- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Dimana "Kelas Tanpa Guru"?


TS
kangjati
Dimana "Kelas Tanpa Guru"?



Proses belajar di kelas seolah tak butuh guru, hanya bergairah saat guru tak hadir.
Quote:
Dalam beberapa waktu terakhir, percakapan tentang pendidikan di media sosial diramaikan dengan isu guru yang dipidanakan karena memberi hukuman fisik pada anak. Silang pendapat terjadi antara yang membenarkan hukuman fisik untuk anak dengan yang membela hak anak atas tubuhnya.
Pertanyaan berkembang, bila tanpa hukuman fisik maka bagaimana cara untuk mengembangkan kedisiplinan pada pelajar?
Kondisi pendidikan kita saat ini dapat digambarkan sebagai kelas tanpa guru. Para pelajar belajar ketika ada guru atau orang tua, tapi riuh ramai ketika ditinggalkan. Pelajar dibiasakan menjadi manusia yang disiplin dengan tuntutan eksternal berupa ganjaran dan hukuman. Ketika tuntutan eksternal menghilang, disiplin pun menghilang.
Tuntutan eksternal berupa ganjaran dan hukuman dalam proses belajar di sekolah, sebenarnya sudah ditentang Ki Hajar Dewantara. Ia mengkritik pendidikan kolonial yang menuntut ketertiban secara paksa, bukan berdasarkan kesadaran.
Anak-anak bertindak bukan karena kemauan sendiri, tapi demi mendapat ganjaran atau menghindari hukuman. Lebih tegas lagi, beliau mengatakan, "Anak-anak rusak budi pekertinya, disebabkan selalu hidup di bawah paksaan dan hukuman".
Kelas tanpa guru tentu jauh dari gambaran ideal tujuan pendidikan kita. Kita tidak ingin anak kita jadi manusia bermental terjajah; menjadi baik hanya ketika diawasi, dan gagap mengatur diri sendiri. Kita ingin anak-anak itu tumbuh menjadi anak merdeka yang mampu berdiri di atas kaki sendiri.
Tuntutan eksternal untuk membentuk kedisiplinan, mungkin efektif untuk jangka pendek, tetapi mengorbankan tujuan jangka panjang pendidikan. Jadi yang perlu digarisbawahidalam membicarakan pengembangan kedisiplinan pelajar adalah tujuan pendidikan yang mau dicapai.
Tujuan pendidikan yang akan menjadi kriteria dalam menilai cara pengembangan disiplin pelajar yang akan digunakan.
Belajar mengembangkan kedisiplinan berdasar kesadaran, bagaimanapun dimulai di rumah oleh orang tua. Bila efektif, anak-anak sudah dapat mengatur dirinya sendiri sejak dini. Pada titik ini, tantangan ada pada orang tua sebagai pendidik pertama. Kesulitan yang utama bukan mengenai teknik membangun kesadaran, tapi seringkali kemampuan orang tua mengelola emosinya agar tetap berkeyakinan positif terhadap anak.
Proses si anak dalam belajar mengembangkan kesadaran adalah tanggung jawab orang tua. Meski tugas bisa didelegasikan pada guru, tapi tanggung jawab tetap ada pada orang tua. Untuk menjalankan tanggung jawab itu tidak butuh orang tua sempurna, tapi butuh orang tua yang mau belajar.
Orang tua bisa mengamati ekspresi dan perilaku anak, memperbanyak mendengar, dan mempelajari motivasi dan kemauan anak. Pahami anak selayaknya manusia utuh. Pada zaman sekarang, ada banyak sumber pengetahuan tentang disiplin positif yang dapat dipelajari orang tua.
Penanggung jawab berikutnya dalam mengembangkan kedisiplinan pelajar berdasar kesadaran adalah guru. Guru mempunyai kesulitan lebih banyak untuk meninggalkan hukuman-ganjaran dan membangun kedisiplinan berdasar kesadaran. Mengapa?
Meski banyak kesulitan, tapi saya menyaksikan guru di berbagai komunitas berhasil mengembangkan kedisiplinan pelajar berdasarkan kesadaran. Para guru yang tersebar dari Sumatera, Jawa, Sulawesi hingga Papua tersebut menuliskan pengalamannya di Surat Kabar Guru Belajar. Dari kisah-kisah tersebut, saya belajar apa yang bisa dilakukan guru untuk mengembangkan kedisiplinan berdasar kesadaran.
Pertanyaan berkembang, bila tanpa hukuman fisik maka bagaimana cara untuk mengembangkan kedisiplinan pada pelajar?
Kondisi pendidikan kita saat ini dapat digambarkan sebagai kelas tanpa guru. Para pelajar belajar ketika ada guru atau orang tua, tapi riuh ramai ketika ditinggalkan. Pelajar dibiasakan menjadi manusia yang disiplin dengan tuntutan eksternal berupa ganjaran dan hukuman. Ketika tuntutan eksternal menghilang, disiplin pun menghilang.
Tuntutan eksternal berupa ganjaran dan hukuman dalam proses belajar di sekolah, sebenarnya sudah ditentang Ki Hajar Dewantara. Ia mengkritik pendidikan kolonial yang menuntut ketertiban secara paksa, bukan berdasarkan kesadaran.
Anak-anak bertindak bukan karena kemauan sendiri, tapi demi mendapat ganjaran atau menghindari hukuman. Lebih tegas lagi, beliau mengatakan, "Anak-anak rusak budi pekertinya, disebabkan selalu hidup di bawah paksaan dan hukuman".
Kelas tanpa guru tentu jauh dari gambaran ideal tujuan pendidikan kita. Kita tidak ingin anak kita jadi manusia bermental terjajah; menjadi baik hanya ketika diawasi, dan gagap mengatur diri sendiri. Kita ingin anak-anak itu tumbuh menjadi anak merdeka yang mampu berdiri di atas kaki sendiri.
Tuntutan eksternal untuk membentuk kedisiplinan, mungkin efektif untuk jangka pendek, tetapi mengorbankan tujuan jangka panjang pendidikan. Jadi yang perlu digarisbawahidalam membicarakan pengembangan kedisiplinan pelajar adalah tujuan pendidikan yang mau dicapai.
Tujuan pendidikan yang akan menjadi kriteria dalam menilai cara pengembangan disiplin pelajar yang akan digunakan.
Belajar mengembangkan kedisiplinan berdasar kesadaran, bagaimanapun dimulai di rumah oleh orang tua. Bila efektif, anak-anak sudah dapat mengatur dirinya sendiri sejak dini. Pada titik ini, tantangan ada pada orang tua sebagai pendidik pertama. Kesulitan yang utama bukan mengenai teknik membangun kesadaran, tapi seringkali kemampuan orang tua mengelola emosinya agar tetap berkeyakinan positif terhadap anak.
Proses si anak dalam belajar mengembangkan kesadaran adalah tanggung jawab orang tua. Meski tugas bisa didelegasikan pada guru, tapi tanggung jawab tetap ada pada orang tua. Untuk menjalankan tanggung jawab itu tidak butuh orang tua sempurna, tapi butuh orang tua yang mau belajar.
Orang tua bisa mengamati ekspresi dan perilaku anak, memperbanyak mendengar, dan mempelajari motivasi dan kemauan anak. Pahami anak selayaknya manusia utuh. Pada zaman sekarang, ada banyak sumber pengetahuan tentang disiplin positif yang dapat dipelajari orang tua.
Penanggung jawab berikutnya dalam mengembangkan kedisiplinan pelajar berdasar kesadaran adalah guru. Guru mempunyai kesulitan lebih banyak untuk meninggalkan hukuman-ganjaran dan membangun kedisiplinan berdasar kesadaran. Mengapa?
Quote:
Pertama, sebagian guru terbiasa menggunakan cara pendidikan kuno dalam pekerjaannya sehari-hari. Semakin terbiasa, maka semakin besar energi yang diibutuhkan untuk mengubah kebiasaan tersebut.
Kedua, kebahagiaan menjadi guru adalah kunci. Bila menjadi guru untuk mengejar pendapatan atau status semata, maka sulit menjadi bahagia dalam pekerjaannya.
Ketiga, guru menghadapi dilema antara peduli pada pelajar dengan tuntuntan target dari sekolah yang biasanya berkaitan dengan nilai akademis. Tuntutan target ini yang seringkali membuat guru tidak bisa memberi kesempatan pada pelajar untuk belajar dari kesalahannya.
Keempat, sebagian guru "terpaksa" menangani kelas dalam ukuran besar sehingga butuh waktu dan energi besar untuk bisa memahami keunikan setiap pelajarnya. Kelima, guru menangani pelajar yang telah terbentuk dari proses pendidikan sebelumnya, yang seringkali membutuhkan waktu khusus untuk menangani pelajar tertentu.
Kedua, kebahagiaan menjadi guru adalah kunci. Bila menjadi guru untuk mengejar pendapatan atau status semata, maka sulit menjadi bahagia dalam pekerjaannya.
Ketiga, guru menghadapi dilema antara peduli pada pelajar dengan tuntuntan target dari sekolah yang biasanya berkaitan dengan nilai akademis. Tuntutan target ini yang seringkali membuat guru tidak bisa memberi kesempatan pada pelajar untuk belajar dari kesalahannya.
Keempat, sebagian guru "terpaksa" menangani kelas dalam ukuran besar sehingga butuh waktu dan energi besar untuk bisa memahami keunikan setiap pelajarnya. Kelima, guru menangani pelajar yang telah terbentuk dari proses pendidikan sebelumnya, yang seringkali membutuhkan waktu khusus untuk menangani pelajar tertentu.
Meski banyak kesulitan, tapi saya menyaksikan guru di berbagai komunitas berhasil mengembangkan kedisiplinan pelajar berdasarkan kesadaran. Para guru yang tersebar dari Sumatera, Jawa, Sulawesi hingga Papua tersebut menuliskan pengalamannya di Surat Kabar Guru Belajar. Dari kisah-kisah tersebut, saya belajar apa yang bisa dilakukan guru untuk mengembangkan kedisiplinan berdasar kesadaran.
Gan sebenernya yang salah orang tua atau gurunya? 

Quote:


Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng deh

Sumur:
Beritagar.id
Beritagar.id
Jangan lupa cek thread ane yang lain gan 

Quote:
- 5 kata Bahasa Indonesia yang selama ini sering salah digunakan
- Menurut agan Setya Novanto perlu mundur atau nggak
- Terungkap, 5 provinsi di Indonesia yang suka BAB sembarangan. Cek gan!
- Yuk gan cari tahu sejarah lampu lalu lintas
- 4 Pertanyaan penting saat kencan pertama
- 5 es krim kekinian di Instagram yang wajib agan coba
- 6 tips liburan murah buat agan-agan
- Minum air gak harus 8 gelas sehari gan
- Kontes adu jelek di Zimbabwe ricuh karena yang menang masih dianggep ganteng (FOTO)
- Agan tipe anak kos yang kaya gimana?
- Jangan sekali-kali kabur dari razia polisi kalo gak mau kaya gini gan (FOTO)
- Sedih gan, orang-orang ini ga dikasih main Facebook gara-gara namanya
- Pemandangan sungai di Jakarta yang sempet bikin heboh nih gan! (FOTO)
- 5 tips hemat BBM

Diubah oleh kangjati 29-07-2016 13:54


tien212700 memberi reputasi
1
2.1K
Kutip
26
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan