- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ternyata Ada Kelas-kelas Sosial Di Dalam Scene Punk Gan!!!
TS
dayu.dayu
Ternyata Ada Kelas-kelas Sosial Di Dalam Scene Punk Gan!!!

KONTERKULTUR–Punk selama ini dikenal sebagai subkultur yang sangat anti terhadap kelas sosial. Menurut mereka, kelas sosial adalah bukti adanya penindasan antara kelas sosial yang berada diatas kepada kelas sosial yang berada di bawahnya. Pemikiran punk semacam ini diadopsi dari Marxisme bikinan om brewokan bernama Karl Marx, yang jadi “nabi” bagi para penganut posmoderen.
Namun anehnya, dikalangan punk/hardcore sendiri tanpa disadari telah membentuk kelas-kelas sosial yang seharusnya mereka lawan. Diakui atau tidak, ini benar-benar adanya. Pertama, PUNK KELAS ATAS. Biasanya para scenester punk kelas atas ini ada di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, Bandung, dan kota-kota besar lainnya seperti Jogja, dan Surabaya. Mereka berasal dari keluarga yang berduit alias kaya.
Biasanya kehidupan mereka sejak kecil memang sudah mapan. Hanya saja mereka ketemu dengan subkultur punk dan bergabung didalamnya. Biasanya PUNK KELAS ATAS begini, kalau punya band tuh pasti yang naik-daunnya cepet. Gimana enggak, mereka punya semua fasilitas yang mereka butuhkan. Alat-alat musik lengkap dan berkualitas, mampu bayar studio mahal, mampu mixing yang kualitasnya bagus, mampu memproduksi rilisan dalam jumlah banyak, dan bahkan sampai mampu untuk mengadakan tour kemana aja yang mereka mau.
PUNK KELAS ATAS sering nggak ambil pusing soal duit. Soalnya mereka udah punya. Biasanya dari orangtua mereka yang kaya, atau dari hasil kerja mereka yang bergaji tinggi, atau yang parah adalah duit hasil jualan barang-barang hacker. Kalau nongkrong bawaannya mobil bagus atau motor modifikasi yang harganya mahal. Dandanannya maksimal, misalnya kaosnya orisinil dari band luar, sepatunya berkelas, topi, celana, semuanya barang mahal. Terlepas dari itu barang hasil carding atau enggak.

Kedua, PUNK KELAS MENENGAH. Nah, biasanya anak punk jenis ini adalah mereka-mereka yang berasal dari keluarga kelas menengah. Penghasilan orangtuanya pas-pasan. Nggak kaya, tapi juga nggak miskin. Secara umum penghasilan keluarganya hampir sebanding dengan pengeluaran mereka tiap bulan. Biasanya punk jenis ini paling banyak jumlahnya di Indonesia, karena memang mayoritas penduduk Indonesia adalah kelas menengah. Kelas menengah ditandai dengan kesibukan mereka dalam mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka jarang menggunakan barang- barang mahal kecuali ada peluang diskon atau semacamnya.
PUNK KELAS MENENGAH, nggak punya banyak duit untuk memajukan bandnya. Mereka biasanya harus mati-matian menabung agar bandnya bisa rekaman. Udah syukur mereka bisa rekaman, meskipun di studio rekaman yang biasa-biasa aja. Alat-alat yang mereka pakai cenderung seadanya, karena memang segitu kemampuan mereka. Kalau manggung, mereka jarang punya alat musik sendiri. Gitar, bass, effect, atau perangkat tambahan pada drum biasanya minjem dari temen-temen mereka sendiri. Biasanya, PUNK KELAS MENENGAH nggak terlalu akur dengan PUNK KELAS ATAS, karena mereka merasa bahwa PUNK KELAS ATAS itu suka sok-sok’an, pamer dan nggak suka ngumpul sama kelas yang ada dibawahnya. Kalau bikin event juga demikian, biasanya yang dijadikan band tamu ya hanya muter aja dikalangan kelas mereka sendiri. Bagi PUNK KELAS MENENGAH, kalau bandnya bisa manggung di event sekelas HAMMERSONIC itu senengnya udah bukan main rasanya. Meski nggak dibayar sekalipun. Beda dengan PUNK KELAS ATAS yang manggung di acara gede, bukannya seneng banget kayak band-band kelas menengah, mereka biasanya malah suka debat soal tarif manggung yang kurang tinggi.
Ketiga, PUNK KELAS BAWAH. Punk jenis ini biasanya jarang diakui sebagai punk oleh para scenester punk yang kelas sosialnya berada diatasnya. “Mereka itu bukan punk, mereka cuma anak jalanan yang berdandan punk, tapi nggak ngerti apa-apa soal punk!”, atau “Mereka itu cuma poser!” adalah contoh-contoh kalimat yang sering dilontarkan oleh PUNK KELAS ATAS maupun PUNK KELAS MENENGAH kepada anak-anak street punk yang sering ditangkap polisi karena melakukan tindak kriminal atau sekedar tidur ditrotoar dan meresahkan masyarakat.
PUNK KELAS BAWAH emang nasibnya paling nggak enak. Hidupnya dijalanan, berdandan ala punk agar diakui sebagai punk, tapi justru dikecam oleh kalangan punk sendiri yang berasal dari kelas di atasnya. Ditambah lagi, mereka yang jarang mengenal subkultur punk secara utuh. Mereka jarang mengenal punk sampai pada tataran ideologinya atau filosofinya. Boro-boro bikin band punk yang harus rutin latihan, mereka itu buat makan sehari-hari aja susah. Semestinya punk semacam ini, kalau ditangkap oleh satpol PP kemudian harus mendekam di penjara, justru harus bersyukur. Karena mereka justru bisa tidur didalam rumah dan terjamin makannya tanpa harus ngemis atau ngamen dijalan. PUNK KELAS BAWAH juga sama sekali nggak akur dengan punk dikelas-kelas sosial diatasnya. Mungkin karena perbedaan ekonomi mereka yang membuat mereka agak canggung berkumpul bersama- sama.
Mau diakui atau tidak, kelas-kelas sosial tersebut benar adanya. Kamu pasti pernah merasakan dalam gigs-gigs punk yang didalamnya ada band-band punk yang “melarat”, “sedang-sedang saja”, dan yang tajir. Meskipun terkadang mereka masih bisa saling menyapa, tapi sebenarnya mereka seperti ada gap pembatas yang tidak bisa dileburkan. Punk yang berideologi dasar anarkisme, yang anti hirarki, ternyata tanpa disadari mempraktekkan hirarki-hirarki sendiri didalam scene. Beginilah buah pemikiran posmoderen. Membingungkan para penganutnya sendiri, dan saling kontradiktif sendiri. Hehehe.
Di Tulis Oleh: Jono, (mantan PUNK KELAS MENENGAH yang kini sudah naik kelas)

Diubah oleh dayu.dayu 18-05-2016 05:52
0
4.2K
27
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan