BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Kelangkaan pelat nomor kendaraan bak penyakit menahun

Pelat nomor kendaraan langka di berbagai daerah
Ombudsman RI mengungkapkan berbagai persoalan di Korps Lalu Lintas Mabes Polri terkait Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) atau pelat nomor kendaraan di seluruh daerah.

Awalnya adalah banyaknya laporan soal lambatnya penerima TNKB, dari berbagai wilayah. Keterlambatan distribusi TNKB di beberapa daerah bahkan sampai lebih dari setahun.

Jelasnya begini, ketika seorang membeli mobil baru, meski urusan pajak dan surat kendaraan seperti STNK dan BPKB sudah jadi, pelat nomor resmi dari Polri, baru diterima setelah pembelian mobil.

Laporan terbanyak terjadi di provinsi Lampung, yakni sebanyak 642 laporan. Laporan masyarakat di Provinsi Jambi lebih konkret. Disebutkan Ditlantas Polda Jambi mengalami kekurangan 150.000 pelat TNKB kendaraan roda dua dan 50 ribu pelat TNKB kendaraan roda empat.

Ombudsman meminta keluhan itu ditindaklanjuti. Permintaan itu disampaikan dalam rapat yang dihadiri Korlantas Mabes Polri, Kompolnas, dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Selasa (9/8/2016).

Menurut Ombudsman, keterlambatan distribusi TNKB ini menimbulkan berbagai kerugian di masyarakat. Contohnya: Tidak ada kejelasan soal uang pembayaran TNKB Rp30 ribu untuk roda dua dan Rp50 ribu untuk roda empat. Ombudsman bahkan menyebut ketidakjelasan ini berpotensi korupsi.

Kerugian yang lain: pemilik kendaraan terkena tilang oleh polisi karena mengendarai kendaraan tanpa pelat TNKB, atau TNKB ilegal (tidak asli yang dikeluarkan Polri).

Bukan rahasia, polisi cukup galak menertibkan pelat nomor kendaraan yang tidak standar. Dalam istilah polisi, pelat nomor yang dimodifikasi. Denda tilangnya cukup besar Rp500 ribu.

Kerugian lain, masyarakat menerima edukasi buruk terhadap pelayanan publik, ketertiban hukum, dan keterbukaan informasi dari pejabat pelayanan pelat TNKB.

Menurut Wakil Kakorlantas Mabes Polri Brigadir Jenderal Indrajit, penyebab kelangkaan TNKB adalah perpindahan prosedur pengadaan menjadi e-Katalog. Proses e-Katalog adalah bagian program perbaikan pelayanan di masa mendatang. Ringkasnya, kelangkaan terjadi hanya karena masa transisi saja.

Korlantas minta maaf atas keterlambatan tersebut. Selain itu lembaga ini juga mengeluarkan imbauan ke jajarannya untuk tidak memidanakan pemilik kendaraan yang belum menerima TNKB. Harapannya distribusi pelat nomor akan normal pada September mendatang.

Benarkah keterlambatan ini hanya karena adanya transisi prosedur pengadaan? Ini yang mesti dibuktikan. Keluhan kelangkaan TNKB sudah terjadi bertahun-tahun. Pada 2013, misalnya, terjadi kekosongan TNKB di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Di DKI Jakarta, bahkan kelangkaan tak cuma TNKB, tapi juga material (blangko) Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Polda Metro mengatasinya dengan memberikan surat sementara yang bisa ditukarkan, ketika material sudah tersedia.

Saat itu Komisi III DPR sudah meminta Polri untuk mencari solusi secepatnya. DPR juga mengingatkan Polri untuk tidak mengambil celah kelangkaan TNKB dengan melakukan penunjukan-penunjukan, tanpa melalui tender yang benar, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, atau memainkan tender agar dimenangkan pihak tertentu.

Kejadian serupa, berulang pada tahun 2014 dan 2015. Bahkan seseorang yang membeli sepeda motor tahun 2014, sampai tahun berikutnya, pelat nomornya belum jadi, melapor ke situs laporpresiden.id. Sayangnya tidak jelas respons atas laporan tersebut.

Dalam setiap kasus keterlambatan, polisi selalu menjanjikan perbaikan. Namun kenyataannya sampai saat ini pun persoalan tidak selesai. Ini menandakan pelayanan buruk Polri karena ada masalah yang lain.

Temuan LKPP, misalnya menyebut pengadaan TNKB terpusat. Tidak ada kewenangan Polda untuk membuat TNKB. Artinya bila terjadi kelangkaan di berbagai daerah yang patut disalahkan adalah di pusat.

Menilik peristiwanya berulang setiap tahun, bisa jadi masalahnya ada di kompetensi. Kebutuhan material untuk pembuatan SIM, STNK, BPKB dan TNKB, di setiap wilayah, semestinya bisa diprediksi dalam periode tertentu. Setiap 3 atau 6 bulan misalnya. Dengan prediksi kebutuhan yang baik, manajemen penyediaan material akan lebih terencana.

Karut-marutnya ketersediaan material-materoal tersebut secara terus menerus mengingatkan kita pada gugatan publik terhadap polisi beberapa waktu lalu. Ketika itu sejumlah organisasi masyarakat dan pribadi, memohon uji materi UU No. 2/2002 tentang Kepolisian dan UU No.22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Kedua UU tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 30 ayat 4 UUD 1945, menyatakan polisi sebagai alat keamanan negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat.

Para menggugat, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengembalikan fungsi Polri, sesuai UUD 1945 dan membatalkan kewenangan Polri untuk menerbitkan SIM, dan sebagai otoritas legalisasi kepemilikan kendaraan bermotor dengan menerbitkan STNK, BPKB dan TNKB. Namun MK menolak gugatan tersebut.

Apa boleh buat, kewenangan polisi ihwal legalitas kendaraan bermotor ini, sungguh sangat kuat. Tak ada satu aturan pun yang memberikan sanksi terhadap polisi atas keterlambatan dalam penerbitan SIM, STNK, BPKB maupun TNKB. Masyarakat hanya bisa pasrah menerima buruknya pelayanan tersebut. Masyarakat juga tak punya ruang untuk protes, apa lagi menggugat bila dirugikan dalam layanan ini.

Jadi, jangan berharap layanan penerbitan SIM, STNK, BPKB maupun TNKB akan segera membaik. Karena layanan tersebut ibarat penyakit menahun yang tidak pernah sembuh.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...nyakit-menahun

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
20K
68
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan