- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Rokok = miskin


TS
batasan
Rokok = miskin

Quote:
"Di perkotaan ataupun di perdesaan, rokok berada di urutan kedua sebagai penyumbang terbesar garis kemiskinan"
Rokok masuk dalam daftar konsumsi masyarakat miskin nomor dua setelah padi-padian. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli rokok ini bahkan lebih besar dari ongkos pendidikan bagi anak-anak mereka.
Besarnya uang yang dialokasikan untuk membeli rokok membuat mereka tidak bisa membeli makanan-makanan yang bergizi. Sehingga, dampak rokok pun merembet kepada menurunnya kualitas perkembangan anak-anak keluarga miskin.
"Jadi anak-anak yang seharusnya mendapat protein, dapat daging, telur, ini tidak dapat. Hal itu akan membuat kerusakan pada otak anak yang sedang berkembang. Mereka akhirnya tidak bisa menjadi orang-orang yang pandai," kata mantan Menteri Kesehatan itu.
Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan, pada kesempatan yang sama mengatakan, 60 persen rumah tangga dari 34 juta penduduk miskin mengalokasikan pengeluarannya untuk membeli rokok. Bila dihitung secara individu, jumlah perokok dari golongan miskin itu berjumlah 12 juta, atau 30 persen dari 34 juta penduduk miskin.
Ia juga menjelaskan, dampak rokok bisa membuat orang miskin selamanya akan miskin. "Bayangkan saja, orang miskin merokok lalu sakit. Untuk berobat duit sendiri nggak punya terus meminjam. Akhirnya dia terjebak dalam kemiskinan," tutupnya
http://www.republika.co.id/berita/ek...rang-indonesia

Quote:
Survei juga menunjukkan, pengeluaran orang miskin untuk rokok 17 kali dibandingkan membeli daging, 15 kali dibandingkan pengeluaran kesehatan, dan 9 kali dibanding pengeluaran pendidikan. "Makanya orang miskin susah membiayai pendidikan, tidak makan makanan bergizi karena merokok," katanya.
Selain menggerogoti keuangan, akibat untuk kesehatan sudah banyak diketahui masyarakat. Berdasarkan data dari Yayasan Kanker Indonesia saat ini kanker paru-paru menduduki urutan ketiga setelah kanker serviks dan kanker payudara. Padahal dulu kanker paru-paru menduduki posisi kelima.
Diketahui pula sembilan dari 10 dari pengidap kanker paru-paru adalah perokok. Akibat dari merokok yang lain adalah penyakit pembuluh darah. Penyakit ini mengakibatkan cacat seumur hidup/stroke.
Selain menggerogoti keuangan, akibat untuk kesehatan sudah banyak diketahui masyarakat. Berdasarkan data dari Yayasan Kanker Indonesia saat ini kanker paru-paru menduduki urutan ketiga setelah kanker serviks dan kanker payudara. Padahal dulu kanker paru-paru menduduki posisi kelima.
Diketahui pula sembilan dari 10 dari pengidap kanker paru-paru adalah perokok. Akibat dari merokok yang lain adalah penyakit pembuluh darah. Penyakit ini mengakibatkan cacat seumur hidup/stroke.
http://life.viva.co.id/news/read/682...kin-lebihi-blt
Quote:
Fakta mengejutkan disampaikan lembaga UKM-Center FE Universitas Indonesia.
Orang miskin Indonesia yang secara rata-rata hidup dengan Rp 7.700/orang/hari, sebenarnya bisa menyisihkannya untuk menabung.
Dengan uang sebesar itu, masyarakat miskin sudah bisa mencakup kebutuhan makanan, non makanan seperti transportasi, pakaian, kesehatan dan pendidikan.
Lantas dari mana uang tabungannya?
"Berbagai survei menemukan, pengeluaran rokok dan jajanan anak cukup besar. Untuk rokok saja bisa mencapai Rp 10 ribu per hari dengan mengambil jatah pengeluaran keluarga lainnya," tutur Kepala UKM-Center FE Universitas Indonesia, Hilda Fachiza di Jakarta, Rabu (1/5/2013).
Orang miskin Indonesia yang secara rata-rata hidup dengan Rp 7.700/orang/hari, sebenarnya bisa menyisihkannya untuk menabung.
Dengan uang sebesar itu, masyarakat miskin sudah bisa mencakup kebutuhan makanan, non makanan seperti transportasi, pakaian, kesehatan dan pendidikan.
Lantas dari mana uang tabungannya?
"Berbagai survei menemukan, pengeluaran rokok dan jajanan anak cukup besar. Untuk rokok saja bisa mencapai Rp 10 ribu per hari dengan mengambil jatah pengeluaran keluarga lainnya," tutur Kepala UKM-Center FE Universitas Indonesia, Hilda Fachiza di Jakarta, Rabu (1/5/2013).
http://www.tribunnews.com/nasional/2...-nabung?page=2

Quote:
Ditemui dalam diskusi bertajuk "Mengikuti Jejak Akuntabilitas Industri Rokok" di kawasan Bogor, Jawa Barat, salah satu pembicara, dr Diah Evasari Husnulkhotimah selaku Peneliti di Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia, memaparkan kerugian yang ditimbulkan oleh industri rokok adalah ancaman timbulnya beragam penyakit terkait dengan asap rokok antara lain CVD, neoplasma atau kanker, perinatal pada anak hingga maternal pada ibu yang sekarang ini mengalami kenaikan secara signifikan.
"Bisa dilihat tren angka penyakit yang ditimbulkan oleh asap rokok cenderung meningkat," ujarnya menunjuk pada data grafik.
Terkait dengan biaya, ia juga mengungkapkan bahwa biaya yang dikeluarkan pun bukanlah nominal yang kecil. Misalnya saja seperti terjadinya serangan jantung, akan menelan biaya sebesar Rp 500 juta, sedangkan jika terkena kanker biaya perawatan yang harus dikeluarkan berkisar Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar. Kemudian untuk penyakit paru-paru 10 hingga 50 juta dan kelainan janin lebih dari 50 juta.
"Pada data yang kami peroleh ditahun 2010 dari Departemen Kesehatan,ada sekitar 500 orang perhari yang mati setiap harinya namun masyarakat belum sepenuhnya menyadari penyakit ini timbul dari asap rokok," ungkapnya.
Eva mengatakan, beberapa waktu lalu pemerintah pernah menetapkan negara darurat narkoba, karena ada sekitar 50 orang yang meninggal setiap harinya. Namun, ia menyayangkan angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah kematian akibat rokok, akan tetapi pemerintah hingga saat ini belum menetapkan status negara darurat rokok. Padahal, jika dikaitkan dengan biaya pengobatan yang disebabkan oleh asap rokok, nantinya 15 hingga 30 tahun yang akan datang pemerintah akan mengalami tanggungan beban yang sangat besar dalam meng-cover biaya kesehatan,terlebih saat ini saja Indonesia telah memasuki sistem jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS.
"Penerimaan cukai rokok tahun 2013 dari data Badan LitbangKes hanya sekitar Rp 103 triliun, sedangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk komposisi belanja rokok masyarakat sekitar Rp 138 triliun, kehilangan produktivitas Rp 235,4 triliun, biaya rawat jalan dan inap Rp 5,3 triliun, hingga biaya konsumsi tembakau jauh lebih besar yakni Rp 378,7 triliun. Bahkan jika kita lihat cukai tahun 2015 pun hanya sekitar Rp 139 triliun, tetap tidak bisa membayar kompensasi orang perorang warga negara Indonesia," paparnya panjang lebar.
Menurutnya lagi, bisnis industri rokok sebenarnya tidak menguntungkan pihak pemerintah malah labih banyak merugikan. Misalnya saja, sekitar 72% bahan mentah tembakau berasal dari impor, perusahaan pemiliknya lebih didominasi asing belum lagi penyakit yang ditimbulkan. "Lalu kita dapat apa? Kalau menurut saya industri rokok jelas sangat,sangat merugikan," ujarnya.
"Bisa dilihat tren angka penyakit yang ditimbulkan oleh asap rokok cenderung meningkat," ujarnya menunjuk pada data grafik.
Terkait dengan biaya, ia juga mengungkapkan bahwa biaya yang dikeluarkan pun bukanlah nominal yang kecil. Misalnya saja seperti terjadinya serangan jantung, akan menelan biaya sebesar Rp 500 juta, sedangkan jika terkena kanker biaya perawatan yang harus dikeluarkan berkisar Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar. Kemudian untuk penyakit paru-paru 10 hingga 50 juta dan kelainan janin lebih dari 50 juta.
"Pada data yang kami peroleh ditahun 2010 dari Departemen Kesehatan,ada sekitar 500 orang perhari yang mati setiap harinya namun masyarakat belum sepenuhnya menyadari penyakit ini timbul dari asap rokok," ungkapnya.
Eva mengatakan, beberapa waktu lalu pemerintah pernah menetapkan negara darurat narkoba, karena ada sekitar 50 orang yang meninggal setiap harinya. Namun, ia menyayangkan angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah kematian akibat rokok, akan tetapi pemerintah hingga saat ini belum menetapkan status negara darurat rokok. Padahal, jika dikaitkan dengan biaya pengobatan yang disebabkan oleh asap rokok, nantinya 15 hingga 30 tahun yang akan datang pemerintah akan mengalami tanggungan beban yang sangat besar dalam meng-cover biaya kesehatan,terlebih saat ini saja Indonesia telah memasuki sistem jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS.
"Penerimaan cukai rokok tahun 2013 dari data Badan LitbangKes hanya sekitar Rp 103 triliun, sedangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk komposisi belanja rokok masyarakat sekitar Rp 138 triliun, kehilangan produktivitas Rp 235,4 triliun, biaya rawat jalan dan inap Rp 5,3 triliun, hingga biaya konsumsi tembakau jauh lebih besar yakni Rp 378,7 triliun. Bahkan jika kita lihat cukai tahun 2015 pun hanya sekitar Rp 139 triliun, tetap tidak bisa membayar kompensasi orang perorang warga negara Indonesia," paparnya panjang lebar.
Menurutnya lagi, bisnis industri rokok sebenarnya tidak menguntungkan pihak pemerintah malah labih banyak merugikan. Misalnya saja, sekitar 72% bahan mentah tembakau berasal dari impor, perusahaan pemiliknya lebih didominasi asing belum lagi penyakit yang ditimbulkan. "Lalu kita dapat apa? Kalau menurut saya industri rokok jelas sangat,sangat merugikan," ujarnya.
http://www.gosumbar.com/artikel/serb...-menghitungnya
Diubah oleh batasan 04-08-2016 12:03
0
9.7K
Kutip
77
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan