betul ada penyadapan terhadap Novanto tentang 'Papa Minta Saham' Otomatis yang dilaporkan ke kejagung, gugur," kata Adies Kadir.
Ia mengatakan penyadapan tidak dapat dilakukan oleh pihak swasta atau seseorang. Adies menegaskan penyadapan merupakan domain penegakan hukum.
"Menurut kami wajar saja hakim MK memutuskan hal itu," tuturnya.
Anggota Komisi III DPR itu mengatakan kasus 'Papa Minta Saham' sudah tak bisa lagi diproses. Sebab, penyadapan itu bukan merupakan bukti hukum karena melalui rekaman ilegal."Otomatis sudah bisa diselesaikan tak bisa berlanjut kasusnya. Karena alat bukti yang dilaporkan ilegal. Otomatis Pak SN (Setya Novanto) clear," katanya.
Quote:
Bukti Kejaksaan Mengada-ada
Dikabulkannya uji materi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi membuktikan bahwa Kejaksaan Agung kerap memaksakan penanganan tanpa adanya bukti kongkret.
"Dari dulu saya sering katakan, Kejaksaan mengada-ada. hanya memanfaatkan kekuasaan,"ujar Pakar hukum tata negara Margarito Kamis.
Menurut Margarito majelis hakim MK telah menjawab tanda tanya besar publik terkait dasar penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus dugaan pemufakatan jahat antara mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid dan bekas Presdir Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin.
"Sudah benar putusan MK mengabulkan gugatan itu. Saya sudah bilang kasus ini tidak ada apa-apanya, kasus ini kosong tidak ada bukti pidananya," tegas Margarito.
Dikabulkannya uji materi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi membuktikan bahwa Kejaksaan Agung kerap memaksakan penanganan tanpa adanya bukti kongkret.
"Dari dulu saya sering katakan, Kejaksaan mengada-ada. hanya memanfaatkan kekuasaan,"ujar Pakar hukum tata negara Margarito Kamis.
Menurut Margarito majelis hakim MK telah menjawab tanda tanya besar publik terkait dasar penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus dugaan pemufakatan jahat antara mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid dan bekas Presdir Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin.
"Sudah benar putusan MK mengabulkan gugatan itu. Saya sudah bilang kasus ini tidak ada apa-apanya, kasus ini kosong tidak ada bukti pidananya," tegas Margarito.
Quote:
Jadi Acuan
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menilai putusan MK atas gugatan Setya Novanto terkait UU ITE bisa menjadi acuan dalam merevisi UU.
"Ya bisa dibuat dalam rancangan undang-undang atau merevisi UU yang ada untuk mengaturnya dalam satu payung hukum," kata Masinton.
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menilai putusan MK atas gugatan Setya Novanto terkait UU ITE bisa menjadi acuan dalam merevisi UU.
"Ya bisa dibuat dalam rancangan undang-undang atau merevisi UU yang ada untuk mengaturnya dalam satu payung hukum," kata Masinton.
Dalam sidang putusan tersebut dua hakim konstitusi memberikan pendapat berbeda alias dissenting opinion. Dua orang Hakim Konstitusi tersebut adalah I Dewa Gede Palguna dan Suhartoyo.
Menurut I Dewa Gede Palguna, pemohon merupakan anggota dewan DPR RI yang tidak mempunyai kedudukan hukum yang sah karena anggota dewan dapat mengubah undang-undang melalui revisi Undang-Undang (UU).
"Anggota dewan mempunyai hak yang lain sebagai warga negara karena anggota DPR mempunyai kewenangan lebih untuk merubah undang-undang dan sudah berkali-kali saya berpendirian seperti ini," jelasnya.
Terlebih menurut Palguna, apa yang dilayangkan mantan ketua DPR mengenai penyadapan atau rekaman yang dilakukan seseorang, telah tertera di dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal senada juga dikatakan Hakim Konstitusi, Suhartoyo yang menjelaskan bahwa apa yang diminta pemohon sudah dituangkan di dalam undang-undang.
"Sehingga saya berpendapat tidak perlu lagi ada yang diterima dan permohonan pemohon dapat ditolak," kata Suhartoyo.
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menilai putusan MK atas gugatan Setya Novanto terkait UU ITE bisa menjadi acuan dalam merevisi UU.
"Ya bisa dibuat dalam rancangan undang-undang atau merevisi UU yang ada untuk mengaturnya dalam satu payung hukum," kata Masinton.
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menilai putusan MK atas gugatan Setya Novanto terkait UU ITE bisa menjadi acuan dalam merevisi UU.
"Ya bisa dibuat dalam rancangan undang-undang atau merevisi UU yang ada untuk mengaturnya dalam satu payung hukum," kata Masinton.
Dalam sidang putusan tersebut dua hakim konstitusi memberikan pendapat berbeda alias dissenting opinion. Dua orang Hakim Konstitusi tersebut adalah I Dewa Gede Palguna dan Suhartoyo.
Menurut I Dewa Gede Palguna, pemohon merupakan anggota dewan DPR RI yang tidak mempunyai kedudukan hukum yang sah karena anggota dewan dapat mengubah undang-undang melalui revisi Undang-Undang (UU).
"Anggota dewan mempunyai hak yang lain sebagai warga negara karena anggota DPR mempunyai kewenangan lebih untuk merubah undang-undang dan sudah berkali-kali saya berpendirian seperti ini," jelasnya.
Terlebih menurut Palguna, apa yang dilayangkan mantan ketua DPR mengenai penyadapan atau rekaman yang dilakukan seseorang, telah tertera di dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal senada juga dikatakan Hakim Konstitusi, Suhartoyo yang menjelaskan bahwa apa yang diminta pemohon sudah dituangkan di dalam undang-undang.
"Sehingga saya berpendapat tidak perlu lagi ada yang diterima dan permohonan pemohon dapat ditolak," kata Suhartoyo.
Quote:
Frasa Permufakatan Jahat Juga Dikabulkan MK
Setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Mantan Ketua DPR, Setya Novanto soal penyadapan di UU ITE, majelis hakim konstitusi yang diketuai Arief Hidayat juga mengabulkan permintaan ketua umum Golkar tersebut pada gugatan mengenai frasa 'Permufakatan Jahat' dalam UU Tipikor.
Dalam amar putusannya, Mahkamah menilai bahwa sepanjang tidak dimaknai adanya dua orang atau lebih yang memiliki kualitas yang sama saling bersepakat melakukan tindak pidana, maka tidak mempunyai hukum yang mengikat.
"Berkaitan dengan alasan-alasan pemohon, serta legal standing pemohon, Mahkamah menilai gugatan pemohon memenuhi alasan hukum dan mengabulkan gugatan pemohon seluruhnya," kata Arief Hidayat.
Adapun gugatan yang dilayangkan oleh Setya Novanto adalah frasa Permufakatan Jahat yang tertulis di dalam pasal 15 UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Ketua umum Golkar tersebut berkeberatan karena selama ini, pasal tersebut yang menjadikan dasar acuan Kejaksaan Agung memeriksa dirinya dalam kasus #PapaMintaSaham beberapa waktu silam.
Hakim Konstitusi lainnya, Patrialis Akbar menilai bahwa jika terjadi kesepakatan antara dua orang atau lebih orang yang tidak memiliki kualitas yang sama untuk melakukan kesepakatan jahat, maka hal itu bukan berarti permufakatan jahat sebagaimana tertera di dalam undang-undang tersebut.
Majelis hakim juga menilai, ketentuan tersebut bertentangan dengan norma UUD 1945, khususnya Pasal 1 ayat (3) bahwa `Negara Indonesia adalah negara hukum' dan Pasal Pasal 28D ayat (1) bahwa `Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum'.(ferdinand/amriyono)
Setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Mantan Ketua DPR, Setya Novanto soal penyadapan di UU ITE, majelis hakim konstitusi yang diketuai Arief Hidayat juga mengabulkan permintaan ketua umum Golkar tersebut pada gugatan mengenai frasa 'Permufakatan Jahat' dalam UU Tipikor.
Dalam amar putusannya, Mahkamah menilai bahwa sepanjang tidak dimaknai adanya dua orang atau lebih yang memiliki kualitas yang sama saling bersepakat melakukan tindak pidana, maka tidak mempunyai hukum yang mengikat.
"Berkaitan dengan alasan-alasan pemohon, serta legal standing pemohon, Mahkamah menilai gugatan pemohon memenuhi alasan hukum dan mengabulkan gugatan pemohon seluruhnya," kata Arief Hidayat.
Adapun gugatan yang dilayangkan oleh Setya Novanto adalah frasa Permufakatan Jahat yang tertulis di dalam pasal 15 UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Ketua umum Golkar tersebut berkeberatan karena selama ini, pasal tersebut yang menjadikan dasar acuan Kejaksaan Agung memeriksa dirinya dalam kasus #PapaMintaSaham beberapa waktu silam.
Hakim Konstitusi lainnya, Patrialis Akbar menilai bahwa jika terjadi kesepakatan antara dua orang atau lebih orang yang tidak memiliki kualitas yang sama untuk melakukan kesepakatan jahat, maka hal itu bukan berarti permufakatan jahat sebagaimana tertera di dalam undang-undang tersebut.
Majelis hakim juga menilai, ketentuan tersebut bertentangan dengan norma UUD 1945, khususnya Pasal 1 ayat (3) bahwa `Negara Indonesia adalah negara hukum' dan Pasal Pasal 28D ayat (1) bahwa `Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum'.(ferdinand/amriyono)
http://m.tribunnews.com/nasional/201...m-gugur?page=5
Karena papa pinter 'ngemong'..

0
3.3K
Kutip
40
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan