Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yuniansyah09Avatar border
TS
yuniansyah09
Transformasi Jiwa (part 1)



Jiwa yang penuh misteri

Suasana cafe menjadi kebahagiaan tersendiri untuk sebagian orang, namun tidak bagiku. Aku datang dengan sejuta tanya akan wanita itu. Bagaimana tidak, gadis tinggi besar yang selalu mengenakan jemper dan headset di telinganya itu selalu berhasil memaksa otakku untuk memikirkannya. Bukan karena anggunnya, cantiknya, atau seksinya, melainkan misterinya. Entah dari sudut mana aku melihat bahwa aura misterinya justru terlihat menarik. Hal yang tidak penting bagi kebanyakan orang, namun terlihat menantang bagi sedikit orang, khususnya aku.
Anjela namanya. Dia merupakan mahasiswi jurusan perbankan di Universitas Dornwich. Entah dari mana dia berasal. Jangankan aku yang berbeda jurusan, teman sekelasnya pun tak tahu-menahu tentang itu. Parahnya, aku harus membayar sebuah kue tart pada teman sekelasnya hanya untuk mengetahui namanya. Anjela memang terkenal pendiam dan misterius. Kata temannya, dia suka musik serta memiliki suara yang indah. Mata besarnya tertutup poni panjang yang menjadikannya terlihat samar, sama seperti kepribadiannya.
Semangkuk sup tomat menemaniku tatkala hawa dingin melanda siang ini. Cuaca ekstrim ini membuat tulang-tulangku linu. Mereka bergerak seakan tak menemukan sendinya. Kupejamkan mata sejenak. Kutahan nafasku seraya berharap memperoleh sedikit kehangatan darinya.
“Apa yang kau lakukan? Kau harus menggantinya!”
Suara berisik itu lekas memecah fokusku. Di meja samping, terlihat si pemilik kantin sedang memarahi salah satu pengunjung. Matanya terlihat membesar. Urat di lehernya tak lupa keluar. Tangannya bergerak menunjuk-nunjuk penuh emosi. Perkataannya yang kasar dan lantangnya menunjukan bahwa ia sedang larut dalam kubangan amarah tingkat tinggi. Tanpa menghiraukan keadaan sekitar, dia memukul meja disampingnnya hungga seisi meja tumpah di lantai. Semua pengunjung hanya bisa terdiam melihatnya. Sungguh, kemarahan sempurna dari si pemilik kantin.
Sementara itu, seorang gadis nampak tertunduk lesu sambil merapikan serpihan mangkuk kaca di lantai. Wajahnya tak luput dari rona ketakutan dan kesedihan. Ya! Dialah orang yang telah membuat si pemilik kantin marah besar. Saat dia berdiri, otakku merespon cepat akan wajah itu. Tak salah lagi, dia adalah Anjela. Ia tak berkutik menerima ucapan pedas si pemilik kantin. Segera kudekati mereka. Kutarik si pemilik kantin untuk berbicara berdua. Setelah beberapa saat, masalah itu berakhir dengan damai. Dan si pemilik kantin pun melanjutkan aktifitas seperti biasanya.
“Duduklah! Mari kita berbincang sebentar”, ajakku pada Anjela.
Gadis itu diam membisu. Kepalaya masih tertunduk layu. Tubuh besarnya nampak menyatu degan rasa ketakutan yang mendalam. Matanya melirik kiri-kanan seakan sedang dibuntuti sesuatu.
“Kau aman bersamaku. Akan kupesankan satu sup tomat untuk menghangatkan tubuhmu dari cuaca yang ekstrim ini”.
“Aku sudah terbiasa seperti ini. Maaf, bukan aku tak sudi bercakap denganmu. Mungkin kita bisa melanjutkan ini di tempat lain”.
“Apa maksudmu?”
“Kalau mau, tunggulah aku di cafe burgess jam 8 malam, di meja nomor 13!”
“Hei tunggu!”
Seketika gadis itu berlari tanpa sempat kuhalangi. Dengan seribu pertanyaan yang mengganjal, aku kembali duduk di mejaku dan berdiam untuk beberapa saat. Kulihat arlojiku. Angkanya menunjukan pukul 11 pagi. Aku segera pergi tanpa menghabiskan sup favoritku itu. Sebuah alasan masuk akal disaat teringat janjiku pada Marchel untuk mencari literatur di perpustakaan jam 9 tadi.
Marchel adalah sahabat sekaligus tetanggaku. Kami bersama sejak umur 5 tahun. Kedekatan kami kian terbangun ketika bersekolah di tempat yang sama. Hanya dia yang memahamiku disaat teman lain mengira aku autis, atau tepatnya kurang berjiwa sosial. Aku hanya asyik belajar dan belajar, hingga aku tak peduli akan sekitar. Untuk berteman saja, aku sangat pemilih. Hanya orang yang berpengetahuan tinggi saja yang akan kudekati. Bagiku, tak ada untungya jika berteman dengan orang bodoh yang tak mengerti apa-apa. Dan hanya Marchel yang mampu mengimbangiku untuk itu.
Berjam-jam sudah kuhabiskan waktu untuk membaca dan mencari literatur di perpustakaan. Aku di pojok kiri dan Marchel di pojok kanan. Formasi andalan kami ketika dia mengerti bahwa aku tak ingin terganggu olehnya. Kami sering menghabiskan waktu disini hingga petang menjelang. Terlarut dalam keheningan yang penuh dengan konsentrasi. Keseriusan kami pecah saat penat dalam tubuhku memaksa untuk beranjak petang itu.
“Marchel, kau pulang duluan saja! Aku masih ada janji dengan temanku”.
“Padahal aku ingin mengajakmu menyantap salad favoritku Strauss”.
“Semua rasa sayuran seperti itu. Tak ada yang spesial”.
“Memang kau manusia tak memiliki rasa. Strauss, si anak logis yang autis. Ya, itulah kamu”.
“Banggalah dengan rasamu itu”.
“Baiklah, sampai jumpa esok kawan”.
Sepeniggal Marchel, aku lekas menuju cafe burgess. Tubuh yang letih tak kuhiraukan lagi. Fokusku hanya tertuju pada beribu pertanyaan yang mengganjal tentang gadis misterius itu. Semua yang dilakukannya tak masuk akal. Hanya kata “mengapa” yang selalu terfikir selama perjalanan kesana.
Kini, aku telah berada di tempat sesuai dengan permintaan gadis itu. Kulihat jam di dinding menunjukan jam 7.30. Aku diam bersama lemon hangat didepanku. Pikiranku mencoba melogiskan apa yang dilakukan gadis itu. Anehnya, beribu rumus dan teori yang kupakai tak jua menjumpai hasil. Semakin aku mencarinya, semakin pula aku terjebak olehnya. Sungguh misteri.

***
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 3 suara
Kesan dan saran agan?
Menarik
33%
Perlu dilanjut
67%
Setengah indah
0%
Kurang nendang
0%
Cukup sampai disini
0%
Diubah oleh yuniansyah09 18-08-2016 11:00
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.5K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan