- Beranda
- Komunitas
- News
- Sains & Teknologi
Hubungan antara olahraga dengan otak


TS
antonino666
Hubungan antara olahraga dengan otak
Amit Katwala mengungkapkan hubungan antara ilmu saraf dan olahraga dalam bukunya, The Athletic Brain – How Neuroscience Is Revolutionising Sport And Can Help You Perform Better.
Saraf otak bereaksi lebih fokus pada tindakan berulang. Sifat saraf inilah yang dimanfaatkan para atlet untuk berlatih sekeras mungkin pada bidang yang dikuasai. Namun, jika terlalu keras berlatih pada bidang yang sama terus-menerus, seorang atlet mungkin akan mengalami yips, hilangnya keterampilan motorik. Dampak buruk itulah yang (tampaknya) membuat kita harus lebih serius lagi memahami ilmu saraf, terutama bagi para atlet.
Olahraga membentuk struktur otak
Setiap atlet pasti menyadari bahwa berolahraga dapat membentuk tubuh ideal. Namun jarang disadari bahwa aktivitas berolahraga juga membentuk struktur otak.
Otak berisi milyaran neuron, yang berfungsi mengirim informasi. Setiap kali neuron aktif, neuron terlatih untuk semakin responsif. Karena itulah kita dapat belajar hal baru, menyimpan memori baru, dan membentuk keterampilan baru.
Semakin responsif berarti juga semakin cepat dalam mengirim informasi. Myelin, pembungkus neuron, membantu menguatkan sinyal informasi pada neuron. Peningkatan kecil pada Myelin, berdampak banyak bagi seorang atlet.
Olahraga mengubah tata letak otak
Otak memiliki bagian bernama motor cortex. Motor cortex berfungsi untuk mengontrol pergerakan otot. Motor cortex sendiri terbagi-bagi berdasarkan otot bagian tubuh tertentu. Seiring waktu dan seringnya berlatih, pembesaran motor cortex setiap atlet akan berbeda sesuai dengan fokus latihannya. Misalnya, bagian motor cortex yang mengatur otot tangan pemain bulutangkis lebih besar dari pemain sepak bola. Begitu pula sebaliknya. Bagian motor cortex yang mengatur otot kaki pemain sepak bola lebih besar dari pemain bulutangkis.
Pembesaran ukuran bagian motor cortex berpengaruh pada bagian yang lain. Pembesaran ini menyebabkan perubahan tata letak otak. Ada semacam perang teritorial, ketika seorang atlet memfokuskan diri untuk berlatih di satu bagian tubuh tertentu terus-menerus. Kemungkinan yang terjadi adalah mengecilnya bagian motor cortex yang tidak atau jarang terpakai atau bahkan menghilang, dalam arti, tidak berfungsi karena saraf dialokasikan ke bagian otot yang lebih sering digunakan.
Situasi berbalik: Otak mengatur olahraga
Berolahraga memang menyehatkan, namun jika berlebihan terkadang tidak berakhir dengan baik. Yipsadalah salah satu horror bagi para atlet. Mereka yang mengalami yips kehilangan kemampuan secara tiba-tiba. Yang sebelumnya menjadi andalan di timnya, kini tidak lagi mampu, sekalipun hanya untuk menjadi cadangan. Sungguh penderitaan ketika kita tidak mampu melakukan hal yang sebelumnya biasa dilakukan. Lambat tapi pasti, yips menjadi salah satu penghancur karir.
Dalam beberapa kasus, yips disebabkan justru karena latihan yang intensif. Perkembangan otak kemudian hanya berada di area tertentu yang secara khusus mengontrol otot tertentu. Kerja otak menjadi tidak imbang. Terjadi tumpang tindih antara bagian otak yang sering dipakai dengan bagian otak yang jarang dipakai. Otak kehilangan kemampuan untuk menggerakkan otot tertentu secara mandiri. Misalnya, sulit berjuang menggerakkan jari-jari secara terpisah.
Secara medis, belum ada kepastian seseorang dapat kembali ke kondisi sebelum yips. Usaha positif sejauh ini dilakukan oleh psikolog olahraga seperti Dr. Joaquin Farias. Mereka tidak menyembuhkan, namun mengubah cara penderita yips berolahraga. cara lain adalah mengembalikan fungsi otak yang "tertidur" dengan membiasakan diri berlatih hal yang sebelumnya tidak dilakukan.
Selingan: Jalan pintas menjadi ahli
Tahap emas perkembangan saraf terjadi ketika kita masih muda. Semakin bertambahnya usia, kemampuan saraf berkurang secara drastis, apalagi bagi mereka yang tidak secara rutin melakukan hal yang biasa dilakukan semasa muda. Ini salah satu alasan mengapa kehidupan seorang atlet akan lebih baik ketika mereka memulainya di usia muda.
Namun, (mungkin) pemahaman demikian bisa berubah di masa depan. Telah dilakukan penelitan untuk mengaktifkan kembali periode emas perkembangan saraf. Uji penelitian dilakukan terhadap tikus dengan memberikan rangsangan elektrik pada bagian Nucleus basalis of Meynert. Masih perlu banyak tes uji sebelum penelitian itu diterapkan pada manusia. Seandainya semua proses penelitian itu berjalan baik, seorang amatiran dapat tiba-tiba menjadi profesional di bidangnya.
Spoiler for Amit Katwala:
Spoiler for The Athletic Brain:
Saraf otak bereaksi lebih fokus pada tindakan berulang. Sifat saraf inilah yang dimanfaatkan para atlet untuk berlatih sekeras mungkin pada bidang yang dikuasai. Namun, jika terlalu keras berlatih pada bidang yang sama terus-menerus, seorang atlet mungkin akan mengalami yips, hilangnya keterampilan motorik. Dampak buruk itulah yang (tampaknya) membuat kita harus lebih serius lagi memahami ilmu saraf, terutama bagi para atlet.
Olahraga membentuk struktur otak
Setiap atlet pasti menyadari bahwa berolahraga dapat membentuk tubuh ideal. Namun jarang disadari bahwa aktivitas berolahraga juga membentuk struktur otak.
Otak berisi milyaran neuron, yang berfungsi mengirim informasi. Setiap kali neuron aktif, neuron terlatih untuk semakin responsif. Karena itulah kita dapat belajar hal baru, menyimpan memori baru, dan membentuk keterampilan baru.
Semakin responsif berarti juga semakin cepat dalam mengirim informasi. Myelin, pembungkus neuron, membantu menguatkan sinyal informasi pada neuron. Peningkatan kecil pada Myelin, berdampak banyak bagi seorang atlet.
Spoiler for Neuron tanpa myelin dan Neuron dengan myelin:
Olahraga mengubah tata letak otak
Otak memiliki bagian bernama motor cortex. Motor cortex berfungsi untuk mengontrol pergerakan otot. Motor cortex sendiri terbagi-bagi berdasarkan otot bagian tubuh tertentu. Seiring waktu dan seringnya berlatih, pembesaran motor cortex setiap atlet akan berbeda sesuai dengan fokus latihannya. Misalnya, bagian motor cortex yang mengatur otot tangan pemain bulutangkis lebih besar dari pemain sepak bola. Begitu pula sebaliknya. Bagian motor cortex yang mengatur otot kaki pemain sepak bola lebih besar dari pemain bulutangkis.
Pembesaran ukuran bagian motor cortex berpengaruh pada bagian yang lain. Pembesaran ini menyebabkan perubahan tata letak otak. Ada semacam perang teritorial, ketika seorang atlet memfokuskan diri untuk berlatih di satu bagian tubuh tertentu terus-menerus. Kemungkinan yang terjadi adalah mengecilnya bagian motor cortex yang tidak atau jarang terpakai atau bahkan menghilang, dalam arti, tidak berfungsi karena saraf dialokasikan ke bagian otot yang lebih sering digunakan.
Spoiler for Motor cortex:
Situasi berbalik: Otak mengatur olahraga
Berolahraga memang menyehatkan, namun jika berlebihan terkadang tidak berakhir dengan baik. Yipsadalah salah satu horror bagi para atlet. Mereka yang mengalami yips kehilangan kemampuan secara tiba-tiba. Yang sebelumnya menjadi andalan di timnya, kini tidak lagi mampu, sekalipun hanya untuk menjadi cadangan. Sungguh penderitaan ketika kita tidak mampu melakukan hal yang sebelumnya biasa dilakukan. Lambat tapi pasti, yips menjadi salah satu penghancur karir.
Dalam beberapa kasus, yips disebabkan justru karena latihan yang intensif. Perkembangan otak kemudian hanya berada di area tertentu yang secara khusus mengontrol otot tertentu. Kerja otak menjadi tidak imbang. Terjadi tumpang tindih antara bagian otak yang sering dipakai dengan bagian otak yang jarang dipakai. Otak kehilangan kemampuan untuk menggerakkan otot tertentu secara mandiri. Misalnya, sulit berjuang menggerakkan jari-jari secara terpisah.
Secara medis, belum ada kepastian seseorang dapat kembali ke kondisi sebelum yips. Usaha positif sejauh ini dilakukan oleh psikolog olahraga seperti Dr. Joaquin Farias. Mereka tidak menyembuhkan, namun mengubah cara penderita yips berolahraga. cara lain adalah mengembalikan fungsi otak yang "tertidur" dengan membiasakan diri berlatih hal yang sebelumnya tidak dilakukan.
Spoiler for Dr. Joaquin Farias:
Selingan: Jalan pintas menjadi ahli
Tahap emas perkembangan saraf terjadi ketika kita masih muda. Semakin bertambahnya usia, kemampuan saraf berkurang secara drastis, apalagi bagi mereka yang tidak secara rutin melakukan hal yang biasa dilakukan semasa muda. Ini salah satu alasan mengapa kehidupan seorang atlet akan lebih baik ketika mereka memulainya di usia muda.
Namun, (mungkin) pemahaman demikian bisa berubah di masa depan. Telah dilakukan penelitan untuk mengaktifkan kembali periode emas perkembangan saraf. Uji penelitian dilakukan terhadap tikus dengan memberikan rangsangan elektrik pada bagian Nucleus basalis of Meynert. Masih perlu banyak tes uji sebelum penelitian itu diterapkan pada manusia. Seandainya semua proses penelitian itu berjalan baik, seorang amatiran dapat tiba-tiba menjadi profesional di bidangnya.
0
9.6K
15


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan