- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Diskriminasi Terhadap Kelompok LGBT dan Pemerintah Indonesia yang "Tutup Mata"


TS
benedic.dominic
Diskriminasi Terhadap Kelompok LGBT dan Pemerintah Indonesia yang "Tutup Mata"
Quote:

POS KUPANG.COM JAKARTA -- Pemerintah dinilai belum memiliki perhatian terkait maraknya peristiwa kekerasan dan tindakan diskriminatif terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Indonesia.
Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya kasus kekerasan terhadap kelompok LGBT yang berhasil dicatat oleh Arus Pelangi, sebuah organisasi masyarakat sipil yang kerap melakukan advokasi dalam isu-isu LGBT.
Salah seorang pegiat hak asasi manusia (HAM) dari Arus Pelangi, Yulita Rustinawati, memaparkan bahwa sejak Januari hingga Maret 2016, terdapat 142 kasus penangkapan, penyerangan, diskriminasi, pengusiran, dan ujaran kebencian yang ditujukan kepada kelompok LGBT.
Tahun 2013 tercatat 89,3 persen dari seluruh jumlah LGBT yang ada di Indonesia mengalami kekerasan psikis, fisik, dan budaya.
Yuli mengatakan, berdasarkan hasil penelitian Arus Pelangi, diketahui bahwa pelaku ujaran kebencian mayoritas adalah aparat negara yang kemudian membuat legitimasi kepada organisasi intoleran melakukan kekerasan kepada kelompok LGBT.
Seiring dengan semakin banyaknya kekerasan tersebut, muncullah gerakan masyarakat sipil yang memperjuangkan perlindungan HAM kelompok LGBT.
"Gerakan masyarakat sipil tersebut bermula dari kesadaran adanya diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh kelompok LGBT.
Kekerasan tersebut masih berlangsung hingga saat ini," ujar Yuli dalam diskusi bertajuk Politik, Keragaman, dan Keadilan Gender di Indonesia di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (21/8/2016).
Yuli menjelaskan, gerakan masyarakat sipil yang memperjuangkan hak kelompok LGBT sebenarnya sudah muncul sekitar tahun 1980-an di kota-kota besar, khususnya Jakarta.
Saat itu beberapa organisasi yang ada lebih banyak bergerak di lingkup kesehatan dan HIV/AIDS. Kemudian memasuki tahun 2000-an, muncul organisasi yang bergerak di bidang advokasi bagi kelompok rentan dan sulit mendapatkan akses keadilan.
Arus Pelangi menjadi salah satu organisasi tersebut. Yuli menuturkan, banyak kasus kekerasan yang menimpa kelompok LGBT sebagai korbannya. Namun karena keterbatasan kemampuan, akhirnya mereka tidak memperoleh keadilan yang seharusnya mereka dapatkan.
"Kami memang ingin membuat satu organisasi yang lingkup kerjanya melakukan advokasi bagi kelompok LGBT yang rentan dan sangat sulit mendapatkan akses keadilan," ungkap dia.
Antara stigma dan norma agama
Menurut Yuli, gerakan dalam memperjuangkan hak kelompok LGBT akan selalu menemui hambatan besar di masyarakat, selama stigma negatif terus ditujukan kepada orang-orang dengan orientasi seksual yang berbeda. Lesbian, gay, biseksual dan transgender kerap dipandang sebagai suatu penyakit yang harus disembuhkan.
Mereka, kata Yuli, seringkali tidak diperlakukan sebagai manusia yang memiliki hak asasi sejak lahir. Belum lagi mereka harus berbenturan dengan nilai dan norma agama yang selalu digunakan kelompok intoleran untuk melegitimasi kekerasan terhadap kelompok LGBT.
Yuli berpendapat, lahirnya resistensi di masyarakat terhadap kelompok LGBT disebabkan oleh kurangnya kesadaran bahwa manusia itu beragam. Menurutnya, keberagaman tidak hanya dilihat dari sisi suku, agama, ras dan golongan, tapi juga beragam dari sisi orientasi seksual serta identitas gender.
"Setiap orang memiliki hak untuk tidak setuju terhadap LGBT, namun akan bermasalah ketika ketidaksetujuan tersebut berlanjut ke tindak kekerasan dan penyebaran kebencian. Masyarakat harus bisa melihat dari sisi lain bahwa kelompok LGBT juga manusia yang memiliki hak asasi," tuturnya.
Mempertanyakam peran pemerintah
Dengan banyaknya tindakan kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok LGBT, muncul pertanyaan, bagaimana posisi Pemerintah saat ini dalam melindungi hak warga negaranya. Yuli menilai saat ini Pemerintah belum memberikan hak atas rasa aman dan hak atas kebebasan untuk berkumpul dan berserikat bagi kelompok LGBT.
Menurut Yuli, Pemerintah cenderung melakukan pembiaran atas peristiwa kekerasan yang terjadi. Yuli mencontohkan saat terjadi kasus penutupan secara paksa sebuah pesantren waria di Yogyakarta, pemerintah atau aparat penegak hukum tidak berusaha untuk memberikan perlindungan.
"Padahal secara jelas konstitusi menyatakan setiap orang, tanpa melihat latar belakang dan orientasi seksualnya, mempunyai hak untuk beribadah. Kenapa waria tidak bisa menikmati hak asasinya hanya karena memiliki identitas yang berbeda," kata Yuli.
Fakta tersebut diperkuat dengan adanya laporan yang dirilis oleh Human Rights Watch (HRW) beberapa waktu lalu. Dalam laporan berjudul "Permainan Politik Ini Telah Merusak Hidup Kami: Komunitas LGBT Indonesia Berada di Bawah Ancaman", HRW secara khusus mencermati kondisi LGBT di Indonesia.
Peneliti HRW Kyle Night mengatakan bahwa selama beberapa tahun belakangan kelompok LGBT hidup dalam kondisi yang penuh diskriminasi, kebencian, pelecehan, tindak kekerasan, prasangka bahkan seringkali mengalami ancaman pembunuhan.
Kondisi tersebut semakin parah sejak awal tahun 2016 seiring dengan banyak munculnya pernyataan diskriminatif dari beberapa lembaga, organisasi profesi dan institusi Pemerintah.
Kyle menyebut institusi seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Persatuan Dokter Jiwa, dan organisasi keagamaan memberikan kontribusi dalam memperburuk kondisi kehidupan LGBT karena mengeluarkan pernyataan bernada negatif.
KPI dan KPAI pernah mengeluarkan petunjuk penyensoran terhadap informasi dan tayangan yang terkait dengan LGBT. Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir pun pernah melarang keberadaan organisasi mahasiswa LGBT di beberapa kampus.
Pernyataan tersebut merupakan respons terhadap keberadaan Support Group and Research Centre on Sexuality Studies di Universitas Indonesia.
"Pernyataan dari beberapa pejabat dan institusi negara memberikan kontribusi terhadap banyaknya ancaman terhadap kelompok LGBT. Banyak LGBT yang mengalami diskriminasi akibat pernyataan diskriminatif dari pemerintah," ujar Kyle.
sumber


Cunbibab memberi reputasi
-1
34.2K
Kutip
325
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan