metrotvnews.comAvatar border
TS
MOD
metrotvnews.com
Pemerintah Kaji Koruptor tidak Dibui


Metrotvnews.com, Medan: Pemerintah sedang mengkaji sebuah kebijakan untuk tidak memenjarakan terpidana korupsi. Koruptor mungkin hanya diminta mengembalikan uang negara.


Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan di hadapan ratusan sivitas akademika Universitas Sumatera Utara (USU) peserta kuliah umum di Gelanggang Mahasiswa Kampus USU, Medan, Senin 25 Juli.


"Kami sedang mengkaji ini, sebab, kalau (koruptor) dipenjara pun, tidak memberikan efek jera. Selain itu, bangunan penjara sudah tidak mampu lagi menampung karena jumlah narapidana kian bertambah," kata Luhut.


Pelaku korupsi, lanjut Luhut, kelak akan dipenalti agar mengembalikan semua uang negara dan meletakkan jabatan.


Berdasarkan pengalaman selama penanganan korupsi di Tanah Air, pejabat yang terbukti di pengadilan melakukan korupsi dan dipenjara ternyata tidak juga dapat menekan jumlah pejabat yang korupsi.


"Lihat, kepala daerah tersangka korupsi yang ditangkap KPK dan memakai rompi oranye tidak merasa malu. Mereka masih tertawa-tawa. Di mana moral mereka kalau sudah begitu?" ujar Luhut.


Menurut Luhut, pemerintah telah membentuk tim pengkaji penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).


"Tim tersebut terdiri dari sejumlah pakar seperti Mahfud MD, Jimly Asshiddiqie, dan Indrianto Seno Aji," ungkap Luhut dalam kuliah umum yang dihadiri oleh Rektor USU Runtung Sitepu, Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi, dan para pejabat USU.


Putusan ringan


Koordinator Divisi Kampanye Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun meminta pemerintah memikirkan kembali wacana untuk tidak memenjarakan koruptor.


"Kebijakan itu kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi. Salah satu masalah terbesar pemberantasan korupsi ialah ringannya putusan pengadilan. Usul hukuman seperti pencabutan hak politik dan perampasan harta seharusnya menggenapi setiap hukuman," jelas Tama.


Catatan ICW selama Januari-Juni 2016 telah terjadi 325 kasus korupsi yang rata-rata divonis 25 bulan penjara.

Belum lagi ada remisi, pembebasan bersyarat, dan sel mewah. Padahal, total kerugian negara mencapai Rp1,49 triliun.


"Di mana efek jeranya? Seharusnya kita memperkuat pemberantasan korupsi jangan melemahkan, apalagi kontraproduktif," tutur Tama.


Wakil Ketua KPK Saut Situmorang setuju dengan wacana efisiensi penegakan hukum melalui pengembalian uang dan tanpa proses pidana.


"Pengembalian uang itu berkaitan dengan efisiensi dan efektivitas. Pemberantasan korupsi perlu efisien. Namun, harus tetap diberi sanksi pemecatan. Jadi, kalau ada pejabat korupsi lalu tidak dipenjara, tetapi dipecat dan atau mengembalikan uang, itu juga membangun efisiensi. Menyidangkan perkara korupsi jauh lebih mahal daripada jumlah uang yang dikorupsi, misalnya," kata Saut.


Saut mengungkapkan efektivitas pemberantasan korupsi pun perlu dievaluasi. Penindakan sudah maksimal, tetapi perilaku korupsi tetap marak sehingga ada pertanyaan bagaimana penindakan bisa lebih efektif.


"Kalau kita jujur atas warning-nya Undang-Undang KPK tentang korupsi yang sistemis dan meluas, ada sistem yang harus kita bangun. KPK itu pelaksana undang-undang. Tetapi juga tidak dalam posisi menolak atau menerima," tandas Saut. (Media Indonesia)

Sumber : http://news.metrotvnews.com/read/201...or-tidak-dibui

---

Kumpulan Berita Terkait KORUPSI :

- Pemerintah Kaji Koruptor tidak Dibui

- Rugikan Rp13 Miliar, PNS Kemenkeu Ditahan Kejagung

- Hakim Tipikor Bandung Diperiksa KPK Terkait Kasus Korupsi Bupati Subang

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
3.2K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan