Berkunjungnya Yusril Ihza Mahendra kemarin (22/3), ke kantor DPP Partai Keadilan Sejahtera, menunjukkan kemana sinyal PKS dalam Pilgub Jakarta 2017. Karena, kunjungan itu dilakukan setelah Yusril bertemu dengan Ketua Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Pernyataan Yusril Ihza Mahendra kepada wartawan bahwa ia didukung enam partai, tentu bukan pernyataan yang kosong. Pertemuan Yusril dengan Aburizal, Prabowo dan petinggi PKS tentu saja adalah pertemuan politik penting dan mempunyai makna yang besar. Apalagi setelah pertemuan itu, Yusril secara terbuka memberikan keterangan kepada kuli tinta. Dari langkah-langkah politik Yusril nampaknya ia telah didukung Koalisi Merah Putih, yaitu : Gerindra, Golkar, PKS, PBB, PPP dan PAN.

Kini masalahnya yang menjadi tarik ulur adalah calon Wakil Gubernur DKI, pendamping Yusril. Sumber Sharia menyatakan bahwa yang terkuat mendampingi Yusril adalah Sandiaga Uno dan Triwisaksana. “Tapi kemungkinan yang dipilih adalah Sandiaga, karena penampilannya lebih menarik dan ia pengusaha kaya,”terang sumber yang dekat dengan tokoh penting politik Jakarta, yang enggan disebut namanya.

Pertanyaannya, mengapa KMP tidak segera mengumumkan calonnya? Memang sekarang ini nampak parpol saling sandera. Koalisi Merah Putih menunggu PDIP mengumumkan calonnya. Tapi dengan Nasdem mengumumkan Ahok sebagai cagub DKI, sebenarnya terlihat kemana PDIP akan bertiup. Mungkin di Koalisi Indonesia Hebat –kini nampaknya terjadi lagi friksi koalisi- juga terjadi tarik menarik siapa yang akan mendampingi Ahok sebagai cawagub DKI.

Selain terjadi friksi di partai-partai, dalam perebutan DKI-1 juga terjadi friksi di masyarakat. ‘Jaringan Liberal dan Jaringan Cina’ menyatu dalam mendukung Ahok, sedangkan jaringan ormas-ormas Islam menyatu menolak Ahok. Dalam media-media sosial, aktivis-aktivis ormas Islam menyatakan ‘Asal Bukan Ahok’. Nampaknya ini mengulang jargon pemilu RI-1, pada 2004 yang saat itu keluar motto: ‘Asal Bukan Megawati’. Dan akhirnya Megawati tersingkir saat itu oleh SBY.

Jaringan Liberal pendukung Ahok juga kampanye habis-habisan di media sosial. Achmad Sahal aktivis liberal yang kini tinggal di Amerika Serikat, menulis artikel yang menolak pendapat para ulama yang menyatakan haram hukumnya pemimpin non Muslim memimpin masyarakat Muslim. Sedangkan Burhanuddin Muhtadi, Goenawan Mohammad, Ulil Abshar Abdalla dan lain-lain menggunakan argumen bahwa dalam demokrasi, agama atau ras apapun berhak memimpin.

Dan tentu saja opini-opini jaringan liberal itu dimentahkan oleh aktivis-aktivis Islam. Para aktivis yang tergabung dalam Insists, membuat artikel-artikel yang menarik yang membuat aktivis-aktivis jaringan liberal ‘mati kutu’ argumennya. Begitu juga Habib Rizieq mengemukakan argumennya bahwa dalam demokrasi di Indonesia, harusnya pemimpin mewakili mayoritas rakyatnya. “Mungkinkah yang menjadi gubernur di Bali, Muslim?”tanya Habib.

Meski Pilgub DKI masih tahun depan, nampaknya pertarungan opini di media, akan terus panas. Bahkan ada yang memperkirakan Jakarta akan rusuh, bila Ahok memaksakan maju.

Di samping Yusril, calon gubernur Muslim lain, Adhyaksa Dault juga lagi mempersiapkan kekuatannya. Kabarnya, Adhyaksa dalam deklarasinya 2 April 2016 mendatang akan membuat kejutan. Ia akan didampingi salah satu tokoh Islam yang terkenal di Jakarta.

Dan bila muncul calon tiga calon: Yusril, Adhyaksa dan Ahok, pemilihan gubernur DKI makin ramai. Mungkin akan mengulang pilgub 2012, dua putaran. Karena di DKI Jakarta –beda dengan pilkada di daerah lain- pemenang harus 50% plus satu. Mampukah calon gubernur Muslim meng-ko Ahok? Kita doakan. *Wallahu azizun hakim/IZ


http://www.sharia.co.id/2016/03/pend...-triwisaksana/