BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Kejahatan jasa keuangan meningkat, waspadai penipuan siber

Ilustrasi kejahatan siber
Berkembangnya teknologi ternyata belum mampu mengurangi tingkat kejahatan global yang menyasar sektor jasa keuangan.

Hal ini bisa terlihat dari sebuah survei yang dilakukan perusahaan konsultan keuangan, Price Waterhouse Coopers (PwC), yang mengukur tingkat kejahatan jasa keuangan dalam 24 bulan terakhir. Kejahatan jasa keuangan yang dimaksud meliputi sektor perbankan, pasar modal, dan asuransi.

Dari 1.513 responden yang disurvei, 46 persennya mengaku mereka menjadi korban kejahatan selama rentang waktu dua tahun belakangan tersebut. Angka itu menambah catatan panjang tingkat kejahatan jasa keuangan yang terus meningkat sejak 2009.

Pada 2009 hingga 2011, tingkat kejahatan jasa keuangan tercatat mencapai 44 persen, sementara di 2014 tingkat kejahatan naik tipis ke posisi 45 persen.

Biaya yang ditimbulkan karena dampak kejahatan ini juga meningkat. 46 persen responden mengaku menderita kerugian sebesar USD100.000 (sekitar Rp1,3 miliar), dan 24 persen lainnya menderita kerugian antara USD100.000 hingga USD1 juta (hingga Rp13 miliar) untuk setiap kejahatan yang menimpa mereka.

37 persen responden yang disurvei menyebut jenis kejahatan jasa keuangan yang dialami mereka adalah melalui siber, sementara 29 persen menyebut kejahatan dilakukan oleh pelaku internal (misalnya orang dalam perusahaan manajemen investasi).

"Pemikiran baru pada pendekatan teknologi diperlukan agar kejahatan ekonomi ini dapat dihadapi dengan lebih efektif," ungkap Andrew Clark, EMEA Financial Crime Leader PwC, dalam rilis yang diterima Beritagar.id, Kamis (11/8/2016).

Survei kejahatan jasa keuangan global yang dilakukan PwC menyasar responden di 115 negara di seluruh sektor industri yang terbagi dalam 45 persen responden memegang jabatan direksi, 30 persen kepala departemen/unit bisnis.

20 persen responden berasal dari sektor perbankan dan pasar modal, 4 persen dari asuransi, 14 persen konsumsi, teknologi sebesar 7 persen, industri 35 persen, dan sisanya berasal dari jasa profesional. Survei dilakukan dari Juli 2015 hingga Februari 2016.

Di Indonesia sendiri, kasus kejahatan jasa keuangan yang baru-baru ini ramai adalah investasi bodong yang diduga dilakukan oleh mantan orang dalam perusahaan manajemen investasi, Reliance Securities.

Setidaknya ada delapan korban lainnya yang melaporkan kejadian ini kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Yang menarik, para korban ini melakukan transaksi investasinya melalui satu orang yang sama: Larasati, wanita yang mengaku sebagai Head of Wealth Management, yang kemudian keberadaannya dibantah oleh RELI sejak 1 April 2014.

Salah satu korban, Budi Tri Hariyanto, mengaku dana miliknya senilai Rp1,3 miliar juga belum kembali. Saat ditemui Kontan, Budi mengaku juga bertransaksi melalui agen lepas yang direkrut Larasati pada 12 Maret 2015 silam.

Dana itu masuk rekening PT Magnus Capital cabang Bursa Efek Indonesia (BEI). Magnus saat itu dianggap sebagai pihak ketiga penampung dana, sama seperti kasus Alwi dan Sutanni. Budi tak menaruh curiga karena dokumen dilengkapi surat perjanjian antara Magnus dan Reliance.

Budi dijanjikan akan menerima pokok investasi beserta bunganya pada Maret 2016. Nahas, hingga hari ini duit Budi tak kunjung cair.

OJK juga pernah merilis lima modus kejahatan jasa keuangan melalui jaringan siber atau teknologi yang harus diwaspadai, yakni:
Skimmer (menangkap data di magnetic strip). Skimming adalah penggunaan secara fisik reader sekunder untuk menangkap magnetic di belakang kartu debit atau kredit. Skimmer dan keypad sekundernya digunakan untuk menangkap nomor akun dan PIN di mesin ATM. Sniffer (menangkap paket data yang lalu lalang di jaringan komunikasi). Data yang dimaksud tidak akan hilang secara fisik, namun akan disadap. Penyadapan ini sangat berbahaya, karena biasanya yang menjadi sasaran adalah data-data penting seperti username, password, nomor otorisasi, dan lainnya. Keylogger (menangkap apa yang diketikkan keyboard komputer). Ini adalah sebuah aplikasi atau software yang dapat mengunci tombol keyboard dengan menggunakan program blogger tertentu. Sehingga, apa pun yang diketikkan oleh pengguna dapat direkam. Phising (personal information fishing, dengan situs abal-abal). Ini merupakan tindakan memperoleh informasi pribadi seperti user ID, nomor rekening bank, nomor kartu kredit secara tidak sah. Informasi ini kemudian dimanfaatkan penipu untuk mengakses rekening, melakukan penipuan kartu kredit atau memandu nasabah melakukan transfer ke rekening tertentu dengan iming-iming hadiah.Tyopo Site. Caranya, pelaku membuat situs yang memiliki nama yang hampir sama dengan situs resminya. Misalnya: http://anakku.com/ dibuat samarannya dengan alamat http://anaku.com/ Nyaris tidak bisa dibedakan.


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...penipuan-siber

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
3.4K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan