Kenalkan, ini Orang yang Menciptakan dan Membuat Cerita Mukidi yang Viral di WA
TS
aghilfath
Kenalkan, ini Orang yang Menciptakan dan Membuat Cerita Mukidi yang Viral di WA
Spoiler for Kenalkan, ini Orang yang Menciptakan dan Membuat Cerita Mukidi yang Viral di WA:
Jakarta - Laman facebook Soetantyo Moechlas (62) kini banyak disambangi orang. Padahal dahulu, saat dia memposting cerita-cerita lucu Mukidi, sama sekali tak ada yang komen atau like. Namun viralnya kisah Mukidi lewat whatsapp, kini membawa rasa baru.
"Sekarang jadi ramai facebook saya, ada yang komentar ada yang like," jelas warga Jatibening, Bekasi ini saat berbincang santai dengan detikcom, Sabtu (27/8/2016).
Soetantyo kemudian berbagi cerita tentang sejarah Mukidi. Semua berawal pada tahun 1990-an. Saat itu ada acara radio Prambors Ida Krishna Show, kisah Mukidi bermula dari sana. Acara ini kemudian pindah ke Delta FM, tapi kisah Mukidi tetap lestari lewat mailing list.
"Cerita Mukidi masuk ke mailing list, masuk ke situs tentang joke," jelas dia. (Baca juga: Kisah Nama Mukidi yang Lagi Heboh Jadi Bahan Candaan dan Viral)
Kemajuan internet membawa kisah Mukidi ke blog dan situs yang lucu-lucu. Hingga pada 2009, Soetantyo membukukan kisah Mukidi-nya, dan lahir tiga buah buku.
"Kisah Mukidi dulu juga saya pakai untuk ice breaker. Saya dulu kerja di perusahaan farmasi, dan saya suka melakukan presentasi di depan dokter," ujarnya.
Bicara soal Mukidi, bagaimana awal mula nama Mukidi?
"Ya saya nemu saja, nama itu kan gampang diingat. Nama Mukidi itu menggambarkan orang yang sederhana dan lugu, saya nemu saja nama ini. Tidak ada inspirasi dari sosok tertentu," tegas pria asal Purwokerto ini.
Mukidi, dalam kisah-kisah lucunya memiliki istri Markonah dan anak bernama Mukirin dan Mukiran. "Kalau diwujudkan usianya 40-an tahun," tuturnya.
Nama Mukidi di kawasan Purwokerto dan sekitarnya memang kerap dipakai. Bahkan dalam lawak Dono Kasino Indro pernah disebut soal joke mengenai Mukidi ini.
"Dalam gambaran saya Mukidi ini tinggal di Bekasi dan kerja di Jakarta dari Bekasi naik TransJ, wajahnya lumayan ganteng lah," ungkapnya dengan derai tawa.
Setiap hari, Soetantyo selalu memposting kisah Mukidi di bukunya ke laman facebooknya. Satu hari satu cerita. Dan setelah viral di WA, dia mengaku semakin riuh komentarnya.
"Saya sekarang kerjanya menjadi penulis, dan juga punya blog di ceritamukidi.wordpress.com," tutupnya.
Spoiler for Beginilah Deretan Humor Mukidi yang Bikin Viral di Dunia Maya !:
Indowarta.com – Media sosial memanglah menjadi sosok yang sangat mudah menyebarkan berita terbaru mengenai permasalahan terntentu yang bermanfaat sampai dengan kabar isu atau hoax yang tidak benar adanya. Bahkan melalui media sosial hal yang sebenarnya terlihat diremehkan pun bisa menjadi viral dan langsung jadi buah bibir para penghuni dunia maya.
Masih ingatkah kalian mengenai kabar viral di sosial media pada tahun kemarin, yaitu meme Sudah Kuduga. Para penduduk dunia maya pun masih bertanya tanya siapakah sebenarnya sosok yang berada di balik meme Sudah Kuduga tersebut.
Dan akhirnya setelah ditelusuri dan diselidiki oleh netizen sosok dibalik meme sudah kuduga tersebut adalah Dion Cecep Supriadi. Yang mana netizen menemukan pria tersebut melalui pencarian sosial media Facebook, Cecep Supriadi diketahui berprofesi sebagai karyawan di salah satu perusahaan otomotif ternama.
Seperti kabar baru baru ini, muncul sosok cerita humor Mukidi yang sukses mengocok perut penduduk dunia maya jika melihatnya. Seperti kabar meme Sudah Kuduga, cerita humor Mukidi langsung cepat menyebar di dunia maya khususnya di media sosial yang hamper seluruh lapisan masyarakat tanah air ini memilikinya.
Tak hanya lewat media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram, fenomenca cerita humor Mukidi juga sudah cepat menyebar melalui grup media chating seperti BBM Messenger, WhatsApp, dan Line.
Berikut merupakan beberapa kisah Humor Mukidi yang menjadi viral :
Mukidi dan istrinya
Ternyata Markonah, istri Mukidi, masih perawan. Dia pergi ke dokter kandungan utk periksa.
Waktu dokter mau periksa bagian dalam, terjadi percakapan:
Markonah: “Hati-hati periksanya ya Dok, saya masih perawan lho…”
Dokter: “Lho… katanya ibu sudah kimpoi-cerai 3x, mana bisa masih perawan…?? ”
Markonah: “Gini lho Dok, eks suami saya yang pertama ternyata impoten……!!”
Dokter: “Oh begitu… tapi suami ibu yang kedua tidak impoten kan….?”
Markonah: “Betul Dok, cuma dia Gay, jadi saya tidak pernah di-apa2in sama dia…”
Dokter: “Lalu suami ibu yang ketiga si Mukidi tidak impoten dan bukan gay kan….?”
Markonah: “Betul Dok, tapi ternyata dia itu orang partai…”
Dokter: “Lalu apa hubungannya dengan keperawanan ibu…??”
Markonah: “Dia? cuma janji-janji saja Dok, tidak pernah ada realisasinya….. Jadi cuma dicontreng aja, gak dicoblos……!!!
Mukidi tipu polisi
Di suatu jalan yg ramai di pinggir kota Semarang?
Karena takut terlambat, Mukidi, karyawan pabrik roti, melaju dgn motornya tanpa hiraukan rambu2 lalin.
Polantas: “Stopppp!”
Mukidi: “Kok disetop kenapa Pak?”
Polisi: ” Anda melanggar rambu2 lalulintas! Tolong keluarkan SIM, STNK dan KTP nya!”
Mukidi keluarkan jurus berkelit : “Maaf pak saya tidak punya, saya masih anak sekolah Pak…”
Polisi: “Kalau begitu motor saya tahan, dan Saudara saya tilang, siapkan uang Rp. 500.000,- untuk disetor ke BRI”
Mukidi coba berkelit lagi: “Tolong pak, kan saya anak sekolah, jadi nggak banyak punya uang, kita damai saja ya pak?…”
Polisi: “Memangnya kamu punya uang berapa buat damai….?”
Mukidi : “Saya lihat Bapak tadi merokok, bgmana saya belikan saja rokok di warung seberang jalan itu…”
Polisi: ” Ya sudah… beliin Marlboro ya, tapi motornya tetap disini.”
Mukidi langsung nyebrang jalan menuju warung, “Bang… saya disuruh ngambil rokok dulu sama pak polisi itu (sambil menunjuk Pak Polisi di seberang jalan).
Marlboro 4 bungkus!”
Tk.Warung: “Polisi yang mana…? Awas, Jangan coba2 menipu saya!!.”
Mukidi: “Yang itu! kemudian dia berteriak: “Pak, pak.. rokok yang ini ‘kan?” Sambil tunjukkan rokok Marlboro.
Polisi: “Yaaa siiippp…!”
Mukidi: “Tuh ‘kan… Nanti dia yang akan bayar…!” Sambil nyeberang jalan bawa 4 bungkus rokok!
Rokok yg 2 dia kantongi, yg 2 diserahkan: “Nih Pak, dua bungkus!.”
Polisi: “Hmm… , baiklah, Lain kali hati-hati ya!”
Mukidi : “Trims Pak…!”, terus tancap gas wuzz!
Dua jam kemudian…
Tk.Warung mendatangi pos polisi: “Pak, suruhan bapak tadi kan ngambil rokok Marlboro 4 bungkus, katanya bapak yang bayar.”
Polisi: “Haaahh!! Bedes sialan! Polisi pun berani juga dia tipu…!!!”
Mukidi ikut lomba nyanyi kemerdekaan
Mukidi : “enam belas agustus tahun empat lima…”.
Juri : “salah itu…, ulangi !”.
Mukidi: “enam belas agustus tahun empat lima…”.
Juri : “salah…, kesempatan terakhir!”
Mukidi: “saya ndak salah pak, sampean dengar saya nyanyi dulu”.
Akhirnya juri serius mendengarkan Mukidi bernyanyi.
Mukidi: “enam belas agustus tahun empat lima…, BESOKNYA hari Kemerdekaan kita…”
Cak Mukidi ke pasar, mau kulineran rujak cingur yang penjualnya ibu-ibu asal Madura bertubuh montok bernama Bu Markonah.
“Buk, rujak satu, berapa?” tanya Cak Mukidi.
“Sepoloh rebu..cak..,” kata Bu Markonah.
Selesai dibungkus, Cak Mukidi bayar dengan uang Rp 20.000. Markonah bilang, “Cak… tangan saya lagi belepotan, kembaliannya ambil sendiri di sini ya,” kata Markonah sambil menunjuk belahan dada atas.
Tanpa ragu-ragu Cak Mukidi merogoh karena orang Madura memang biasa menaruh segala macem di sana pikirnya. “Nggak ada..Bu.” kata Cak Mukidi.
Buk Markonah kasih instruksi, “Lebih dalam lagi, terus, terus. Ke kanan, ke kiri.”
Cak Mukdi: “Nggak ada…Buk.”
“Ya sudah,” kata Buk Markonah.
“Lah terus mana kembalian saya????” tanya Cak Mukidi bingung.
Buk Markonah dengan enteng berkata, “Ongkos rogoh-rogoh sepoloh rebu Cak, sampeyan kira goh-rogoh nang njero kutang ku gratis.”
Mukidi hanya garuk-garuk kepala sambil nyengir mendengar Bu Markonah
Mukidi tanya dokter soal kondom
Di ruang operasi rumah sakit, seorangg dokter bedah melihat Mukidi yang akan dioperasi kelihatan gelisah. Untuk menenangkannya, Mukidi diajak bercanda.
Dokter : "Bapak tau cara membuat sarung tangan karet yang sedang saya pakai ini?"
Mukidi : "Tidak dok..."
Jawab Mukidi sambil memberi isyarat dengan tangannya.
Dokter : "Begini Pak.. Karet mentah direbus sampai meleleh lalu pegawai pabrik rame2 mencelupkan tangan ke dalam cairan karet itu. Setelah itu tangan segera diangkat untuk diangin-anginkan. Tak lama kemudian jadilah sarung tangan seperti ini."
Mukidi tersenyum mendengar penjelasan sang dokter. Beberapa saat kemudian Mukidi tertawa terpingkal-pingkal. Dokter heran dan bertanya.
Dokter: "Mengapa Anda tertawa seperti itu..?"
Mukidi : "Dengar cerita dokter tadi, saya lalu membayangkan bagaimana cara membuat kondom."
Mukidi naik Metromini
Mukidi yang asli Madura, sedang berlibur ke Jakarta.
Dia ingin keliling Jakarta naik Metromini.
Diam-diam dia mengamati segala yang terjadi di dalam Metromini. Termasuk tingkah laku kernet dan penumpang.
Tak lama kemudian si kernet bilang. "Dirman.. Dirman.. Dirman.." (tanda bahwa bus telah sampai di Jalan Sudirman)
Lalu seorang penumpang laki-laki teriak, "kiri..!" Dan turunlah penumpang tersebut.
Selang berapa lama kernet teriak. "Kartini.. Kartini.. Kartini.." Seorang cewek muda kemudian nyeletuk. "kiri..!" lalu cewek tersebut pun turun.
Beberapa lama kernet itu teriak lagi. "Wahidin.. Wahidin.. Wahidin.." Adalagi cowok yang bilang, "kiri..!"
Tak selang lama si kernet teriak lagi. Gatot Subroto!! Gatot Subroto!!
Seorang pemuda ganteng berkumis tebal menjawab, "kiri. kiri....!!" Maka turunlah si kumis itu.
Tinggallah seorang diri Mukidi di dalam bus. Dengan hati ngedumel, lama-lama jengkel juga dia. Lalu dicoleklah si kernet, dengan nada marah Mukidi bilang, "Kurang ajar sampeyan ya. Dari tadi rang-orang sampeyan panggil. Lahh,, nama saya ndak sampeyan nggil-panggil!! Kalau begini caranya. Kapan saya turun ?!!!"
Untung si kernet tanggap. Kernet bertanya. "Siapa nama bapak?"
"Namaku Mukidi", jawab Mukidi.
Si kernet langsung teriak. "Mukidi.. Mukidi.. Mukidi.. !!!"
Mukidi pun lega dan berkata. "Nah, begitu!!". "Kirri..!" Maka turunlah Mukidi di jalan tol.
Bagi Anda yang menemukan Mukidi harap menghubungi keluarganya di Sumenep.
Mukidi dan pasangan mesum
Mukidi punya kebiasaan jelek, yaitu suka ngintip orang yang sedang pacaran. Tempat favoritnya untuk mengintip adalah di atas pohon. Di mana di bawahnya sering digunakan untuk pacaran.
Seperti biasanya, malam itu Mukidi sudah stand by di atas pohon untuk mengintip. Dan benar saja tak berapa lama datang pasangan Kipot dan Kipit datang.
Karena dianggap sepi dan aman Kipot dan Kipit akhirnya indehoi. Mukidi benar-benar menikmatinya tontonannya.
Setelah indehoi, keduanya bercakap-cakap:
Kipit : Pot, aku takut hamil.
Kipot : Enggak mungkin hamil, kan baru sekali ini.
Kipit : Tapi kata temenku bisa pot, Bagaimana dong?
Kipot : Kalau bener hamil, ya kita serahkan saja sama yang di atas.
Tiba-tiba Mukidi turun dari pohon dan marah-marah: "ENAK AJA LU, GUA CUMA NONTON, LU MINTA GUA TANGGUNG JAWAB, GAK BISAA!!!!"
Mukidi naik unta Arab
Mukidi lagi melancong ke Arab, seperti orang Indonesia yang lainnya. Dia juga ikut tour naik unta. Tapi unta di Arab tidak seperti unta di Indonesia, ketika Mukidi bilang, "duduk" dan unta langsung duduk.
Namun lain kejadiannya. Unta di Arab, walaupun Mukidi sudah bilang: "Duduk, sit.. sit, jongkok, diuk."
Sang unta tetap berdiri, dan akibatnya Mukidi tidak bisa naik.
Pawang Unta (PU): "Bilang Assalamualaikum, baru unta duduk."
Mukidi: "Asalamualaikum" langsung onta duduk, Mukidi naik, unta langsung berdiri lagi.
Mukidi: "Jalan.. jalan.." unta tetap diam. Dipukul pukul punggungnya, unta tetap tidak mau jalan.
PU :"Bilang Bismillah "
Mukidi : "Bismillah"
Onta jalan, Mukidi senang jalan naik unta dengan Pawang Unta berjalan di sampingnya.
Tak lama kemudian Mukidi bertanya, "Pawang. Bagaimana cara nyuruh untanya lari ya?"
PU: "Bilang aja Alhamdulilah"
Mukidi : "Alhamdulilah." Dan unta pun berlari.
Mukidi senang sekali. Saking senangnya Mukidi bilang lagi "Alhamdulilah." Dan si unta berlari tambah kencang, dan si Pawang Unta makin ketinggalan.
Ketika Mukidi sudah jauh si Pawang Unta baru ingat, belum memberi tahu caranya onta berhenti. Dari jauh PU berteriak: "Kalo mau berhenti bilang Innalillahi.."
Karena sudah jauh Mukidi tidak mendengar. Dan si unta terus berlari dengan kencang. Sampai akhirnya di kejauhan Mukidi melihat di depan ada jurang yang sangat dalam. Mukidi ketakutan, dan mencoba menghentikan onta: "Stop, stop, stoooop, stooop, oop, oop..!!"
Unta tetap berlari, jurang sudah terpampang di depan mata. "Mati gue!" kata Mukidi. Tahu dia akan jatuh kejurang dan mati.
Dalam kepanikannya dia berteriak: "Innalillahi..!!" sambil memejamkan mata pasrah. Unta mendadak berhenti. Dan ketika Mukidi membuka mata. Dia melihat persis di tepi jurang. Saking senangnya tidak jadi mati, Mukidi berteriak: "Alhamdullilah!"
PLUNG!!! .....
Mukidi cita-cita jadi tentara
Bu Guru bertanya: "Anak-anak, siapa yang mau masuk surga?"
Serempak Anak-anak menjawab, "Sayaaaa.."
Mukidi yang duduk di belakang diam saja.
Bu Guru bertanya lagi: "Siapa yang mau masuk neraka..??"
Anak-anak: "Tidak mauuuu....!!!"
Mukidi tetap diam saja.
Bu guru mendekat: "Mukidi, kamu mau masuk surga atau neraka...?
Mukidi: "Tidak kedua-duanya Bu Guru..."
Bu Guru: "Kenapa???"
Mukidi: "Habis waktu ayah saya mau meninggal, beliau berpesan, 'Mukidi... Apapun yang terjadi kamu harus masuk TENTARA...!!"
Mukidi berebut anak
Mukidi dan Ponikem baru saja bercerai dan sedang memperebutkan hak asuh anaknya.
Di ruang sidang pengadilan Ponikem dengan pedenya berkata: "Anak keluar dari perut saya, ya sudah pasti milikku"
Mukidi marah-marah dan menyanggah: "Kok lucu asal ngomong saja, memang kalau uang keluar dari ATM terus uangnya milik ATM? Jelas sudah pasti uangnya punya yang masukin kartu ATM dong."
Jaksa pun terbengong-bengong sambil manggut-manggut dan semua yang hadir di ruang sidang pun tertawa dan memberi tepuk tangan pada Mukidi.
Mukidi kok dilawan!!!
Mukidi dan Gajah
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Bel sekolah berbunyi dan para siswa pun langsung berlarian memasuki kelasnya masing-masing, termasuk Mukidi.
Mukidi memang sangat dikenal oleh para guru di sekolah itu. Anaknya sih enggak bandel-bandel amat. Namun, dia sangat populer sebagai anak yang nyebelin banget.
Siang itu Mukidi duduk di paling depan, karena salah satu bangku teman yang ada di depan tidak masuk. Kebetulan pelajaran hari itu adalah pelajaran Bahasa Indonesia. Ini adalah mata pelajaran yang paling disukai oleh Mukidi.
Nah pada kesempatan itu, Ibu Guru membuat tebak-tebakan nama hewan. Berikut dialognya:
Guru: "Anak-anak, apa nama binatang yang dimulai dengan huruf G?"
Mukidi berdiri dan menjawab: "Gajah, Bu Guru!"
Guru: "Bagus, pertanyaan berikutnya. Apa nama binatang yang dimulai dengan huruf D?"
Semua murid diam, tapi Mukidi kembali berdiri: "Dua gajah, Bu Guru..."
Grrrr.....semua murid tertawa.
Guru :"Mukidi, kamu berdiri di pojok sana!"
Ayo anak-anak kita lanjutkan. Pertanyaan berikut, binatang apa yang dimulai dengan huruf M?
Semua murid diam.
Tapi lagi-lagi Mukidi menjawab dengan tenang, "Mungkin Gajah..."
Guru: "Mukidi, kamu keluar dan berdiri di depan pintu!"
Mukidi keluar dengan sedih. Bu Guru melanjutkan.
Guru: "Pertanyaan terakhir. Anak-anak, binatang apa yang dimulai dengan huruf J?
semua diam.
Dari luar sayup-sayup terdengar suara Mukidi berteriak.
Mukidi : "Jangan-jangan Gajah, Bu..."
Saking kesalnya, Bu Guru menyuruh Mukidi pulang.
Guru : "Sekarang anak-anak, binatang apa yang diawali dengan huruf P?"
Sekali lagi semua murid terdiam. Tiba-tiba ponsel Bu Guru berdering.
Guru: "Ya hallo..."
Mukidi: 'Maaf Bu, saya Mukidi, jawabannya Pasti Gajah."
No Mercy
Mukidi melihat mbah Kartinem sedang kebingungan di kantor pos.
"Bisa saya bantu nek?"
"Tolong pasangin perangko sama tulis alamatnya nak."
"Ada lagi nek?"
"Bisa bantuin tulis isi suratnya sekalian?" Mukidi mengangguk. Si mbah lalu mendiktekan surat sampai selesai.
"Cukup nek?"
"Satu lagi nak. Tolong di bawah ditulis: maaf tulisan nenek jelek."
The Mask Effect
Menjelang Idul Fitri Markonah tertarik membeli kosmetik mahal asli Paris bukan beli dari MLM seperti teman-temannya. Kosmetik ajaib yang lebih mahal dari Bobbi Brown, Stila, dan Mac menurut salesgirlnya memberi garansi, pemakainya akan tampil jauh lebih muda dari usianya.
Setelah berjam-jam duduk di depan meja rias, mengoleskan kosmetik ‘ajaib’ nya, dia bertanya kepada Mukidi, sang suami:
“Mas, sejujurnya berapa tahun kira-kira usiaku sekarang?”
Mukidi memandang lekat-lekat istrinya tercinta.
“Kalau dilihat dari kulitmu, usiamu 20 tahun; rambutmu, hm…18 tahun….penampilanmu; 25 tahun…”
“Ah mas Mukidi pasti cuman menggoda,” Markonah tersipu manja.
Pulang Jumatan, Mukidi diajak ustad yang mengisi khutbah siang ini makan siang di Sederhana. Maklum amplop pak ustad siang ini cukup tebal.
"Ayo mas, sikat saja…" kata ustad, begitu makanan selesai dihidangkan. Bagaikan musafir yang menemukan air di padang pasir, Mukidi mengawali makan siangnya dengan ayam pop lengkap, lalu gulai kepala ikan, giliran berikutnya udang goreng yang menggoda. Pak ustad juga tak kalah gesit. Yang penting halal, lagipula mentraktir orang, besar pahalanya.
Mukidi melengkapi makan siang yang mengesankan itu dengan jus durian. Pak ustad memanggil pelayan untuk menghitung jumlah makanan yang mereka embat. Seperti biasa, si pelayan cekatan sekali menghitung tanpa kalkulator.
“Ustad, apa doanya sesudah makan?” tanya Mukidi sambil mencuci tangan “Astaghfirullah!” ustad berseru.
“Loh doanya sudah ganti ya? ko astaghfirullah?”
“Bukan! itu doa kalau melihat bon makan siang….”
Salah Sambung
Ketika waktu istirahat, Mukidi memasuki kantin karyawan di pabriknya pada hari pertama dia bekerja di perusahaan itu. Gadis pelayan kantin menyambutnya dengan ramah.
“Selamat siang mas Wakijan, mau makan apa?” Mukidi kaget atas sambutan akrab tadi walaupun dia kaget karena dipanggil sebagai Wakijan. Tadinya dia mau menjelaskan nama sebenarnya, namun karena pengunjung makin bertambah dan pelayan makin sibuk maka dia diam saja : “What is in a name?” pikirnya.
Mukidi memilih menu, lalu menunggu pesanannya.Makan siang berikutnya demikian pula, kembali si mbak pelayan melayaninya dengan akrab dan masih tetap memanggilnya Wakijan.
Hari berikutnya masih begitu, dan dia berusaha mendiamkan kekeliruan ini berlangsung terus, sampai sebulan kemudian karena merasa tidak tahan dengan kelirumologi itu, suatu kali makan siang dia sengaja tidak buru-buru kembali ke kantor dan mengajak bicara si mbak pelayan yang sok akrab itu.
“Mbak, dengarkan baik-baik ya, nama saya Mukidi bukan Wakijan!” Mukidi menjelaskan dengan mantap, “ingat ya, Mukidi..” sementara si mbak hanya senyam-senyum saja.
Keesokan harinya ketika istirahat makan siang si mbak kantin berlari-lari menyambutnya lebih semangat dari hari-hari sebelumnya.
“Mas Wakijan….mas Wakijan…ke sini deh saya bilangin..” si mbak menggandengnya dan menarik kursi duduk berhadapan, lalu:
“Mas Wakijan percaya nggak, kemarin ada orang miriiiip sekali sama mas Wakijan. Namanya Mukidi!” Mukidi hampir pingsan…