Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam Musyawarah Masyarakat Adat Batak 2016, di Simalungun, Parapat, Sumatera Utara, Sabtu (30/7). Menurut JK, sistem dwi kewarganegaraan bisa saja diterapkan di Indonesia karena banyak WNI yang pergi ke luar negeri untuk mencari pengalaman.




Wacana Dwi Kewarganegaraan makin kencang setelah ramai dengan kasus mantan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar dan anggota Paskibraka Gloria Natapradja Hamel.

Pemerintah Indonesia memperbesar peluang revisi terhadap Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan arah kajian dari pemerintah adalah menerapkan sistem dwi kewarganegaraan. "Memang sedang dibicarakan soal dwi kewarganegaraan karena di dunia trennya begitu," kata Jusuf Kalla yang akrab disapa JK, Kamis (18/8) seperti dipetik dari CNN Indonesia.

Menurut JK, sistem dwi kewarganegaraan bisa saja diterapkan di Indonesia karena banyak WNI yang pergi ke luar negeri untuk mencari pengalaman. Orang-orang tersebut biasanya memiliki talenta sehingga tenaganya dibutuhkan di luar negeri.

Namun keputusan akhir revisi UU Kewarganegaraan tergantung pada komunikasi antara pemerintah dan DPR RI. "Nantilah biar dibicarakan," katanya.

Saat ini revisi UU Kewarganegaraan memang sudah masuk dalam agenda Program Legislasi Nasional di DPR. Tapi bukan termasuk legislasi yang mendesak. Revisi aturan yang digagas DPR ini masuk dalam Prolegnas jangka 2014-2019.

Tahun lalu, saat berkunjung ke Amerika Serikat, Presiden Joko Widodo sudah menegaskan revisi ini di depan masyarakat dan diaspora Indonesia di Wisma Tilden Washington DC, Amerika Serikat. Jokowi berjanji akan mendorong pembahasan revisi UU Kewarganegaraan bagi anak hasil perkimpoian campur.

Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, pemerintah berpihak pada diaspora di luar negeri. Sebab potensi diaspora untuk mendukung pembangunan nasional sangat besar. "Kami kaji dan saya sudah sampaikan juga ke Menkumham, kalau Presiden mengatakan begitu arahnya sudah jelas mau ke mana," ujar Retno (26/10/2015) seperti dikutip dari Liputan6.com.

Namun, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan bukan untuk menjadikan Indonesia menjadi negara penganut dwi kewarganegaraan.

"Tidak bisa serta-merta, enggak bisa kemudian ada perubahan UU menjadi Dwi-kewarganegaraan," ujar Wiranto, Kamis (18/8), seperti ditulis Kompas.com.

Menurut Wiranto, perubahan prinsip warga negara tunggal menjadi warga negara ganda bukan perkara mudah. Perubahan itu pasti melalui proses panjang dan penuh pertimbangan yang matang.

Sebab, prinsip kewarganegaraan tunggal yang telah dianut Indonesia melalui proses historis panjang dan dalam. Menurut Wiranto, jika tidak hati-hati, Dwi Kewarganegaraan nanti justru menjadi bumerang. "Kita ini beda dengan Amerika Serikat dan Eropa," ujar Wiranto.

Dalam urusan kewarganegaraan, Indonesia menganut asas asal keturunan alias Ius Sanguinas. Artinya, kewarganegaraan seorang anak ditentukan oleh asal orang tua biologisnya. Lawan Ius Sanguinas adalah Ius Soli alias tanah kelahiran, yakni kewarganegaraan seorang anak ditentukan di mana dia dilahirkan.

Dengan dua asas ini, anak yang lahir di sebuah negara dengan asas Ius Sanguinas, tapi lahir dari orang tua yang menganut Ius Soli, maka ia tak memiliki kewarganegaraan (Apatride). Sedangkan anak yang lahir di negara yang menganut asal Ius Soli, tapi orang tuanya berasal dari negara yang memakai Ius Sanguinas, maka ia punya kewarganegaraan (Bipatride).



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...ewarganegaraan

---