BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Pesan Budiman dan pencemaran nama baik

Membersihkan lembaga dari oknum jahat
"Don't shoot the messenger", ungkapan yang ditulis William Shakespeare dalam naskah Antony and Cleopatra, mungkin saja menginspirasi sejumlah pihak untuk mendukung Haris Azhar agar tidak dikriminalisasi.

Lebih dari 25 ribu tanda tangan dibubuhkan pada petisi dukungan di Change.org agar kebenaran cerita yang disampaikan Haris diungkap. Haris, mengunggah tulisan di laman Facebook lembaganya, KontraS. Isinya tentang kesaksian bandit narkoba Freddy Budiman, ihwal keterlibatan beberapa oknum petugas dalam bisnisnya.

Ada uang Rp450 miliar mengalir ke oknum BNN. Ada pula pengakuan Freddy yang membayar Rp90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan Freddy mengaku menggunakan fasilitas mobil TNI berbintang 2, untuk membawa narkoba dari Medan sampai Jakarta.

Tulisan yang diunggah menjelang eksekusi mati Freddy Budiman tersebut, tersebar secara viral di berbagai jejaring sosial. Koordinator Badan Pekerja KontraS (Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) itu pun kemudian menuai laporan. Baik Polri, BNN maupun TNI melaporkan Haris ke polisi, terkait pencemaran nama baik.

Jika dicermati, tulisan yang merupakan testimoni Freddy Budiman memang belum tentu benar, namun juga belum tentu salah. Namun, Freddy sudah tidak mungkin dikonfirmasi lagi. Dia sudah di "dor" saat eksekusi tahap ketiga terhadap terpidana mati kasus narkoba dilaksanakan di Nusakambangan (29/7/2016).

Cerita Freddy ini sesungguhnya bukan hal baru. Ia mengaku kisah ini sudah disampaikan kepada pengacaranya selama masa bersidang. Bahkan dalam nota pembelaan, konon Freddy juga menuliskan kisah yang sama. Ia menuliskan hal itu bukan karena takut mati atas kejahatan yang sudah dilakukannya, tapi karena ia merasa kecewa dengan penegakan hukum di Indonesia. Freddy merasa dimanfaatkan.

Untuk melakukan verifikasi terhadap cerita Freddy, Haris sudah berusaha mencari nota pembelaan juga pengacara Freddy. Sayang sampai tulisannya diunggah belum didapatkan verifikasi tersebut. Meski begitu, Haris mencoba meyakinkan apa yang dia tulis hanyalah mengkofirmasi, apa yang sering jadi perbincangan masyarakat.

Banyak cerita kecurigaan aparat keamanan, ikut bermain dalam perdagangan narkoba. Permainan aparat tak cuma di situ, dalam penanganan pun ikut terlibat. Barang bukti yang kemudian dijual, misalnya. Juga saat penyidikan, penuntutan, sampai putusan. Ringkasnya harus ada biaya ekstra agar pelaku kejahatan narkoba hukumannya "diringankan".

Tentang Freddy yang dari dalam penjara masih bisa menjalankan bisnis narkoba, misalnya. Di benak publik tentu timbul tanda tanya, bagaimana mungkin penjahat dengan vonis mati masih bisa berinteraksi dengan jaringan internasional narkoba dan menjalankan bisnis haramnya?

Kesimpulannya sederhana, kalau tidak ada aparat yang ikut bermain, tentu tidak mungkin narapidana bisa berbisnis dari balik jeruji besi. Di penjara pengawasannya sangat ketat. Membawa ponsel pun dilarang di dalam lapas. Lalu mungkinkah transaksi narkoba dilakukan dengan telepati?

Kecurigaan keterlibatan aparat dalam bisnis narkoba, tak hanya dirasakan oleh masyarakat. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso pun menyampaikan kecurigaan serupa.

"Tidak menutup kemungkinan kita hadapi oknum TNI, Polri, BNN. Faktanya ada. Harus kita lakukan tindakan tegas, kita bersih-bersih betul. Sulit memberantas kalau masih ada oknum di dalam jaringan itu", begitu kata Budi di hadapan Komisi III DPR RI, Februari 2016 lalu, dikutip BeritaSatu.

Sesungguhnya, oknum aparat ikut bermain dalam perdagangan narkoba bukan hanya kecurigaan semata. Dalam jaringan Freddy Budiman, ada keterlibatan Serma Supriyadi, oknum TNI AU anggota anggota Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI.

Ia dihukum 7 tahun penjara, karena terbukti meloloskan 1.412.476 butir ekstasi yang diimpor Freddy Budiman dari pelabuhan Lianyung, Shenzhen, Tiongkok. Caranya, memalsukan dokumen Primkop Kalta sehingga kontainer fish tank berisi ekstasi itu lolos.

Dari Kepolisian ada Aipda Sugito dan Bripka Bahri Afrianto, yang bertransaksi sabu dengan Freddy. Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum Sugito 9 tahun 6 bulan dan Bahri 9 tahun 3 bulan. Polda Metro Jaya juga telah memecat keduanya pada 2012.

Adapun di tubuh BNN, tak kalis dari kabar miring tentang keterlibatan oknum dalam peredaran narkoba. Seorang penyidik BNN berpangkat Iptu, pada September 2015 ketahuan menjadi distributor barang haram tersebut. Dan kasus-kasus lain yang menghiasi pemberitaan di media.

Menyikapi tulisan Haris, dengan melaporkan ke polisi agar Haris membuktikan apa yang telah ditulisnya, tentu jadi berlebihan. Apalagi dengan tudingan pencemaran nama baik. KUHP dan UU ITE memang seolah memberi peluang, pihak yang tidak berkenan dengan sebuah kritik, menggunakan pasal karet pencemaran nama baik.

Namun harus diingat juga Pasal 310 KUHP Ayat 3 memberikan pengecualian: "Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri."

Kasus ini harus dilihat dengan lebih bijak. Tulisan Haris semestinya bisa dimaknai sebagai demi kepentingan umum. Termasuk kepentingan TNI, Polri, dan BNN.

Ketiga lembaga ini tentu lebih punya infrastruktur organisasi dan kewenangan untuk melakukan verifikasi terhadap apa yang diceritakan Freddy. Dibanding LSM seperti KontraS maupun Haris selaku pribadi.

Penyelidikan lebih mendalam, dengan merekonstruksi kasus-kasus Freddy, tentu diperlukan untuk membenarkan atau sebaliknya menyalahkan cerita tersebut. Apalagi bila pemerintah mau menerima usulan beberapa pihak agar dibentuk tim independen untuk menguji kebenaran curhat Freddy kepada Haris.

Masyarakat tentu akan bisa menerima bila tim independen menyatakan bahwa testimoni Freddy yang disampaikan Haris adalah bohong, setelah ada investigasi mendalam. Namun bila cerita Freddy benar, masyarakat juga tentu akan meminta komitmen dari ketiga lembaga tersebut, untuk membersihkan diri.

Membersihkan diri dari oknum-oknum jahat, sesungguhnya menjadi hal paling penting dalam menjaga nama baik sebuah lembaga negara. Bukan malah melaporkan seseorang yang memberi masukan dengan tudingan pencemaran nama baik.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...aran-nama-baik

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
6K
19
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan