Hallo
Selamat sore gan selamat datang di trit ane,ketemu ama ane jangker yg mencoba membuat trit copas tanpa susah payah.
langsung aja gan. Ane sharing trit copas ini tentang bahasa ngapak gan. Tau kan ngapak.. itu lah yg kalo ngomong. Koe wis mangan durung,pengrasane ora kencot awit esuk ora mangan
Kaya gitu lah gan kiranya.
Oke lah gan mari simak trit copas ane ini.
Quote:
Aja kaya kuwe, enyong, maning, kepriwe, kencot, dll adalah sebagian kosakata unik dialek Ngapak.
Sebagai orang ngapak, saya penasaran dengan asal-usul bahasa ngapak sebagai bahasa “ibu”. Kalau Anda belum tahu dialek Ngapak, dengarlah cara bicara Parto Patrio atau Cici Tegal. Dialek Ngapak ini mempunyai ciri khas dengan akhiran kata “a” tetap dibaca “a” bukan “o” ,
Contohnya: Sapa (Ind: Siapa) tetap dibaca Sapa. Selain itu akhiran kata “k” dilafalkan “k’’ yang mantap. Dialek Ngapak ini meliputi wilayah setengah provinsi Jawa Tengah (Cilacap, Tegal,Bumiayu, Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Banjarnegara, sebagian Wonosobo, Pemalang, sebagian Pekalongan), Cirebon, Indramayu, sebagian daerah Banten (Utara).
Karena penasaran, saya mencoba menghimpun semua tulisan yang berkaitan dengan bahasa Ngapak dari berbagai sumber (internet). Semua tulisan ini bukan bermaksud untuk membanggakan diri sebagai orang Jawa atau Ngapak tetapi sebagai sikap menghargai warisan budaya leluhur.
Berdasarkan sumber berbagai tulisan di internet, kesimpulan mengenai bahasa Ngapak antara lain:
Dialek Ngapak ini berhubungan dengan asal-usul orang Banyumas yang berasal dari Kutai yang kemudian mendirikan Kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh ini berdiri sebelum kerajaan Mataram Kuna. Menurut sejarah, Kerajaan Galuh adalah wilayah merdeka. Oleh sebab itu, saat itu wilayah Galuh disebut sebagai mancanegara oleh orang-orang Kerajaan Mataram. Kemungkinan karena inilah dialek Ngapak bebas dari pengaruh dialek “Mbandhek” / Jawa Wetanan.
Dialek Ngapak ini diindikasikan sebagai bahasa Jawa yang masih terdapat unsur Bahasa Sansekerta. “Bhineka Tunggal Ika” merupakan salah satu contoh bahasa Sansekerta dengan akhiran tetap dibaca “a” sebagaimana dialek Ngapak.
Dialek Ngapak merupakan identitas kebudayaan suatu daerah yang bebas dari budaya feodalisme dan budaya asli yang bebas dari pengaruh rekayasa politik (Kerajaan). Hal ini dapat dilihat dari karakter khas orang Banyumas yang egaliter dan blakasuta (blak-blakan).
ASAL USULNYA
Quote:
Asal usul dialek Ngapak tidak terlepas dari sejarah asal usul orang Banyumas. Setelah ditelusuri lewat beberapa sumber, nenek moyang orang Banyumas berasal dari Kutai, Kalimantan Timur pada masa pra-Hindu. Berdasarkan catatan Van Der Muelen, pada abad ke-3 sebelum Masehi pendatang tersebut mendaratdi Cirebon kemudian masuk ke pedalaman. Sebagian menetap di Gunung Cermai dan sebagian lagi menetap di sekitar lereng Gunung Slamet serta lembah sungai Serayu. Pendatang yang menetap di gunung Cermai selanjutnya mengembangkan peradaban Sunda. Sedangkan pendatang yang menetap di sekitar gunung Slamet kemudian mendirikan kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh Purba diyakini sebagai kerajaan pertaman di Pulau Jawa dan keturunannya menjadi penguasa-penguasa di kerajaan Jawa selanjutnya.
Kerajaan Galuh Purba berdiri pada abad ke-1 Masehi di Gunung Slamet dan berkembang pada abad ke-6 Masehi dengan kerajaan-kerajaan kecil diantaranya:
-Kerajaan Galuh Rahyang lokasi di Brebes, ibukota di Medang Pangramesan.
-Kerajaan Galuh Kalangon lokasi di Roban, ibukota di Medang Pangramesan.
-Kerajaan Galuh Lalean lokasi di Cilacap, ibukota di Medang Kamulan.
-Kerajaan Galuh Tanduran lokasi di Pananjung, ibukota di Bagolo.
-Kerajaan Galuh Kumara lokasi di Tegal, ibukota di bagolo.
-Kerajaan Pataka, lokasi di Nanggalacah, ibukota di Pataka.
-Kerajaan Galuh Imbanagara lokasi di Barunay (Pabuaran), ibukota di Imbanagara.
-Kerajaan Galuh Kalingga lokasi di Bojong, ibukota di Karangkamulyan.
-Kerajaan Galuh Purba mempunyai wilayah kekuasaan yang lumayan luas, mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kedu, Kebumen, Kulonprogo, dan Purwodadi.
Quote:
Berdasarkan prasasti Bogor, karena pamor kerajaan Galuh Purba menurun (kalah pamor dynasti Syailendra di Jawa Tengah yang mulai berkembang) kemudian ibukota kerajaan Galuh Purba pindah ke Kawali (dekat Garut) kemudian disebut Kerajaan Galuh Kawali.
Pada masa Purnawarman menjadi Raja Tarumanegara, kerajaan Galuh Kawali menjadi kerajaan bawahan Tarumanegara. Pada saat Tarumanegara diperintah oleh Raja Candrawarman, kerajaan Galuh Kawali kembali mendapatkan kekuasaannya kembali. Pada masa Tarumanegara diperintah oleh Raja Tarusbawa, Wretikandayun (raja Galuh Kawali) memisahkan diri (merdeka) dari Tarumanegara dan mendapat dukungan dari Kerajaan Kalingga, kemudian menjadi Kerajaan Galuh dengan pusat pemerintahan Banjar Pataruman. Kerajaan Galuh ini yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Pajajaran di Jawa barat.
Meskipun dalam perkembangannya Kerajaan Galuh Purba berkembang menjadi Kerajaan besar yaitu Kalingga di Jawa Tengah dan Galuh di Jawa Barat, hubungan keturunan Galuh Purba tetap terjalin dengan baik dan terjadi perkimpoian antar Kerajaan sehingga muncul Dinasti Sanjaya yang kemudian mempunyai keturunan raja-raja di Jawa.
Berdasarkan kajian bahasa yang dilakukan oleh E. M Uhlenbeck, 1964, dalam bukunya: “A Critical Survey of Studies on the Language of Java and Madura”, The Hague: Martinus Nijhoff, bahasa yang digunakan oleh “keturunan Galuh Purba” masuk ke dalam Rumpun Basa Jawa Bagian Kulon yang meliputi: Sub Dialek Banten Lor, Sub Dialek Cirebon/Idramayu, Sub Dialek Tegalan, Sub Dialek Banyuma, Sub Dialek Bumiayu. Dialek inilah yang biasa disebut dengan Bahasa Jawa Ngapak.
Bahasa Ngapak Dianggap Lucu Atau Bahasa Rendahan
Quote:
Karakter orang Banyumas yang egaliter merupakan sisi positif sehingga jarang kita temui orang Banyumas yang merendahkan/mengolok-olok bahasa atau dialek orang lain. Mungkin justru sebaliknya karena sikap feodalisme sebagian orang Jawa menganggap dialek bahasa Jawa Ngapak sebagai bahasa yang lucu dan rendahan. Ada pandangan stereotip yang menganggap sebagian besar generasi muda Banyumas merasa inferior (rendah diri) ketika menggunakan bahasa Ngapak. Hal ini bisa dilihat bagaimana bahasa yang digunakan oleh orang Banyumas saat berinteraksi dengan orang Jawa Wetan. Kalau tidak menyesuaikan diri dengan membandhekan ke-ngapakannya dipastikan menggunakan bahasa Indonesia dalam berinteraksi dengan orang yang berbahasa Jawa Wetan. Menurut saya, ini bukanlah suatu hal yang negatif tetapi sebagai bentuk adaptasi orang Banyumas dengan orang dialek bahasa lain. Oleh sebab itu, sering saya temui orang Banyumas di Jakarta menggunakan dialek Betawi, orang Banyumas di Yogyakarta menggunakan dialek Mbandhek, dan ketika bertemu dengan orang sesama Banyumas kembali menggunakan bahasa dialek Ngapaknya. Justru suatu hal yang buruk jika sesama orang Banyumas berdialog dengan tidak menggunakan dialek Ngapaknya. Oleh sebab itu, saya menyarankan kepada generasi muda Banyumas untuk melestarikan dialek Ngapak dengan menggunakan dialek Ngapaknya saat ngobrol dengan sesama orang Banyumas. Selain itu, kepada sebagian orang yang menganggap dialek Ngapak sebagai bahasa Lucu atau Rendahan mari kita saling menghargai kebudayaan orang lain. (Sumber: http://kem.ami.or.id/2011/08/mempert...tunggal-ika/).
Quote:
Ya kiranya begitu gan hasil copasan ane.
Udah segitu aja gan, semoga terhibur dengan hasil copasan ane.
Selamat sore,selamat malam minggu.