

TS
metrotvnews.com
Pro dan Kontra Wacana Kenaikan Harga Jual Rokok

Metrotvnews.com, Jakarta: Masyarakat memiliki dua pandangan berbeda terkait wacana kenaikan harga jual rokok hingga Rp50 ribu per bungkus. Sebagian menganggap kenaikan harga rokok dapat menekan jumlah perokok aktif, sebagian lagi tidak.
Salah satu warga, Zulfikri Satria mengatakan, wacana kenaikan harga rokok tak akan efektif untuk menekan jumlah perokok aktif. Warga asal Jakarta Timur ini menjelaskan, mereka yang sudah kecanduan merokok bakal mencari cara lain untuk menghisap produk berbahan baku tembakau itu.
"Masih ada opsi lain, misal akan lebih banyak orang yang ngelinting tembakau sendiri. Pasti harganya jauh lebih murah, meski sedikit sulit," tutur Zulfikri kepada Metrotvnews.com, Selasa (9/8/2016).
Hal senada juga diungkap Indira, pekerja di kawasan Kuningan. Sebagai perokok, ia sempat berkeinginan untuk mengurangi jumlah rokok yang dihisap per hari setelah mendengar wacana itu.
Indira tak berencana berhenti, dan akan tetap membeli rokok. Sebab, Indira menganggap rokok sebagai kebutuhan.

Seorang warga tengah merokok di wilayah Pasar Senen, Jakarta Pusat. MI/Arya Manggala.
Muhammad Fajar, salah satu karyawan televisi swasta di wilayah Mampang, senada dengan Indira. Jika harga beli rokok dinaikkan, ia akan mengurangi pembelian produk itu. Tapi, Fajar menilai, kenaikan harga itu tak akan efektif untuk membuat perokok aktif berhenti.
Aldo Fenalosa juga memiliki pendapat sama. Wacana kenaikan harga rokok menurut dia tidak akan efektif. Aldo menilai, perokok memiliki dua tipe, untuk mengisi waktu luang dan mencari cita rasa.
"Kalau cuma isi waktu luang, orang bisa pindah ke tembakau dan membeli per kilo. Sementara, untuk mereka yang mencari cita rasa, dia akan bekerja lebih keras untuk dapatkan uang untuk membeli rokok," tutur dia.
Sementara itu, Dewan Pembina Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Abdus Setiawan juga menilai wacana menaikkan harga beli tak akan efektif. Menaikkan harga jual bukan cara yang tepat untuk menekan jumlah perokok aktif.
"(Untuk berhenti merokok), Harusnya dimulai dari pendidikan, bukan menaikan harga rokok," tegas Abdus saat dihubungi Metrotvnews.com.
Hal berbeda diutarakan Media Relation and Communication Komnas Pengendalian Tembakau Nina Samidi, kenaikan harga rokok dinilai efektif menekan jumlah angka perokok di Indonesia. Hal ini didasari dari beberapa kajian studi yang sudah dilakukan.
"Karena, uang Rp50 ribu itu mending untuk makan, bukan untuk rokok. Seumpamanya (harga rokok) dinaikan, berarti itu menekan angka konsumsi rokok," jelas Nina.

Sejumlah mahasiswa Universitas Indonesia melakukan kampanye antirokok saat Car Free Day di Jakarta. MI/Galih Pradipta.
Warga asal Grogol Muhammad Khadafi sepaham dengan Nina. Wacana kenaikan harga ini merupakan langkah tepat. Belum lagi, pemerintah juga memiliki alasan untuk menarik dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang lebih besar dari perusahaan rokok.
Tanggapan positif datang dari Dara Azilya, seorang karyawati di daerah Karet. Ia menilai, kenaikan harga rokok dapat mengurangi risiko bagi perokok pasif. Dara kerap menjadi perokok pasif di lingkungannya.
"Setidaknya, dalam jangka pendek bisa membuat perokok dan perokok pasif berkurang. Karena selama ini yang lebih terkena dampak dari rokok itu kan perokok pasif," tutur dia.
Wacana kenaikan harga rokok muncul setelah Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Manusia Universitas Indonesia (UI) melakukan penelitian. Dalam risetnya, sebanyak 46 persen perokok bakal berhenti merokok jika harganya dinaikkan sebanyak 300 persen dari harga saat ini.
Dari survei juga diketahui bahwa 80,3 persen atau 976 responden mendukung kenaikan harga dan cukai rokok untuk membiayai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dukungan diberikan karena anggaran JKN selalu defisit setiap tahunnya.
Survei sendiri dilakukan terhadap 1.000 orang pada Desember 2015 hingga Januari 2016. Survei bertujuan mengetahui pendapat masyarakat tentang kenaikkan harga maupun konsumsi rokok. Diketahui 41,3 persen responden mengonsumsi rokok satu hingga dua bungkus per hari dengan biaya Rp450 ribu hingga Rp600 ribu per bulan.
Seperti diketahui, Indonesia telah menjadi negara dengan jumlah perokok paling tinggi di dunia dengan 67 persen merupakan laki-laki dewasa. Jumlah perokok dewasa mengalami peningkatan tajam dari 27 persen di 1995 menjadi 36,3 persen di 2013.
Tingginya konsumsi rokok berkorelasi dengan rendahnya harga dan cukai rokok. Sedangkan beban tembakau berkaitan dengan peningkatan jenis penyakit.
Sumber : http://news.metrotvnews.com/read/201...rga-jual-rokok
---
Kumpulan Berita Terkait ROKOK :
-

-

-



anasabila memberi reputasi
1
3.2K
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan