Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

cingelingAvatar border
TS
cingeling
Kisah Bocah di Kursi Oranye


Gambar mengerikan dari kondisi seorang anak yang tertutup abu dan lumuran darah menjadi begitu viral di media sosial, dan mengejutkan dunia.


Meskipun ada banyak gambar mengerikan dari Suriah, kenapa gambar ini menjadi begitu cepat viral? Apakah gambar-gambar yang lain kurang mengerikan? Kenapa gambar ini muncul bertepatan dengan kondisi teroris yang semakin terdesak dari kepungan pasukan pemerintah, dan tidak ada pilihan kecuali menyerah atau mati? Apakah ini sebuah taktik belaka untuk mencari simpati dunia agar mereka dapat keluar dari pengepungan? Bukankah korban berada di daerah yang dikuasai teroris?


Coba teliti kembali siapa fotografer dan videografer yang mengambil gambar dan mefilmkan bocah di di kursi oranye itu?


Mahmoud Raslan, seorang wartawan foto yang mengambil gambar tersebut, mengatakan kepada Associated Press bahwa para pekerja darurat dan wartawan mencoba untuk membantu anak tersebut, yang diidentifikasi sebagai Omran Daqneesh, 5 tahun, bersama dengan orang tua dan tiga saudara-saudaranya, yang berumur 1, 6 dan 11 tahun.

Namun pertanyaan sebenarnya, siapa Mahmoud Raslan?
Jika ditelusuri di internet “Mahmoud Raslan”, orang yang mengklaim sebagai “wartawan foto” pengambil gambar dan video diatas, tidak ditemukan, kecuali untuk gambar atau video bocah itu. Tak ada foto atau video mengenai perang Suriah atas nama wartawan foto tersebut. [Baca; VIRAL! Drama Kebohongan Terbaru White Helmet “Bocah Terluka di Kursi Oranye”]

Catatan media sosial Raslan lainnya, terlihat dalam sejumlah twets anehnya yang menunjukkan ironi dan kompleksitas konflik Suriah. Fotografer itu juga telah memposting foto dirinya yang berpose dengan anak 12 tahun Palestina yang disembelih oleh kelompok militan Nureddin al-Zenki.


Setidaknya salah satu dari dua orang pemenggalan anak itu telah teridentifikasi dengan jelas. Pria tepat di belakang Raslan dalam gambar selfie di sebelah kiri adalah Umar Salkho. Ia sering digambarkan media Arab sebagai pemimpin Gerakan Zenki, kelompok yang bertanggung jawab atas rekaman video yang diunggah ke internet pada 19 Juli 2016. Ironisnya, kelompok Zenki didukung AS, maka tidak mengherankan jika hasil jepretan mereka dapat begitu cepat menjadi viral dan menggemparkan dunia.

Raslan yang mengidentifikasi dirinya sebagai aktivis media di Suriah, di Facebook-nya atau sebagaimana yang diberitakan media-media mainstream, pernah membuat beberapa pernyataan publik dengan memuji-muji pelaku bom bunuh diri.

Di bawah ini screenshot dari halaman Facebook Raslan yang berbunyi sebagai berikut;


“Bersama pejuang bunuh diri, dari tanah pertempuran, para martir dari Aleppo, kami membawa kabar gembira akan datangnya suka cita (kemenangan), dengan izin Allah”.

Dalam status Facebook lainnya, ia menulis demikian;


“Ribuan pejuang bunuh diri dan puluhan bom sedang dipersiapkan untuk pertempuran besar di Aleppo. Pertempuran di mana saya untuk pertama kalinya melihat orang-orang menangis karena mereka tidak dapat berpartisipasi sebagai penakluk”.

Masih banyak video dan gambar di akun media sosial milik Raslan yang bisa dijadikan bukti bahwa dia adalah seorang teroris, dan banyak melakukan propaganda untuk menyudutkan pemerintah Suriah dan sekutunya, serta mencari simpati dunia dengan rekayasa dibalik baju relawan seperti White Helmet.

Suriah telah menjadi keruh dengan perang propaganda, di mana semua pihak kini bersaing untuk menunjukkan kepada dunia sebagai orang yang tertindas. Fakta ini seharusnya membuat kita waspada dan hati-hati serta kritis dalam menanggapi video atau gambar dari anak-anak yang tidak bersalah ditampilkan dalam gambar tersebut. Bukan kita tidak terenyu atau tidak bersimpati pada anak itu, tapi motif mereka yang memuliakan kebrutalan ketika memotret korban


Sekedar memberikan berita pembanding, silahkan baca analisis di sini
Beberapa poin yang ambil dari artikel tsb:
1. Di artikel ini ada analisis foto dan video, serta pembandingan dengan foto seorang anak yang ‘asli’ korban bom tapi tidak diberitakan luas.
2. Jurnalis yang disebut mengambil foto si bocah (Omran Daqneesh) bernama “Mahmoud Raslan”, tapi jika di-google, tidak ada rekam jejak karyanya yang lain.
3. Beberapa keanehan: si bocah terlihat dibawa ke dalam ambulan yang baru (in a brand new, very well equipped ambulance). Ada sekitar 15 pria berdiri di tempat itu dan tidak melakukan apapun (perhatikan: mrk katanya berada di lokasi yang “baru saja dibom”, tidak takut ada bom susulan?). Minimalnya ada 2 laki-laki disamping si videografer yang mengambil foto/video.
4. Di video diperlihatkan bahwa relawan yang menolong adalah White Helmets yang baru-baru ini mengajukan diri untuk menjadi pemenang Nobel Perdamaian 2016 (baca tulisan saya sebelumnya ttg siapa funding WH dan bahwa personel WH tak lain dari “jihadis” Al Qaida/Al Nusra yang berganti baju).

Seiring dengan waktu, tak lama kemudian terungkap siapa Mahmud Raslan. Dia ternyata jihadis, pernah berpose dengan Nurudin Zanki (jihadis yang menyembelih bocah Palestina, yang sempat membuat heboh beberapa waktu yang lalu).

Berikut kompilasi foto yang diposting di FB oleh Dr. Tim Anderson (akademisi asal Australia):


Apakah Media Mainstream Selalu Benar/Selalu Salah?

Seorang komentator FB yang setau saya tingkat pendidikannya cukup tinggi, menyanggah status saya sebelumnya ttg White Helmets dan Bocah di Kursi Oranye dengan hujatan ‘delusional’ plus argumen kurang-lebih “semua media besar sudah memberitakan, kok menganggap kejadian si bocah itu palsu?” [sambil nyindir pulak: kecuali media Iran dan Rusia]. Padahal yang saya lakukan hanya memberikan pengimbangan berita yang berupa analisis video. Alih-alih memberi analisis sanggahan, dia malah ber-logical fallacy.

Dalam ilmu logika, argumen seperti itu masuk kategori kesalahan (fallacy) jenis “argumentum ad populum” (menganggap sesuatu itu benar hanya karena banyak orang mempercayainya). Atau bisa juga masuk ke “argumentum ad verecundiam” (menganggap sesuatu itu benar karena ada pakar atau institusi yang dianggap ‘hebat’ yang mengatakannnya).

Coba pikir, apakah hanya karena semua media mainstream memberitakan, sebuah berita DIPASTIKAN benar?
Belum luput dari ingatan, betapa seluruh media mainstream memberitakan bahwa Irak menyimpan senjata pembunuh massal. Atas alasan itu AS dan sekutunya menggempur Irak pada 2003, menggulingkan Saddam Husein, mendudukinya sampai sekarang. Data 2013, sedikitnya ada setengah juta orang Irak tewas akibat pendudukan AS sejak 2003. Pada 2011, dari mulut para pemimpin AS sendiri, muncul pengakuan: TIDAK ADA SENJATA PEMBUNUH MASSAL di Irak.

Di era digital ini, kebohongan akan terus terekam, tak terhapus.Dalam video ini, kedua versi pernyataan mereka disandingkan (awalnya bilang ada senjata pembunuh massal, lalu tahun 2011 bilang “tidak, saya tidak pernah bilang begitu”).

Sekedar info tambahan, versi lengkap video itu saya tayangkan dalam diskusi di sebuah kampus. Saat itu saya diundang oleh organisasi mahasiswa sebut saja, ABC. Di luar ruangan, organisasi mahasiswa yang lain, XYZ, menggedor-gedor, memblokir pintu masuk, berusaha membubarkan acara. Panitia sudah mengundang mereka untuk duduk di dalam, ikut diskusi. Saya juga tidak takut sama sekali, ayo adu data dan argumen. Eh, mereka tidak mau. Ya beginilah perilaku sebagian dari kita. Menyedihkan, padahal sudah ‘makan’ kuliahan.

Ini bukan cuma soal Suriah. Poin pentingnya ada di “kesalahan berpikir”; yang sangat berpengaruh pada bagaimana orang Indonesia memikirkan dan menganalisis situasi di negeri sendiri.

Note:
1. Bukan berarti apapun yang berasal dari media mainstream harus ditolak dan apapun yang dikatakan media anti-mainstream musti diterima. Kita fokus pada isi, bukan “siapa”. Contoh kasus, buku saya Prahara Suriah pun banyak mengambil sumber dari media mainstream (terutama mengenai aktivitas para “jihadis” karena dulu cuma wartawan dari media mainstream yang bisa masuk dengan aman ke wilayah jihadis), tapi dianalisis dan ditriangulasi dengan data&dokumen yang lain.

2. Apa sih tujuan kebohongan tersebut? Utk kasus Irak (2003) dan Libya (2011), tujuannya mencari dukungan publik dan PBB agar AS dkk diizinkan menginvasi kedua negara itu. Untuk kasus Suriah (2016), tujuannya agar publik dan PBB mendukung diberlakukannya no-fly-zone di Suriah.

Diubah oleh cingeling 20-08-2016 14:35
0
2.3K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan