- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tanjung Balai: Persoalan Ekonomi Dan Eksklusivitas Etnis Harus Dituntaskan


TS
westernway
Tanjung Balai: Persoalan Ekonomi Dan Eksklusivitas Etnis Harus Dituntaskan
Quote:
GUBSU Tengku Erry Nuradi mengajak seluruh tokoh Kota Tanjungbalai, baik tokoh agama maupun tokoh adat, agar berperan aktif dalam menjaga kerukunan antarumat beragama.
Sebagai panutan, tokoh masyarakat harus mampu mendinginkan dan menenangkan masyarakat supaya tidak timbul perpecahan sehingga menimbulkan kerugian dan krisis kepercayaan. “Jika komunikasi terjalin dengan baik, maka peristiwa yang mencoreng kerukunan umat beragama di Kota Tanjungbalai yang telah lama terjalin dengan baik selama ini tidak perlu terjadi,” kata Erry dalam Rakor FKPD Sumut dengan jajaran Pemko Tanjungbalai yang berlangsung di pendopo rumah dinas Wali Kota Tanjungbalai, Minggu (31/7).
Erry juga mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya warga Kota Tanjungbalai, agar tidak cepat terpancing emosi dan terprovokasi oleh orang-orang ingin mengacaukan situasi. Masyarakat harus berpikir rasional dan tidak mengedepankan emosi untuk bertindak.
“Jangan hanya karena kita diprovokasi kita menjadi panas. Padahal kita punya penegak hukum, forum strategis, seperti FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), Forkala (Forum Komunikasi Lintas Adat), dan lainnya. Sampaikan saja kepada mereka kalau ada masalah supaya cepat selesai,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Erry meminta Wali Kota Tanjungbalai supaya meningkatkan perekonomian dan memajukan Kota Tanjungbalai secara adil dan merata. Dengan demikian, kesenjangan ekonomi masyarakat tidak begitu mencolok sehingga menimbulkan gesekan di tengah masyarakat kelas bawah. “Persoalan keberatan pengeras suara hanyalah pemicu.
Tapi, di balik itu ada persoalan besar harus diselesaikan, yaitu persolan ekonomi dan eksklusivitas yang diberikan kepada masyarakat kelas atas sehingga menimbulkan kecemburuan sosial,” katanya. Erry menegaskan, Sumut merupakan provinsi kaya akan suku, adat istiadat, dan agama. Terdapat tiga etnis utama di Sumut, yakni etnis lokal, etnis nusantara, dan etnis mancanegara. Etnis lokal yakni Batak Simalungun, Batak Toba, Batak Pakpak, Batak Karo, Batak Angkola, Batak Mandailing, suku Melayu, dan Nias. Sedangkan etnis nusantara di antaranya etnis Jawa, Minang, Aceh, Sunda, Bugis, dan Banjar. Adapun etnis mancanegara di antaranya Arab, China, dan India.
“Populasi etnis Jawa mencapai 35% di Sumut. Tetapi selama ini kita dapat hidup berdampingan secara harmonis. Kita dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika, walau berbeda tetapi tetap satu,” kata Erry. Tidak lupa Erry mengimbau etnis Tionghoa untuk berbaur dengan kehidupan sosial dan tidak mengedepankan eksklusivitas dalam bermasyarakat.
“Ini juga perlu mendapat perhatian saudara kita dari etnis Tionghoa. Eksklusivitas bisa menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Untuk itu, perlu pembauran dalam sosial kemasyarakatan,” kata Erry. Ke depan, Erry meminta Pemko Tanjungbalai memperkuat koordinasi lintas agama untuk mengantisipasi terjadinya pertikaian antarumat agama.
Pemko Kota Tanjungbalai juga diminta mengaktifkan FKUB sebagai wadah koordinasi seluruh pemuka dan tokoh agama. “FKUB merupakan garda terdepan dalam mengantisipasi konflik horizontal. Jika ada masalah, tokoh agama, tokoh masyarakat yang tergabung dalam FKUB bisa langsung mengambil langkah strategis mengantisipasi dan meredam agar tidak pecah menjadi amuk massa,” ujar Erry.
Pangdam I/BB Mayjen (TNI), Lodewijk Pusung, menyarankan, Pemko Tanjungbalai, FKUB, dan tokoh masyarakat untuk terlibat bersamasama dalam membersihkan sejumlah rumah ibadah yang dirusak massa pada Jumat (29/7/) malam. “Kita tidak membeda-bedakan agama. Mari kita samasama bantu bersihkan rumah ibadah yang dirusak,” ajak Lodewijk.
Dari Jakarta, Ketua DPR Ade Komaruddin meminta masyarakat tetap menjaga persatuan dan mengedepankan sikap toleransi agar tindakan anarkistis seperti di Tanjungbalai tidak terjadi lagi. “Jika ada permasalahan, silakan diselesaikan secara hukum dan tidak mengedepankan tindakan anarkisme,” kata Ade. Menurut dia, aksi pembakaran rumah ibadah yang dilakukan oleh sekelompok massa tersebut telah menciderai wajah Sumut yang selama ini masyarakatnya dikenal memiliki sikap toleransi tinggi.
“Masyarakat Sumut sangat menjunjung tinggi toleransi beragama. Kejadian ini jangan sampai menciderai sikap toleransi yang sudah dijunjung masyarakat Sumut selama ini,” ujarnya. Ade juga mengimbau masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang ingin menciptakan ketakutan. Dia pun mengapresiasi aksi cepat Kepolisian dan menghentikan aksi pembakaran rumah ibadah yang dilakukan sekelompok orang.
“Kita bersyukur pihak Kepolisian bergerak cepat menghentikan aksi pembakaran yang dilakukan sekelompok massa sampai akhirnya kondisi di Tanjungbalai benarbenar normal,” ujarnya. Ketua DPD Irman Gusman meminta warga Tanjungbalai memperkuat persatuan dan kerukunan pascakejadian tersebut.
Aparat kepolisian dan TNI juga diminta menjamin keamanan warga dan mencegah terjadinya konflik susulan. “Sumut selama ini kita ketahui merupakan wilayah dengan toleransi antarumat beragama yang baik. Kita prihatin atas peristiwa ini. Saya menyerukan kepada seluruh warga agar memperkuat persatuan dan mewaspadai provokasi dari pihak yang ingin memperkeruh suasana,” kata Irman.
Ia mengingatkan konflik SARA merupakan problem serius yang bisa mengganggu keutuhan NKRI. Karena itu, seluruh masyarakat harus bahu membahu untuk bergerak cepat mematikan sumbersumber konflik SARA yang ada. “Kemarin Tanjungbalai, besok bisa saja terjadi di tempat lain.
Kita bersyukur memiliki Pancasila yang menjadi pandangan hidup bangsa sehingga mari implementasikan Pancasila tidak hanya dalam ucapan tapi juga tindakan. Sebab membumikan Pancasila itulah obat mujarab mencegah konflik SARA,” ujar Senator asal Sumatera Barat ini.
Tokoh Elite Kurang Berperan
Sosiolog dari Universitas Sumatera Utara (USU), Agus Suryadi menilai, konflik SARA yang terjadi di Tanjungbalai tak lepas dari kurangnya peran elite tokoh. Tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh lainnya, kurang memberikan pemahaman mengenai konsep kerukunan antarumat beragama di daerah itu. “Kita harus memahami dulu bahwa masyarakat kita ini pluralis atau majemuk atau multietnis.
Setiap masyarakat yang tinggal di tengah-tengah pluralis, maka potensi konfliknya akan muncul. Tapi, sebenarnya bisa dikelola dengan baik kalau peran masing-masing tokoh elite dapat menjembatani masyarakat arus bawah,” ungkap Agus Suryadi kepada KORAN SINDO MEDAN, kemarin.
Menurut Agus, kerukunan antarumat beragama tidak hanya bisa dilakukan di atas kertas saja, tapi berasal dari hati. “Biasanya, setelah kejadian ini pasti ada perdamaian dan kesepakatan-kesepakatan di atas kertas. Tapi, itu tidak bisa di atas kertas saja, melainkan dari hati. Oleh karena itu, sangat penting peran tokoh elite tadi memberikan pemahaman konsep kerukunan antarumat,” katanya.
Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution mendesak pemangku kepentingan segera menyelesaikan akar masalah kasus Tanjungbalai dengan melakukan mediasi. “Kami harapkan pemulihan situasi dan kondisi di Tanjungbalai pasca kerusuhan dilakukan secara adil dan komprehensif sehingga dapat menyelesaikan konflik sampai ke akar permasalahan,” ujar manajer.
Manager mengungkapkan, Komnas HAM prihatin melihat kasus berbau SARA yang terjadi di Tanjungbalai. Sebab kekerasan atas nama apapun tidak akan menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, Polri dan pemda harus segera memulihkan situasi dan memediasi para pihak bertikai di lapangan. “Dalam pengalaman menangani kasus bernuansa SARA, mediasi adalah cara yang relatif efektif untuk mengatasi kasus seperti ini,” katanya.
ismanto panjaitan/
sumber berita resmi
Sebagai panutan, tokoh masyarakat harus mampu mendinginkan dan menenangkan masyarakat supaya tidak timbul perpecahan sehingga menimbulkan kerugian dan krisis kepercayaan. “Jika komunikasi terjalin dengan baik, maka peristiwa yang mencoreng kerukunan umat beragama di Kota Tanjungbalai yang telah lama terjalin dengan baik selama ini tidak perlu terjadi,” kata Erry dalam Rakor FKPD Sumut dengan jajaran Pemko Tanjungbalai yang berlangsung di pendopo rumah dinas Wali Kota Tanjungbalai, Minggu (31/7).
Erry juga mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya warga Kota Tanjungbalai, agar tidak cepat terpancing emosi dan terprovokasi oleh orang-orang ingin mengacaukan situasi. Masyarakat harus berpikir rasional dan tidak mengedepankan emosi untuk bertindak.
“Jangan hanya karena kita diprovokasi kita menjadi panas. Padahal kita punya penegak hukum, forum strategis, seperti FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), Forkala (Forum Komunikasi Lintas Adat), dan lainnya. Sampaikan saja kepada mereka kalau ada masalah supaya cepat selesai,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Erry meminta Wali Kota Tanjungbalai supaya meningkatkan perekonomian dan memajukan Kota Tanjungbalai secara adil dan merata. Dengan demikian, kesenjangan ekonomi masyarakat tidak begitu mencolok sehingga menimbulkan gesekan di tengah masyarakat kelas bawah. “Persoalan keberatan pengeras suara hanyalah pemicu.
Tapi, di balik itu ada persoalan besar harus diselesaikan, yaitu persolan ekonomi dan eksklusivitas yang diberikan kepada masyarakat kelas atas sehingga menimbulkan kecemburuan sosial,” katanya. Erry menegaskan, Sumut merupakan provinsi kaya akan suku, adat istiadat, dan agama. Terdapat tiga etnis utama di Sumut, yakni etnis lokal, etnis nusantara, dan etnis mancanegara. Etnis lokal yakni Batak Simalungun, Batak Toba, Batak Pakpak, Batak Karo, Batak Angkola, Batak Mandailing, suku Melayu, dan Nias. Sedangkan etnis nusantara di antaranya etnis Jawa, Minang, Aceh, Sunda, Bugis, dan Banjar. Adapun etnis mancanegara di antaranya Arab, China, dan India.
“Populasi etnis Jawa mencapai 35% di Sumut. Tetapi selama ini kita dapat hidup berdampingan secara harmonis. Kita dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika, walau berbeda tetapi tetap satu,” kata Erry. Tidak lupa Erry mengimbau etnis Tionghoa untuk berbaur dengan kehidupan sosial dan tidak mengedepankan eksklusivitas dalam bermasyarakat.
“Ini juga perlu mendapat perhatian saudara kita dari etnis Tionghoa. Eksklusivitas bisa menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Untuk itu, perlu pembauran dalam sosial kemasyarakatan,” kata Erry. Ke depan, Erry meminta Pemko Tanjungbalai memperkuat koordinasi lintas agama untuk mengantisipasi terjadinya pertikaian antarumat agama.
Pemko Kota Tanjungbalai juga diminta mengaktifkan FKUB sebagai wadah koordinasi seluruh pemuka dan tokoh agama. “FKUB merupakan garda terdepan dalam mengantisipasi konflik horizontal. Jika ada masalah, tokoh agama, tokoh masyarakat yang tergabung dalam FKUB bisa langsung mengambil langkah strategis mengantisipasi dan meredam agar tidak pecah menjadi amuk massa,” ujar Erry.
Pangdam I/BB Mayjen (TNI), Lodewijk Pusung, menyarankan, Pemko Tanjungbalai, FKUB, dan tokoh masyarakat untuk terlibat bersamasama dalam membersihkan sejumlah rumah ibadah yang dirusak massa pada Jumat (29/7/) malam. “Kita tidak membeda-bedakan agama. Mari kita samasama bantu bersihkan rumah ibadah yang dirusak,” ajak Lodewijk.
Dari Jakarta, Ketua DPR Ade Komaruddin meminta masyarakat tetap menjaga persatuan dan mengedepankan sikap toleransi agar tindakan anarkistis seperti di Tanjungbalai tidak terjadi lagi. “Jika ada permasalahan, silakan diselesaikan secara hukum dan tidak mengedepankan tindakan anarkisme,” kata Ade. Menurut dia, aksi pembakaran rumah ibadah yang dilakukan oleh sekelompok massa tersebut telah menciderai wajah Sumut yang selama ini masyarakatnya dikenal memiliki sikap toleransi tinggi.
“Masyarakat Sumut sangat menjunjung tinggi toleransi beragama. Kejadian ini jangan sampai menciderai sikap toleransi yang sudah dijunjung masyarakat Sumut selama ini,” ujarnya. Ade juga mengimbau masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang ingin menciptakan ketakutan. Dia pun mengapresiasi aksi cepat Kepolisian dan menghentikan aksi pembakaran rumah ibadah yang dilakukan sekelompok orang.
“Kita bersyukur pihak Kepolisian bergerak cepat menghentikan aksi pembakaran yang dilakukan sekelompok massa sampai akhirnya kondisi di Tanjungbalai benarbenar normal,” ujarnya. Ketua DPD Irman Gusman meminta warga Tanjungbalai memperkuat persatuan dan kerukunan pascakejadian tersebut.
Aparat kepolisian dan TNI juga diminta menjamin keamanan warga dan mencegah terjadinya konflik susulan. “Sumut selama ini kita ketahui merupakan wilayah dengan toleransi antarumat beragama yang baik. Kita prihatin atas peristiwa ini. Saya menyerukan kepada seluruh warga agar memperkuat persatuan dan mewaspadai provokasi dari pihak yang ingin memperkeruh suasana,” kata Irman.
Ia mengingatkan konflik SARA merupakan problem serius yang bisa mengganggu keutuhan NKRI. Karena itu, seluruh masyarakat harus bahu membahu untuk bergerak cepat mematikan sumbersumber konflik SARA yang ada. “Kemarin Tanjungbalai, besok bisa saja terjadi di tempat lain.
Kita bersyukur memiliki Pancasila yang menjadi pandangan hidup bangsa sehingga mari implementasikan Pancasila tidak hanya dalam ucapan tapi juga tindakan. Sebab membumikan Pancasila itulah obat mujarab mencegah konflik SARA,” ujar Senator asal Sumatera Barat ini.
Tokoh Elite Kurang Berperan
Sosiolog dari Universitas Sumatera Utara (USU), Agus Suryadi menilai, konflik SARA yang terjadi di Tanjungbalai tak lepas dari kurangnya peran elite tokoh. Tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh lainnya, kurang memberikan pemahaman mengenai konsep kerukunan antarumat beragama di daerah itu. “Kita harus memahami dulu bahwa masyarakat kita ini pluralis atau majemuk atau multietnis.
Setiap masyarakat yang tinggal di tengah-tengah pluralis, maka potensi konfliknya akan muncul. Tapi, sebenarnya bisa dikelola dengan baik kalau peran masing-masing tokoh elite dapat menjembatani masyarakat arus bawah,” ungkap Agus Suryadi kepada KORAN SINDO MEDAN, kemarin.
Menurut Agus, kerukunan antarumat beragama tidak hanya bisa dilakukan di atas kertas saja, tapi berasal dari hati. “Biasanya, setelah kejadian ini pasti ada perdamaian dan kesepakatan-kesepakatan di atas kertas. Tapi, itu tidak bisa di atas kertas saja, melainkan dari hati. Oleh karena itu, sangat penting peran tokoh elite tadi memberikan pemahaman konsep kerukunan antarumat,” katanya.
Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution mendesak pemangku kepentingan segera menyelesaikan akar masalah kasus Tanjungbalai dengan melakukan mediasi. “Kami harapkan pemulihan situasi dan kondisi di Tanjungbalai pasca kerusuhan dilakukan secara adil dan komprehensif sehingga dapat menyelesaikan konflik sampai ke akar permasalahan,” ujar manajer.
Manager mengungkapkan, Komnas HAM prihatin melihat kasus berbau SARA yang terjadi di Tanjungbalai. Sebab kekerasan atas nama apapun tidak akan menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, Polri dan pemda harus segera memulihkan situasi dan memediasi para pihak bertikai di lapangan. “Dalam pengalaman menangani kasus bernuansa SARA, mediasi adalah cara yang relatif efektif untuk mengatasi kasus seperti ini,” katanya.
ismanto panjaitan/
sumber berita resmi
terlalu chauvinis dan menganggap rendah golongan lain memang bagai api dalam sekam

0
2.8K
Kutip
35
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan