Kaskus

News

BeritagarIDAvatar border
TS
BeritagarID
Robot lebih mengancam buruh ketimbang pekerja impor
Robot lebih mengancam buruh ketimbang pekerja impor
Ribuan tenaga kerja menyelesaikan jahitan di PT ECO Smart Garment Indonesia (ESGI), Desa Babadan, Kecamatan Sambi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Selasa, 27 Oktober 2015.
Isu bahwa Indonesia dibanjiri tenaga kerja asal Tiongkok merebak. Perkara ini khususnya membetot perhatian sejak investasi asal Tiongkok tersebut mengalir deras ke negeri ini. Bahkan, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sempat berujar bahwa "ada sebuah pabrik yang 90 persen tenaga kerjanya berasal dari Cina.'

Menanggapi soal tersebut, Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri, mengatakan bahwa kabar demikian "bohong besar." Menurutnya, seperti terbaca di laman Kompas, kemungkinan ihwal "10 juta pekerja asing asal Cina yang masuk Indonesia" bersumber dari proyeksi tentang "target kunjungan wisatawan mancanegara.'

Berbicara lebih jauh, Hanif menyatakan angka pekerja asal Tiongkok yang masuk Indonesia dalam periode satu tahun jumlahnya tidak menentu, sekitar 14 ribu hingga 16 ribu orang. Seperti pekerja asal negara lain di Indonesia--yang totalnya 70 ribu orang--tenaga kerja Tiongkok keluar-masuk Indonesia dalam hitungan periode setahun termaksud.

Hanif pun memberikan perbandingan dengan jumlah pekerja asal Indonesia yang mengadu nasib di Hong Kong dan Makau yang angkanya mencapai 169 ribu orang--10 kali jumlah pekerja asal Tiongkok yang berada di Indonesia. "Jadi, Indonesia-lah yang sebenarnya menyerang Tiongkok dari sisi tenaga kerja, bukan sebaliknya, " katanya dilansir Liputan6, Minggu (18/7).

Namun, jika mengurut masalah lain yang lebih mengancam pekerja lokal ketimbang isu pekerja asing, maka otomatisasi produksi kemungkinan besar patut dijadikan pertimbangan. Terutama jika mengingat bahwa sekitar "sembilan juta orang"--seperti terpacak di artikel The Guardian --pekerja di negara-negara Asean seperti Kamboja, Indonesia, Thailand, dan Malaysia bergantung pada pelbagai pekerjaan di ranah tekstil, garmen, dan alas kaki.

Organisasi Buruh Internasional (ILO) bahkan menyebut bahwa mereka menjadi pihak yang paling rawan kehilangan pekerjaan dengan keberadaan mesin-mesin yang dioperasikan robot.

Para pekerja di pabrik garmen sebelumnya sudah mesti menanggung upah rendah, jam kerja berlebih, dan potensi tinggi mengalami cedera atau kehilangan nyawa. Daftar risiko itu kini bertambah dengan masuknya mesin produksi otomatis yang dapat bekerja lebih cepat, lebih murah, dan "tidak bersikap memberontak.'

Pada yang disebut terakhir itu, maksudnya adalah robot tidak banyak menuntut dari pemilik usaha. Contoh dari ini dapat terlihat pada langkah bos Kapal Api, Soedomo Mergonoto. Ditulis Swa pada akhir 2015, kenaikan upah buruh minimum tiap tahun membuatnya mesti menggunakan teknologi agar produksi tidak terhenti.

"Mau nggak mau supaya meningkat dan efisien, kami pakai robot," ujar CEO PT Santos Jaya Abadi pada 12 Desember 2015.

Menurutnya, otomatisasi dengan robot itu diharapkan dapat menekan tingginya upah. Efisiensi pada hematnya bakal mengurangi 60 persen tenaga kerja. Namun, teknologi robot itu bakal diterapkan secara bertahap dalam rentang sekitar 3-4 tahun.

Menurut Jae-Hee Chang, salah satu penulis laporan ILO (h/t The Guardian), banyak pemilik pabrik--di sini ia membicarakan sektor busana--tertarik beralih ke otomatisasi produksi karena kualitas dan ongkos yang bersaing, serta rendahnya risiko.

"Ada peluang di pasar Asean yang mesti diperhatikan banyak pabrik busana," ujarnya sembari merujuk ke riset yang menyebutkan bahwa banyak orang di kawasan yang lebih suka membeli merek busana setempat. "Para produsen busana di Asean juga dapat mengurangi risiko dengan menghasilkan pakaian bernilai lebih tinggi yang bakal lebih sulit tergantikan" oleh robot.

Salah satu jenama yang diungkit The Guardian sebagai misal dari otomatisasi ini Adidas yang berasal dari Jerman. Menurut laman Inggris itu, Adidas bakal meresmikan pabrik di Jerman yang akan membuat sepatu dengan tenaga robot pada 2017. Jumlah pekerjanya hanya 160 orang.

Dari segi waktu produksi, pemangkasan sungguh besar. Saat ini, tulis The Guardian, sepasang sepatu butuh 18 bulan untuk berangkat dari gagasan hingga rak pajang di toko. Otomatisasi bermaksud memotong waktu hingga lima jam. Para calon pembeli pun dapat memesan model yang disukai ketika berada di toko.
Robot lebih mengancam buruh ketimbang pekerja impor


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...-pekerja-impor

---

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
2.7K
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan