Quote:
KI HADJAR DEWANTARA, salah satu tokoh penting yang menggagas tujuan pendidikan di Indonesia mungkin akan ‘galau’ dan menitikkan air mata saat mengetahui pemikiran yang digagasnya tak sesuai dengan apa yang diharapkannya.
Ya, bendera setengah tiang untuk dunia pendidikan Indonesia kembali terulang. Aksi brutal layaknya preman jalanan kembali dipertontonkan oleh Adnan Ahmad, orangtua MAS, siswa SMK Negeri 2 Makassar. Berdalih membela anaknya, Adnan melayangkan tinjunya ke muka Dasrul, seorang guru di sekolah tersebut. Aksi anarkis itu tak hanya melukai hidung Dasrul, tapi sekaligus telah mencoreng dan mencederai dunia pendidikan Indonesia.
Seorang guru yang selayaknya ‘digugu dan ditiru’ karena keteladanannya, dan menyandang predikat ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ harus menerima perlakuan yang tak semestinya. Mirisnya, hal itu justru dilakukan oleh anak didiknya sendiri dan orangtua yang menitipkannya untuk dipersiapkan menjadi manusia yang berakhlak di masa depan.
Tujuan Pendidikan Nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan melahirkan generasi mendatang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta pembentukan karakter dan budi pekerti anak seperti terdegradasi dengan tragedi pilu itu.
Lalu, apa sebenarnya yang salah dengan sistem Pendidikan Nasional kita? Meski kurikulum pendidikan di Indonesia telah mengalami 11 kali perubahan, ternyata belum bisa membentuk karakter siswa yang berbudi pekerti baik seperti yang diharapkan bersama.
Coba tengok berapa banyak pelajar kita yang terjerumus dalam tindak kriminal, mulai dari kasus tawuran, penyalahgunaan narkoba, bahkan terlibat pergaulan bebas.
Dari sisi tenaga pendidik, guru yang karismatik seolah sudah menjadi barang langka. Tanpa menafikan para guru yang benar-benar rela ‘berdarah-darah’ mendidik siswa, ada juga oknum yang sekadar mengejar target mengajar dan mementingkan karir kepangkatan sehingga abai dengan tugas mulianya yang seharusnya tidak hanya’ mengajar’, tapi juga ‘mendidik’ dengan hati.
Sementara para siswa pun bukannya tak punya masalah, pengaruh lingkungan sosial yang sudah tak terkontrol juga memberikan andil yang membuat mereka terperosok dalam pergaulan yang cenderung sesat. Kemajuan teknologi yang tidak terfilter dengan baik adalah salah satu pemicunya.
Pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah bagaimana langkah pemerintah untuk menata ulang sistem pendidikan kita. Tak hanya melulu mengurus kecerdasan intelektual, tapi juga mulai mengejawantahkan usulan para pakar pendidikan, psikolog, dan sosiolog tentang sebuah program pendidikan yang ideal untuk diterapkan demi mencetak generasi bangsa yang memiliki paket lengkap, intelektual dan akhlak yang baik.
Dan akhirnya, semoga saja kasus Dasrul ini bukan ‘kado istimewa’ bagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang baru saja didapuk menjadi pembantu baru Jokowi.
SUMBER
Seinget ane, waktu sekolah dulu, cuma bisa nunduk klo diomelin guru. Seinget ane, dulu klo ane cerita ke ortu klo abis dhukum secara fisik sama guru, entah itu dijewer, dijambak, disambit penghapus papan tulis, dll, ane malah diomelin sama ortu ane, malah dinasehatin biar gak jadi anak bengal yang malu2in ortunya di sekolah.
Jaman sekarang koq beda banget ya. Kayaknya udah ga ada yang namanya rasa hormat sama guru..