SOLO – Gemerlap hiburan malam menggoda siswi-siswi SMA ini untuk mencicipinya. Berbulan-bulan membohongi orang tua dilakukan agar rahasia profesi sebagai ladies escort (LC) atau pemandu karaoke tetap aman. Modus yang mereka pakai juga beragam.

Nyala lampu kerlap-kerlip menghiasi salah satu room karaoke di Solo bagian barat. Baru duduk sebentar, dua perempuan belia dengan riasan tidak terlalu tebal masuk room.

Pakaian minim dan cenderung terbuka mengaburkan status mereka sebagai pelajar. Tak lagi canggung atau malu-malu. Yang ada hanya perempuan belia dan siap menemani tamu-tamu karaoke.

“Saya mulai jadi LC dari SMP,” ujar Angel (nama samaran) yang saat ini duduk di bangku SMA.

Pengaruh pergaulan. Itu menjerat Angel. Berawal dari iseng bersenang-senang dengan tamu yang juga teman sepermainannya, dia kebablasan. “Dulu itu (nominal booking) berapa saja diterima. Yang nge-job juga teman sendiri jadi sama-sama senang,” ungkapnya.

Makin lama, Angel kian berpengalaman. Iseng menjadi LC, berubah menjadi profesi. Lebih dari satu tahun, orang tua Angel tak menyadari bahwa putrinya akrab dengan dunia malam yang penuh risiko. Mereka hanya tahu selama ini putrinya bersekolah seperti biasa dan baik-baik saja.

Ini karena Angel menyimpan rapat-rapat rahasianya. “Tugas (sekolah) dikerjakan dulu. Pulang sekolah baru nge-job (jadi LC). Maksimal sampai pukul 23.00. Biar paginya bisa bangun dan tidak terlambat sekolah. Nge-job-nya juga nggak tiap hari. Kalau longgar,” urai Angel.

Dalam setengah hari itu, dia bisa menemani 4-5 pelanggan karaoke dengan tarif sekitar Rp 100 ribu per jam. Nominal yang cukup besar bagi anak sekolah. Tapi tak sepeser pun tersisa untuk hal positif. “Saya itu boros. Kalau ada uang pasti main atau beli barang,” terang Angel.

Orang tua sama sekali tidak curiga? Angel menggelengkan kepala. Uang hasil dari LC selalu dibawanya ke mana-mana. Dia juga menyembunyikan pakaian-pakain seksi koleksinya. “Saya laundry-kan. Kalau tahu (orang tua), bisa habis,” ungkap dia.

Apakah siswi yang menjadi LC marak? Angel tak mengetahuinya. Sebab dia bekerja sendiri. “Saya cari sendiri (tamu) dari mulut ke mulut. Tidak ada komunitas atau penghubungnya,” kata Angel.

Profesi serupa dilakoni Cathy (nama samaran), juga dari SMP hingga sekarang SMA. Untuk menemani karaoke pelanggan, dia dia mematok tarif Rp 150 ribu per jam.

“Agak tinggi (Tarif), nggak masalah. Kalau mau ya monggo, nggak ya silakan,” ucapnya enteng.

Cathy sengaja memasang tarif tinggi karena kliennya sebagian besar adalah pria dewasa yang sudah bekerja. “Kalau sudah om-om, pasti tidak protes soal bayaran,” imbuh dia.

Lagi-lagi, pergaulan yang menjerat Cathy ke dunia malam. Banyak teman-temannya berprofesi sebagai LC. Para LC belia tersebut biasa berkumpul di salah satu titik kawasan kota Solo. Dari tempat itulah, Cathy mengenal mereka.

“Sehari nge–job dari pukul 16.00 sampai 22.00 bisa dapat Rp 800 ribu. Uangnya cuma untuk main dan senang-senang,” ucapnya.

Agar rahasianya tak terendus orang tua, Cathy menerapkan beribu cara. Usai sekolah sekitar pukul 14.30, dia tak ke mana-mana dan langsung pulang ke rumah. Ketika ada “panggilan”, dia berpura-pura berpamitan mengerjakan tugas sekolah bersama teman-temannya.

Tas sekolah berisi buku pun ditenteng. Tapi ternyata didalamnya juga terselip pakaian seksi yang akan dikenakan untuk menemani tamu berkaraoke. “Tasnya saya titipkan di rumah teman. Kemudian ganti pakaian,” jelas dia.

Tidak takut dengan risiko menjadi LC? Cathy mengatakan harus pintar-pintar jaga diri. “Kalau ditawari minum paling bir. Ciu saya nggak mau,” tegasnya.

Pengalaman kurang menyenangkan pernah dialami Cathy saat menemani tamu yang mabuk minuman keras. Si tamu berusaha melakukan tindak asusila di dalam ruang karaoke.

“Kalau sudah seperti itu, saya nggak mau. Kalau nemenin karaoke, ya karaoke aja. Jangan pakai pegang-pegang,” tutupnya. (ves/wa)

Sumber: [url]http://suarasolo.com/liku-liku-siswi-sma-nyambi-jadi-ladiesS E N S O R/2/[/url]

Waaaaaahhh... Duuuuuuuhhhhh...