Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kembali melakukan penggusuran pemukiman warga, kali ini di kawasan Rawajati, Jakarta Selatan. Daalam waktu dekat tentu akan menyusul wilayah lain untuk digusur, seperti Bukit Duri atau di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung.
"Gaya Ahok menjalankan pemerintahan macam gubernur di era VOC. Mengkoloni kepulauan Indonesia dan menggusur masyarakat pribumi dengan menggunakan kekuatan aparat dan centeng-centeng lokal bayaran," ujar Sekretaris Jenderal Pro Demokrasi (ProDEM) Satyo P. kepada redaksi Kamis (1/9).
Dia menjelaskan, atas nama undang-undang, penguasa berhak menafsirkan kebenaran, nurani dinafikan dan pengusaha dibenarkan. Padahal, sudah banyak penderitaan rakyat miskin di ibu kota sejak Ahok menjadi gubernur. Pembangunan yang dilakukan juga hanya untuk melayani pemilik modal atau orang-orang, seperti memperbaiki waduk agar warga di perumahan elit tidak kerendam banjir atau memperbaiki irigasi agar mall dan perkantoran tidak banjir. Sampai memperbaiki jalan agar mobil-mobil mewah tidak melewati perkampungan kumuh dan banjir.
"Ahok juga ngotot reklamasi demi membangun perumahan dan apartemen mewah orang kaya dan orang asing di atas pulau-pulau buatan," beber Satyo.
Selain itu, keuangan Pemprov DKI yang banyak jumlahnya juga amat sedikit yang digunakan untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat kecil ibu kota. Terbukti dengan rendahnya serapan APBD untuk pembangunan, apalagi untuk peningkatan kesejahteraan rakyat kecil.
"Gaya Ahok menjadi gubernur begitu bengis kepada rakyat miskin tapi sangat hangat kepada para pemilik perusahaan. Ini terbukti ketika kebijakan pengupahan dalam menetapkan UMP DKI dan proses reklamasi Teluk Jakarta. Membangun tidak harus menggusur, memerintah tidak harus kejam kepada rakyat miskin," tegas Satyo sumur
Londo merem dan cupu, londo yang takut di timpuk warga.