- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Dampak negatif putri Disney pada anak perempuan


TS
dragonroar
Dampak negatif putri Disney pada anak perempuan
Quote:
Oleh : Anindhita Maharrani @_dita | 07:37 WIB - Jumat , 01 Juli 2016

Budaya Princess cenderung membuat anak lebih percaya stereotip seksis yang berbahaya.
© Dragon Images /Shutterstock
Tak hanya anak, pada masanya Anda pun mungkin familier dengan kisah putri Disney. Rasanya tak berlebihan jika princess--demikian sebutan para tokoh itu--adalah bagian dari budaya.
Saat tayangan berbau seks dan kekerasan marak, kisah Cinderella, Snow White, dan putri impian lain tentu tampak tak berbahaya. Padahal tidak demikian menurut riset terbaru.
Anak perempuan yang familier dengan budaya princess cenderung lebih lebih rentan terhadap stereotip gender. Dikutip Time, periset Sarah M. Coyne dari Brigham Young University membuktikannya lewat penelitian setahun lamanya.
Bersama tim, Coyne mengumpulkan keluarga dari 198 murid taman kanak-kanak. Periset mewawancarai para orang tua dan guru untuk mencari tahu seberapa sering anak mereka berinteraksi dengan hal-hal yang berbau putri Disney.
Orang tua dan guru mengisi kuesioner mengenai perilaku anak, rasa percaya diri, dan kebiasaan mereka bermain. Selain itu, para anak juga diperlihatkan mainan stereotip perempuan, laki-laki, dan yang bersifat netral.
Anak-anak ini ditanya seberapa mereka menyukai masing-masing mainan tersebut. Sekitar setahun kemudian, para orang tua mengisi lagi kuesioner yang sama.
Hasil penelitian menunjukkan 96 persen anak perempuan dan 87 persen anak laki-laki telah mengonsumsi produk putri Disney. Sementara 61 persen anak perempuan asyik dengan mainan putri Disney paling tidak satu kali dalam sepekan.
Sayangnya, semakin sering anak perempuan bermain bersama para princess, semakin rentan pula ia terhadap stereotip gender. Bukan dalam hal ramah atau lebih komunikatif seperti efeknya pada anak laki-laki, melainkan lebih ke arah negatif.
"Mereka cenderung merasa tak bisa melakukan beberapa hal di luar stereotip gender perempuan," tutur Coyne dikutip BYU News. Mereka merasa tak percaya diri dalam hal sains dan matematika. Mereka tak suka menjadi kotor sehingga cenderung urung mencoba dan bereksperimen dengan banyak hal.
Figur putri Disney sangat marak dalam keseharian, di antaranya di televisi, gawai, dan peralatan sekolah anak. Para periset pun sadar menyingkirkan putri Disney dari kehidupan anak-anak adalah hal yang tidak realistis.
Coyne menyarankan orang tua dan guru untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan para princess. Tujuannya melindungi mereka dari paparan stereotip gender yang bisa berdampak buruk.
"Moderasi adalah kunci dalam segala hal. Biarkan anak-anak Anda melakukan berbagai aktivitas. Putri Disney hanyalah satu dari banyak hal lain yang mengisi keseharian mereka," saran Coyne.
sumber

Budaya Princess cenderung membuat anak lebih percaya stereotip seksis yang berbahaya.
© Dragon Images /Shutterstock
Tak hanya anak, pada masanya Anda pun mungkin familier dengan kisah putri Disney. Rasanya tak berlebihan jika princess--demikian sebutan para tokoh itu--adalah bagian dari budaya.
Saat tayangan berbau seks dan kekerasan marak, kisah Cinderella, Snow White, dan putri impian lain tentu tampak tak berbahaya. Padahal tidak demikian menurut riset terbaru.
Anak perempuan yang familier dengan budaya princess cenderung lebih lebih rentan terhadap stereotip gender. Dikutip Time, periset Sarah M. Coyne dari Brigham Young University membuktikannya lewat penelitian setahun lamanya.
Bersama tim, Coyne mengumpulkan keluarga dari 198 murid taman kanak-kanak. Periset mewawancarai para orang tua dan guru untuk mencari tahu seberapa sering anak mereka berinteraksi dengan hal-hal yang berbau putri Disney.
Orang tua dan guru mengisi kuesioner mengenai perilaku anak, rasa percaya diri, dan kebiasaan mereka bermain. Selain itu, para anak juga diperlihatkan mainan stereotip perempuan, laki-laki, dan yang bersifat netral.
Anak-anak ini ditanya seberapa mereka menyukai masing-masing mainan tersebut. Sekitar setahun kemudian, para orang tua mengisi lagi kuesioner yang sama.
Hasil penelitian menunjukkan 96 persen anak perempuan dan 87 persen anak laki-laki telah mengonsumsi produk putri Disney. Sementara 61 persen anak perempuan asyik dengan mainan putri Disney paling tidak satu kali dalam sepekan.
Sayangnya, semakin sering anak perempuan bermain bersama para princess, semakin rentan pula ia terhadap stereotip gender. Bukan dalam hal ramah atau lebih komunikatif seperti efeknya pada anak laki-laki, melainkan lebih ke arah negatif.
"Mereka cenderung merasa tak bisa melakukan beberapa hal di luar stereotip gender perempuan," tutur Coyne dikutip BYU News. Mereka merasa tak percaya diri dalam hal sains dan matematika. Mereka tak suka menjadi kotor sehingga cenderung urung mencoba dan bereksperimen dengan banyak hal.
Figur putri Disney sangat marak dalam keseharian, di antaranya di televisi, gawai, dan peralatan sekolah anak. Para periset pun sadar menyingkirkan putri Disney dari kehidupan anak-anak adalah hal yang tidak realistis.
Coyne menyarankan orang tua dan guru untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan para princess. Tujuannya melindungi mereka dari paparan stereotip gender yang bisa berdampak buruk.
"Moderasi adalah kunci dalam segala hal. Biarkan anak-anak Anda melakukan berbagai aktivitas. Putri Disney hanyalah satu dari banyak hal lain yang mengisi keseharian mereka," saran Coyne.
sumber




anasabila dan sebelahblog memberi reputasi
2
1.5K
Kutip
4
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan