Kaskus

Entertainment

love.kretekAvatar border
TS
love.kretek
Bersatulah Industri Rokok Kretek Indonesia
Bersatulah Industri Rokok Kretek Indonesia

“Bersatulah Industri Rokok Kretek Indonesia!” Seruan itu dilontarkan Prof Soetiman B Soemitro, PhD MSc, gurubesar biologi molekuler Universitas Brawijaya Malang, yang terlibat dalam penelitian mengenai manfaat kretek divine untuk kesehatan.

Menurut Prof Timan, begitu panggilannya, industri rokok kretek di Indonesia sudah saatnya tidak berjalan sendiri-sendiri, atau malah saling menjatuhkan, melainkan bersatu untuk melawan ancaman yang sangat serius terhadap eksistensi rokok kretek di negeri ini.

Ancaman itu antara lain berupa stigmatisasi yang semakin masif bahwa rokok adalah “jahat”, “pembawa penyakit”, “pembawa petaka”, dsb. Ancaman lain, yang masih berkaitan dengan stigma itu adalah desakan untuk ratifikasi FCTC (framework convention on tobacco control – kerangka kerja pengendalian tembakau) ke dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Ujung dari ratifikasi itu, negeri ini tidak berdaulat lagi untuk mengatur hal ihwal tembakau, termasuk rokok sebagai industri hasil tembakau.

Menghadapi ancaman bersama itu, alumnus Nagoya University Jepang itu, industri rokok kretek seharusnya bersatu. “Tidak ‘perang’ sendiri untuk saling melemahkan, sebagaimana yang terkesan selama ini,” serunya dalam diskusi roadmap industri hasil tembakau di Semarang, November 2014 lalu.

Wujud dari persatuan itu, lanjutnya, adalah membiayai penelitian bersama untuk melawan stigma itu. Upaya melawan stigma negatif terhadap rokok ini ibarat menghadapi ombak yang gigantik, yang maha besar, sehingga butuh upaya yang serius dan sangat fokus.

Dibutuhkan biaya yang besar untuk melakukan serangkaian penelitian, publikasi, serta mengadakan forum forum ilmiah internasional untuk diseminasi hasil penelitian itu, sekaligus juga mengujinya di forum itu bersama dengan temuan-temuan mutakhir lain, baik yang mendukung maupun yang melawannya.

“Idealnya, negara yang harus memfasilitasi hal itu. Tetapi jujur saja, tidak mungkin negara melakukannya pada saat ini. Maka, konsorsium industri rokoklah yang harus memulainya. Saya yakin, negara kemudian akan support jika hasilnya positif, karena negara juga sangat mendapatkan manfaat dari penelitian-penelitian tembakau dan rokok itu,” tuturnya.

Guru Besar Bagian Patologi Anatomi FK Undip, Prof Dr Sarjadi SpPA (K) almarhum, dalam keterangan pers yang dikirim ke berbagai media 24 Juni 2011, mengungkapkan bahwa riset komprehensif terhadap manfaat daun tembakau terlihat stagnan, akibat citra negatif terhadap daun tembakau sebagai penyebab sakit dan kematian.

Citra itu terbentuk karena gencarnya pemberitaan tentang bahaya merokok. Sebaliknya tidak ada penelitian atau tulisan ilmiah yang memberitakan bahwa daun tembakau bermanfaat untuk kesehatan, sampai akhirnya muncul temuan divine kretek oleh Dr Greta Zahar, kata Prof Sarjadi.

“Penemuan larutan divine merupakan mahakarya dalam ilmu pengetahuan yang bisa menjadi tonggak peningkatan kesehatan berdasarkan kearifan lokal,” katanya.

Larutan divine itu ditemukan oleh Dr Greta Zahar dan dikembangkan bersama-sama dengan Prof Sutiman itu dengan perspektif nanobiologi. Jika dioleskan ke rokok, lalu rokoknya dibakar, asapnya justru bisa mengatasi penyakit kanker, autis, serta meningkatkan secara optimal kondisi sehat manusia.

Tidak hanya untuk manusia, partikel asap divine kretek ini, dalam penelitian yang sudah dilakukan dan masih terus dikembangkan, juga mampu meningkatkan hasil dan kualitas tanaman-tanaman kedelai, anggrek, serta padi. Tanaman-tanaman itu juga tahan terhadap hama penyakit tanaman.

Menurut Sarjadi, Indonesia kaya berbagai macam tanaman yang berpotensi tinggi masuk ke lingkup pengobatan modern, di antaranya daun tembakau. Hambatannya adalah citra negatif itu.

Faktor Etika
Pertanyaannya, bisakah hasil penelitian itu bebas kepentingan ketika dibiayai oleh industri rokok? Kalau hasilnya positif mendukung keberadaan tembakau dan industri rokok, bagaimana menghadapi respons negatif yang mungkin muncul: “Lha iya, wajar, lha wong yang membiayai industri rokok…”: Sebaliknya, jika hasilnya negatif, apakah secara sportif hasil itu juga akan bisa diketahui publik?

Prof Sutiman mengemukakan, faktanya, kesimpulan yang menyatakan rokok berbahaya juga berdasarkan riset-riset yang dibiayai oleh industri farmasi.

Dia percaya bahwa riset yang serius akan membalikkan keadaan, dan memperbaiki citra tembakau ataupun rokok kretek. Kondisi ini tidak dimulai dari titik nol. Telah ada berbagai “embrio” riset tentang manfaat kesehatan dari daun tembakau maupun rokok. “Yang mendapat manfaat tidak hanya petani tembakau atau industri rokok semata. Negara bangsa Indonesia juga akan mendapat manfaatnya,” tuturnya.

Saya sendiri berkeyakinan, gagasan Prof Sutiman bahwa industri rokok kretek Indonesia bersatu untuk membiayai penelitian berbagai penelitian tentang tembakau dan rokok sangatlah signifikan dan relevan. Setidaknya ada empat hal yang melatarbelakanginya:

Pertama, tantangan yang dihadapi masyarakat dan industri tembakau demikian serius. Stigmatisasi akan berujung pada kriminalisasi terhadap rokok. Boleh jadi, suatu saat, rokok akan diposisiskan seperti ganja atau narkoba lainnya. Dan jika itu terjadi, perekonomian negeri ini akan semakin rapuh.

Kedua, kita punya sejarah gilang gemilang tentang keberadaan tembakau dan rokok kretek. Sejarahwan yang meneliti tokoh kretek Haji Djamhari, Edy Supratno, SS, MA, mengatakan, sumbangan tembakau dan industri hasil tembakau bagi negara sangat besar di masa penjajahan, pra kemerdekaan, maupun pasca kemerdekaan.

Menurut Edy Supratno, keberadaan jaringan rel kereta api pertama di Jawa Tengah, juga masuk ke wilayah Kedu, karena memperhitungkan daerah itu sebagai pusat tembakau. Selain itu, di zaman pra kemerdekaan, terjadi beberapa pertemuan incognito antara H Djamhari dengan Soekarno. Ini erat kaitannya dengan sumbangan pembiayaan untuk pergerakan kemerdekaan. Sementara pada saat ini, kita tahu, keberadaan industri hasil tembakau besar pengaruh positifnya pada perekonomian negara maupun wilayah.

Ketiga, ada banyak sekali kenyataan empiris yang tidak sesuai dengan klaim “rokok membunuhnya” atau “merokok dapat mengakibatkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin”. Kita bisa dengan mudah menjumpai orang berusia tua tetap merokok dan sehat.

Di daerah-daerah pusat produksi tembakau, sebut saja Temanggung, sejak kecil anak-anak sudah diperbolehkan merokok. Kalau klaim itu benar, mereka seharusnya sudah punah. Nah, rangkaian penelitian yang diusulkan oleh Prof Sutiman, juga harus bisa menjawab kenyataan-kenyataan empiris itu.

Tentu saja, saya sebagai perokok, dan mungkin juga jutaan perokok lain di negeri ini, sangat berharap proyek penelitian besar tentang tembakau itu bisa terwujud.

Anto Prabowo, perokok, peneliti di Budi Santoso Foundation Semarang

Sumber : http://www.kretek.co/index.php/2016/...etek-indonesia
0
3.9K
51
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan