- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
NU Minta POLRI Waspadai 20 Pesantren Aliran Radikal


TS
bottle17oz
NU Minta POLRI Waspadai 20 Pesantren Aliran Radikal
Quote:
Jakarta, CNN Indonesia ‐‐ Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj meminta kepolisian Republik Indonesia mewaspadai 20 pesantren di Indonesia yang disinyalir mengajarkan paham ekstrem. Polri harus menyelidiki 20 pesantren itu untuk mencegah lahirnya bibit baru terorisme di Indonesia.
Menurut Said, radikalisme adalah paham yang kerap menyebar kebencian, termasuk mengkafirkan atau menuduh bid'ah kelompok lain.
"Kalau ini dibiarkan akan menjadi bibit-bibit baru radikalisme, karena mereka beranggapan membunuh orang bid'ah itu boleh," kata Said di sela penandatangan nota kesepahaman (MoU) bidang pencegahan konflik sosial dengan Polri di Markas Polisi Daerah Jawa Timur, Surabaya, Kamis (1/9).
Ia berpendapat, paham radikal ada dalam ajaran Islam beraliran Wahabi yang dianut oleh sejumlah pesantren di Indonesia, termasuk di Jakarta. Maka Said juga meminta Polri mewaspadai sejumlah kelompok ekstrem yang mengusung paham anti kebangsaan.
Kelompok-kelompok yang dimaksud Said itu di antaranya Hizbut Tahrir Indonesia (anti-NKRI), komunis, dan kaum Liberal. Said berpendapat kelompok itu bisa membahayakan NKRI dalam 10-15 tahun
"Kebangsaan (nasionalisme) tanpa Islam itu bisa melahirkan liberalisme, sedangkan Islam tanpa kebangsaan itu bisa melahirkan radikalisme, karena itu Islam dan kebangsaan harus bersatu. Itulah yang membuat Indonesia aman dan Islam juga bisa dianut dengan aman pula," kata Said seperti dikutip dari Antara.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan perlu mencegah konflik sosial guna mewujudkan stabilitas wilayah. Dalam konteks itu, Kapolri menilai NU memiliki peran sangat strategis.
"Kenapa kerja sama dengan NU? Karena NU itu spesial. Ada tiga faktor dari spesialisnya NU, yakni NU mengenalkan Islam paling sinkretis atau toleran," ujarnya.
Selain itu, kata Tito, NU merupakan salah satu pendiri NKRI bersama kelompok nasionalis dan laskar rakyat (TNI/Polri), dan memiliki jaringan yang luas hingga 90 juta lebih orang.
"Tapi, kerja sama ini bukan berarti NU bisa menangkap orang, karena soal itu tetap menjadi kewenangan aparat penegak hukum. Kerja sama itu bisa melalui tim kecil NU-Polri yang mendorong terbentuknya tim pencegahan yang melibatkan pemerintah daerah, NU, dan TNI/Polri," tutur Tito.
Menurut Said, radikalisme adalah paham yang kerap menyebar kebencian, termasuk mengkafirkan atau menuduh bid'ah kelompok lain.
"Kalau ini dibiarkan akan menjadi bibit-bibit baru radikalisme, karena mereka beranggapan membunuh orang bid'ah itu boleh," kata Said di sela penandatangan nota kesepahaman (MoU) bidang pencegahan konflik sosial dengan Polri di Markas Polisi Daerah Jawa Timur, Surabaya, Kamis (1/9).
Ia berpendapat, paham radikal ada dalam ajaran Islam beraliran Wahabi yang dianut oleh sejumlah pesantren di Indonesia, termasuk di Jakarta. Maka Said juga meminta Polri mewaspadai sejumlah kelompok ekstrem yang mengusung paham anti kebangsaan.
Kelompok-kelompok yang dimaksud Said itu di antaranya Hizbut Tahrir Indonesia (anti-NKRI), komunis, dan kaum Liberal. Said berpendapat kelompok itu bisa membahayakan NKRI dalam 10-15 tahun
"Kebangsaan (nasionalisme) tanpa Islam itu bisa melahirkan liberalisme, sedangkan Islam tanpa kebangsaan itu bisa melahirkan radikalisme, karena itu Islam dan kebangsaan harus bersatu. Itulah yang membuat Indonesia aman dan Islam juga bisa dianut dengan aman pula," kata Said seperti dikutip dari Antara.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan perlu mencegah konflik sosial guna mewujudkan stabilitas wilayah. Dalam konteks itu, Kapolri menilai NU memiliki peran sangat strategis.
"Kenapa kerja sama dengan NU? Karena NU itu spesial. Ada tiga faktor dari spesialisnya NU, yakni NU mengenalkan Islam paling sinkretis atau toleran," ujarnya.
Selain itu, kata Tito, NU merupakan salah satu pendiri NKRI bersama kelompok nasionalis dan laskar rakyat (TNI/Polri), dan memiliki jaringan yang luas hingga 90 juta lebih orang.
"Tapi, kerja sama ini bukan berarti NU bisa menangkap orang, karena soal itu tetap menjadi kewenangan aparat penegak hukum. Kerja sama itu bisa melalui tim kecil NU-Polri yang mendorong terbentuknya tim pencegahan yang melibatkan pemerintah daerah, NU, dan TNI/Polri," tutur Tito.
Monopoli Pesantren nih? hhe
Diubah oleh bottle17oz 02-09-2016 15:24
0
1.5K
Kutip
20
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan