- Beranda
- Komunitas
- Story
- Heart to Heart
SANG MANTAN


TS
annisa065
SANG MANTAN
Hari ini aku ingat. Hari saat kamu tidak bersamaku lagi. Engkau pergi meninggalkan gelap tak bercahaya berkawan denganku. Aneh! Aku tak menangis. Padahal aku masih mencintaimu. Aneh! Aku tak bersuara memanggil namamu, padahal hatiku pedih karena sikapmu. Bayangmu semakin menghilang di ujung sana, di sebuah perempatan. wanita itu memanggilmu. Panggilan yang mesra. Engkau menyambutnya dan aku cuma terduduk memunggunginya.
Aku tahu kamu takut. Dia pasti akan marah kepadamu kalau engkau masih bersamaku. Tetapi saat itu kamu sendiri yang memintaku menemanimu. Kamu berkata bahwa kamu ingin ke toko buku dan tak seorang pun mau menemanimu. Rumahmu jauh, itu aku tahu. Aku pernah selama empat tahun mengunjunginya. Saat itu aku selalu berharap senyummu hadir hanya untukku. Tidak seperti sekarang, kamu hanya mau mengerutkan sudut bibirmu hanya untuknya. Okelah. Tak masalah. Bukankah aku masih mencintaimu. Lagipula masih berhakkah aku marah? Kita sekarang cuma sepenggal kisah masa lalu.
Aku pulang dengan memelankan laju kendaraanku. Kakiku melangkah menuju ke sebuah rawa setelah memarkir . Jarak dari sini ke rumahku cuma puluhan meter. Rawa ini selalu menemaniku sejak aku kecil. Disini juga aku meletakkan binatang peliharaanku yang telah mati. Disini aku menangkap ikan dengan membendung air rawa. Lewat rawa ini pulalah aku memintas menuju sekolah SD-ku. Tempat ini banyak menyimpan sedih-suka-ku. Dan sekarang, disini juga aku membayangkan kepalamu di pundakku.
Mataku terpenjam meski tak perlu. Tak ada lampu disini. Memejamkan mata atau tidak tak ada bedanya. Aku mulai mencoba mengingat semua masa kita dengan terlebih dahulu menyebut empat huruf namamu. Ada rasa cinta yang masih mengalir. Dingin. Perih. Berombak-ombak. Lantas bermuara di dada.
Sayangku……..
Kamu tidak pernah menungguku menjadi dewasa. Kamu tak mengijinkanku berbagi maaf denganmu. Sudah berapa kali aku bertengkar dengan keluargamu untuk melambangkan perlawanan akan penindasan kepadamu. Namun engkau salah sangka. Kamu berpikir aku-lah yang tak cocok dengan keluargamu.
Sayangku……..
Kamu bahagia saat ini, kan? Senyum pipi chubby-mu menggembung. Matamu membesar. Mengisikan keceriaan akan masa depanmu. Seorang wanita disampingmu. Kumpulan berbagai bunga tertata indah. Berselimut kain dengan benang jarang Aku bahagia juga buat kamu. Tak terucap, namun rasakan di hatimu. Aku mengirim degup jantungku. Sudah terasa-kah? Mengertikah kamu, degup jantung kita sama. Degup jantung sebahagia dirimu. Kamu memang pantas bahagia setelah apa yang kamu alami.
Tak pernah terpikir olehku menyumpahimu meski kamu mengatakan Putus,. Tak pantas aku menyesali kepergianmu karena engkau selalu dekat dengan jiwaku. Malam itu. Di rawa itu. Aku meninggalkan lukaku. Menguburnya di rerimbunan ilalang setinggiku. Aku bangkit lagi. Menyalakan kendaraan untuk pulang. Aku masih menggigil menanti hari cahaya di dalam kamar. Suatu kesadaran menghampiri, memberitakan hal bahwa esok kamu tak pernah lagi mau menemuiku. Esok…..kamu bukan milikku selamanya…..
Kata terakhir sudah aku tulis. Kata perpisahan untuk selama aku hidup di bumi. Aku mengantuk tanpa menguap, lantas kuhampiri tempat bayiku tidur. Badan mungilnya berpindah di lenganku. Aku mendekatkan kepalanya. Mata beningnya tak dapat kulihat. Sepasang kelopak menutupinya. Bau susu memasuki hidungku. Rupanya ia baru saja minum susu beberapa menit lalu. Bayi perempuanku memang jago minum susu. Jangan harapkan ia tidur tanpa isak tangis sebelum susu hangat mengaliri jalur mungil di lehernya.
Gadis kecilku menguap dengan lucu. Aku tak ingin mengganggunya. Kuletakkan lagi di tempat tidurnya . Sebelum kupadamkan lampu, sekali lagi kusenandungkan doa untuk kebahagianmu, mantanku, lewat hembusan nafas. Selamat tidur. Kamu adalah hal terindah dalam hidupku.
Aku mencintaimu dengan segala kelemahanku
Aku menyanyangimu dengan berlagak kuat selalu
Kusebut namamu di setiap hari ulang tahunmu
Kuingat darahku memanas memandang penggantiku
Kutata doa untuk Sang Mahakuasa
Maafkan aku telah menyakitinya
Jangan tulis dosaku atas rintihan air matanya
Hitunglah nafasku sebagai ganti nafas dia
Annisa tf 065
Aku tahu kamu takut. Dia pasti akan marah kepadamu kalau engkau masih bersamaku. Tetapi saat itu kamu sendiri yang memintaku menemanimu. Kamu berkata bahwa kamu ingin ke toko buku dan tak seorang pun mau menemanimu. Rumahmu jauh, itu aku tahu. Aku pernah selama empat tahun mengunjunginya. Saat itu aku selalu berharap senyummu hadir hanya untukku. Tidak seperti sekarang, kamu hanya mau mengerutkan sudut bibirmu hanya untuknya. Okelah. Tak masalah. Bukankah aku masih mencintaimu. Lagipula masih berhakkah aku marah? Kita sekarang cuma sepenggal kisah masa lalu.
Aku pulang dengan memelankan laju kendaraanku. Kakiku melangkah menuju ke sebuah rawa setelah memarkir . Jarak dari sini ke rumahku cuma puluhan meter. Rawa ini selalu menemaniku sejak aku kecil. Disini juga aku meletakkan binatang peliharaanku yang telah mati. Disini aku menangkap ikan dengan membendung air rawa. Lewat rawa ini pulalah aku memintas menuju sekolah SD-ku. Tempat ini banyak menyimpan sedih-suka-ku. Dan sekarang, disini juga aku membayangkan kepalamu di pundakku.
Mataku terpenjam meski tak perlu. Tak ada lampu disini. Memejamkan mata atau tidak tak ada bedanya. Aku mulai mencoba mengingat semua masa kita dengan terlebih dahulu menyebut empat huruf namamu. Ada rasa cinta yang masih mengalir. Dingin. Perih. Berombak-ombak. Lantas bermuara di dada.
Sayangku……..
Kamu tidak pernah menungguku menjadi dewasa. Kamu tak mengijinkanku berbagi maaf denganmu. Sudah berapa kali aku bertengkar dengan keluargamu untuk melambangkan perlawanan akan penindasan kepadamu. Namun engkau salah sangka. Kamu berpikir aku-lah yang tak cocok dengan keluargamu.
Sayangku……..
Kamu bahagia saat ini, kan? Senyum pipi chubby-mu menggembung. Matamu membesar. Mengisikan keceriaan akan masa depanmu. Seorang wanita disampingmu. Kumpulan berbagai bunga tertata indah. Berselimut kain dengan benang jarang Aku bahagia juga buat kamu. Tak terucap, namun rasakan di hatimu. Aku mengirim degup jantungku. Sudah terasa-kah? Mengertikah kamu, degup jantung kita sama. Degup jantung sebahagia dirimu. Kamu memang pantas bahagia setelah apa yang kamu alami.
Tak pernah terpikir olehku menyumpahimu meski kamu mengatakan Putus,. Tak pantas aku menyesali kepergianmu karena engkau selalu dekat dengan jiwaku. Malam itu. Di rawa itu. Aku meninggalkan lukaku. Menguburnya di rerimbunan ilalang setinggiku. Aku bangkit lagi. Menyalakan kendaraan untuk pulang. Aku masih menggigil menanti hari cahaya di dalam kamar. Suatu kesadaran menghampiri, memberitakan hal bahwa esok kamu tak pernah lagi mau menemuiku. Esok…..kamu bukan milikku selamanya…..
Kata terakhir sudah aku tulis. Kata perpisahan untuk selama aku hidup di bumi. Aku mengantuk tanpa menguap, lantas kuhampiri tempat bayiku tidur. Badan mungilnya berpindah di lenganku. Aku mendekatkan kepalanya. Mata beningnya tak dapat kulihat. Sepasang kelopak menutupinya. Bau susu memasuki hidungku. Rupanya ia baru saja minum susu beberapa menit lalu. Bayi perempuanku memang jago minum susu. Jangan harapkan ia tidur tanpa isak tangis sebelum susu hangat mengaliri jalur mungil di lehernya.
Gadis kecilku menguap dengan lucu. Aku tak ingin mengganggunya. Kuletakkan lagi di tempat tidurnya . Sebelum kupadamkan lampu, sekali lagi kusenandungkan doa untuk kebahagianmu, mantanku, lewat hembusan nafas. Selamat tidur. Kamu adalah hal terindah dalam hidupku.
Aku mencintaimu dengan segala kelemahanku
Aku menyanyangimu dengan berlagak kuat selalu
Kusebut namamu di setiap hari ulang tahunmu
Kuingat darahku memanas memandang penggantiku
Kutata doa untuk Sang Mahakuasa
Maafkan aku telah menyakitinya
Jangan tulis dosaku atas rintihan air matanya
Hitunglah nafasku sebagai ganti nafas dia
Annisa tf 065

0
1.8K
27
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan