- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Surat Pernyataan Siswa yg Menghebohkan Nitizen


TS
foetza
Surat Pernyataan Siswa yg Menghebohkan Nitizen
Berita Heboh kali ini datang dari Dunia Pendidikan. Dimana salah 1 sekolah membuat Surat Pernyataan Siswa yang cukup mencengangkan Para Orang Tua & Nitizen semua.
Berikut sedikit Berita Heboh yg ane coba sedikit rangkum.
Berikut sedikit Berita Heboh yg ane coba sedikit rangkum.
Quote:
Original Posted By Surat Pernyataan
Ane kasih yg sensor yah.

Ane kasih yg sensor yah.

Quote:
Original Posted By Berita nya
Jakarta - Beberapa waktu lalu kasus cubitan guru ke muridnya di Sidoarjo, Jawa Timur ramai diperbincangkan publik. Kasus itu sempat sampai ke pengadilan, walau akhirnya berujung damai. Dari kasus itu, muncul suara publik menyikapi, ada yang pro dengan tindakan guru, ada juga yang kontra.
Yang pro dengan guru menilai kalau hukuman cubitan, bila memang siswa tersebut bandel dan tak bisa diberi nasihat layak diberikan. Sedang yang kontra menilai apapun tindakan guru hukuman tak boleh melukai siswa. Guru harus mendidik dengan kasih sayang.
Nah, ramai soal pro kontra itu, beredar juga surat perjanjian antara sekolah dan orangtua siswa. Di surat itu tertulis bila orangtua ingin anaknya bersekolah harus menandatangani sejumlah kesepakatan. Berikut perjanjiannya:
Tidak akan menuntut pihak sekolah/guru apabila
1. Dicubit sampai merah/biru karena terlambat
2. Dipotong rambutnya karena gondrong
3. Dijemur di lapangan upacara karena tidak mengerjakan tugas
4. Disuruh push up karena berisik di kelas
5. Dijewer karena pakaian tidak rapi
6. Dan hukuman lainnya yang disesuaikan dengan tingkat kesalahan
Di surat perjanjian itu tertulis orangtua tidak boleh melaporkan ke pihak berwajib apabila hukuman diberikan karena siswa tidak disiplin, lalai, susah diatur, dan meresahkan lingkungan sekolah.
Surat ini kabarnya sudah dipakai di beberapa sekolah dalam penerimaan siswa. Memang bukan tanpa alasan, ada beberapa kasus guru dipolisikan karena cubitan atau memotong rambut.
Sumber: http://m.detik.com/news/berita/32490...rti-ini-dibuat
Jakarta - Beberapa waktu lalu kasus cubitan guru ke muridnya di Sidoarjo, Jawa Timur ramai diperbincangkan publik. Kasus itu sempat sampai ke pengadilan, walau akhirnya berujung damai. Dari kasus itu, muncul suara publik menyikapi, ada yang pro dengan tindakan guru, ada juga yang kontra.
Yang pro dengan guru menilai kalau hukuman cubitan, bila memang siswa tersebut bandel dan tak bisa diberi nasihat layak diberikan. Sedang yang kontra menilai apapun tindakan guru hukuman tak boleh melukai siswa. Guru harus mendidik dengan kasih sayang.
Nah, ramai soal pro kontra itu, beredar juga surat perjanjian antara sekolah dan orangtua siswa. Di surat itu tertulis bila orangtua ingin anaknya bersekolah harus menandatangani sejumlah kesepakatan. Berikut perjanjiannya:
Tidak akan menuntut pihak sekolah/guru apabila
1. Dicubit sampai merah/biru karena terlambat
2. Dipotong rambutnya karena gondrong
3. Dijemur di lapangan upacara karena tidak mengerjakan tugas
4. Disuruh push up karena berisik di kelas
5. Dijewer karena pakaian tidak rapi
6. Dan hukuman lainnya yang disesuaikan dengan tingkat kesalahan
Di surat perjanjian itu tertulis orangtua tidak boleh melaporkan ke pihak berwajib apabila hukuman diberikan karena siswa tidak disiplin, lalai, susah diatur, dan meresahkan lingkungan sekolah.
Surat ini kabarnya sudah dipakai di beberapa sekolah dalam penerimaan siswa. Memang bukan tanpa alasan, ada beberapa kasus guru dipolisikan karena cubitan atau memotong rambut.
Sumber: http://m.detik.com/news/berita/32490...rti-ini-dibuat
Quote:
Original Posted By Berita nya lagi
Merdeka.com - Beberapa bulan terakhir, sejumlah guru terpaksa harus menikmati dinginnya lantai penjara akibat dilaporkan orangtua murid. Tindakan itu diambil para orangtua saat mengetahui anaknya mendapat hukuman keras dari sekolah, mulai dari rambut dipaksa potong hingga pencubitan.
Terakhir, seorang guru SMP Raden Rahmad di Kecamatan Balongbendo mencubit siswanya sudah masuk persidangan di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Kasus ini membuat para guru semakin resah. Bahkan ada yang berdemo meminta para orangtua mendidik anaknya masing-masing tanpa melibatkan sekolah.
Entah tak ingin kejadian serupa terulang, sebuah SMP di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat membuat perjanjian bagi calon siswa baru. Perjanjian tersebut adalah tidak melaporkan pihak sekolah maupun guru saat menghukum anak-anak mereka.
Perjanjian ini beredar luas di media sosial. Beberapa poin yang kerap menjadi masalah turut dimasukkan ke dalam perjanjian tersebut.
Tak sedikit netizen yang mendukung upaya sekolah untuk menerbitkan perjanjian tersebut. Dia beranggapan sekolah harus lebih cerdas dalam menjalankan fungsi pendidikannya.
"Bagus lah. Memang sekolah harus lebih cerdas dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik," tulis Annisa Latifah.
Namun, ada pula yang menganggapnya berlebihan. Seperti yang diungkapkan Devi Novita.
"Kalau menurut saya sih seorang guru tidak wajar membuat surat perjanjian seperti itu, memang tidak mudah menjadi seorang pengajar/guru. Untuk mendidik anak agar bisa di atur memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebaiknya seorang guru lebih tahu caranya agar murid-muridnya menaati peraturan sekolah. Sering-sering lah adakan meeting orangtua guru dan murid, jika murid sudah tidak bisa diatur di sekolah ajak orangtua murid untuk berdiskusi, barangkali orangtuanya tidak tahu kelakuan anaknya di sekolah, dan buat para guru jangan sekali-kali meninggalkan kelas ketika murid sedang belajar, jadilah contoh yang baik buat mereka. Guru yang baik mengajar dari hati bukan dari kata-kata emosional."
Sumber: http://m.merdeka.com/peristiwa/bered...ubit-guru.html
Merdeka.com - Beberapa bulan terakhir, sejumlah guru terpaksa harus menikmati dinginnya lantai penjara akibat dilaporkan orangtua murid. Tindakan itu diambil para orangtua saat mengetahui anaknya mendapat hukuman keras dari sekolah, mulai dari rambut dipaksa potong hingga pencubitan.
Terakhir, seorang guru SMP Raden Rahmad di Kecamatan Balongbendo mencubit siswanya sudah masuk persidangan di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Kasus ini membuat para guru semakin resah. Bahkan ada yang berdemo meminta para orangtua mendidik anaknya masing-masing tanpa melibatkan sekolah.
Entah tak ingin kejadian serupa terulang, sebuah SMP di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat membuat perjanjian bagi calon siswa baru. Perjanjian tersebut adalah tidak melaporkan pihak sekolah maupun guru saat menghukum anak-anak mereka.
Perjanjian ini beredar luas di media sosial. Beberapa poin yang kerap menjadi masalah turut dimasukkan ke dalam perjanjian tersebut.
Tak sedikit netizen yang mendukung upaya sekolah untuk menerbitkan perjanjian tersebut. Dia beranggapan sekolah harus lebih cerdas dalam menjalankan fungsi pendidikannya.
"Bagus lah. Memang sekolah harus lebih cerdas dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik," tulis Annisa Latifah.
Namun, ada pula yang menganggapnya berlebihan. Seperti yang diungkapkan Devi Novita.
"Kalau menurut saya sih seorang guru tidak wajar membuat surat perjanjian seperti itu, memang tidak mudah menjadi seorang pengajar/guru. Untuk mendidik anak agar bisa di atur memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebaiknya seorang guru lebih tahu caranya agar murid-muridnya menaati peraturan sekolah. Sering-sering lah adakan meeting orangtua guru dan murid, jika murid sudah tidak bisa diatur di sekolah ajak orangtua murid untuk berdiskusi, barangkali orangtuanya tidak tahu kelakuan anaknya di sekolah, dan buat para guru jangan sekali-kali meninggalkan kelas ketika murid sedang belajar, jadilah contoh yang baik buat mereka. Guru yang baik mengajar dari hati bukan dari kata-kata emosional."
Sumber: http://m.merdeka.com/peristiwa/bered...ubit-guru.html
Quote:
Original Posted By Kata Anggota Komnas Ham
Merdeka.com - Mubasysyir seorang guru Pendidikan Jasmanai di SMA Negeri 2, Sinjai Selatan, Sulawesi Selatan, ditahan polisi karena dituding telah melakukan penganiayaan terhadap siswanya. Dia dilaporkan orang tua siswa berinisial SA hanya gara-gara menggunting rambut SA yang bergaya punk.
Dalam laporan orang tua SA, guru dituding telah melukai tangan anaknya. Padahal, sebelum digunting, SA tidak pernah mendengar peringatan sekolah untuk mencukur penampilan rambutnya yang awur-awuran.
Kejadian serupa menimpa para guru bukan pertama kali terjadi di tanah air. Beberapa hari terakhir, kasus guru dilaporkan oleh anak siswanya pun santer diberitakan media beberapa hari terakhir.
Salah satunya, Nurmayani seorang guru Biologi di Negeri 1 Bantaeng yang sempat ditahan karena dilaporkan orang tua siswa yang merupakan seorang anggota polisi. Anggota polisi ini tak terima anaknya dicubit dibagikan paha oleh Nurmayani.
Menanggapi hal itu, Anggota Komnas HAM Bidang Pendidikan, Andreas Tambah mengaku prihatin melihat nasib para guru di Indonesia. Dia menilai, peristiwa-peristiwa yang menimpa para guru merupakan satu bentuk kemunduran masyarakat.
"Ini sangat memprihatinkan, apa lagi yang dipermasalahkan itu masalah spele. Ini langkah mundur, karena sebenarnya masalah ini bisa diselesaikan," kata Andreas saat berbincang dengan merdeka.com, Jakarta, Kamis (9/6) malam.
Andreas bahkan menyebut apa yang dialami para guru adalah fenomena baru yang mencederai dunia pendidikan. Dia khawatir, dengan adanya peristiwa itu, tidak menutup kemungkinan para guru takut atau tidak mau bertugas sesuai tupoksi.
Apa lagi, kata dia, setelah beberapa kali mencoba berdialog dengan para guru, mereka mulai apatis dan kecewa dengan sikap orang tua siswa yang membela mati-matian anaknya tanpa ingin tahu akar masalah yang menyebabkan seorang guru menghukum muridnya.
"Saya pernah ngobrol sama guru, mereka jadi apatis dan melakukan pembiaran. Mereka bilang, daripada berurusan sama hukum biarkan saja, toh bukan anak saya," ujarnya.
"Yang saya takutkan, ketika anak dibela mati-matiin sama orang tua sampai menang pengadilan, itu si anak bakal arogan dan memandang remeh guru. Saya juga khawatir ke depan nantinya guru cuma jadi pengajar bukan mendidik," timpal dia.
Di satu sisi, Andreas tak menampik ada guru yang bersikap arogan saat mendidik anak. Dia mendukung seorang guru dilaporkan ke polisi bila memang gaya mendidik guru tersebut membahayakan nyawa anak siswanya.
"Ini luar biasa. Apakah Indonesia ini melek hukum atau enggak ngerti hukum. Ini harus diperhatikan sama semua pihak, orangtua jangan responsif atau emosional terhadap guru, kecuali membahayakan nyawa anak boleh lah melakukan upaya hukum," ucapnya.
Oleh sebab itu, Andreas dengan tegas mendukung pemerintah untuk membuat Undang-undang (UU) Perlindungan guru. Dia berharap, pemerintah mau membuka mata melihat persoalan yang menimpa para guru tersebut.
"Harus ada UU perlindungan guru. Harus jadi perhatian pemerintah, saya yakin ini ke depan dampaknya buruk," pungkas dia.
Sumber: http://m.merdeka.com/peristiwa/kenap...m-anaknya.html
Merdeka.com - Mubasysyir seorang guru Pendidikan Jasmanai di SMA Negeri 2, Sinjai Selatan, Sulawesi Selatan, ditahan polisi karena dituding telah melakukan penganiayaan terhadap siswanya. Dia dilaporkan orang tua siswa berinisial SA hanya gara-gara menggunting rambut SA yang bergaya punk.
Dalam laporan orang tua SA, guru dituding telah melukai tangan anaknya. Padahal, sebelum digunting, SA tidak pernah mendengar peringatan sekolah untuk mencukur penampilan rambutnya yang awur-awuran.
Kejadian serupa menimpa para guru bukan pertama kali terjadi di tanah air. Beberapa hari terakhir, kasus guru dilaporkan oleh anak siswanya pun santer diberitakan media beberapa hari terakhir.
Salah satunya, Nurmayani seorang guru Biologi di Negeri 1 Bantaeng yang sempat ditahan karena dilaporkan orang tua siswa yang merupakan seorang anggota polisi. Anggota polisi ini tak terima anaknya dicubit dibagikan paha oleh Nurmayani.
Menanggapi hal itu, Anggota Komnas HAM Bidang Pendidikan, Andreas Tambah mengaku prihatin melihat nasib para guru di Indonesia. Dia menilai, peristiwa-peristiwa yang menimpa para guru merupakan satu bentuk kemunduran masyarakat.
"Ini sangat memprihatinkan, apa lagi yang dipermasalahkan itu masalah spele. Ini langkah mundur, karena sebenarnya masalah ini bisa diselesaikan," kata Andreas saat berbincang dengan merdeka.com, Jakarta, Kamis (9/6) malam.
Andreas bahkan menyebut apa yang dialami para guru adalah fenomena baru yang mencederai dunia pendidikan. Dia khawatir, dengan adanya peristiwa itu, tidak menutup kemungkinan para guru takut atau tidak mau bertugas sesuai tupoksi.
Apa lagi, kata dia, setelah beberapa kali mencoba berdialog dengan para guru, mereka mulai apatis dan kecewa dengan sikap orang tua siswa yang membela mati-matian anaknya tanpa ingin tahu akar masalah yang menyebabkan seorang guru menghukum muridnya.
"Saya pernah ngobrol sama guru, mereka jadi apatis dan melakukan pembiaran. Mereka bilang, daripada berurusan sama hukum biarkan saja, toh bukan anak saya," ujarnya.
"Yang saya takutkan, ketika anak dibela mati-matiin sama orang tua sampai menang pengadilan, itu si anak bakal arogan dan memandang remeh guru. Saya juga khawatir ke depan nantinya guru cuma jadi pengajar bukan mendidik," timpal dia.
Di satu sisi, Andreas tak menampik ada guru yang bersikap arogan saat mendidik anak. Dia mendukung seorang guru dilaporkan ke polisi bila memang gaya mendidik guru tersebut membahayakan nyawa anak siswanya.
"Ini luar biasa. Apakah Indonesia ini melek hukum atau enggak ngerti hukum. Ini harus diperhatikan sama semua pihak, orangtua jangan responsif atau emosional terhadap guru, kecuali membahayakan nyawa anak boleh lah melakukan upaya hukum," ucapnya.
Oleh sebab itu, Andreas dengan tegas mendukung pemerintah untuk membuat Undang-undang (UU) Perlindungan guru. Dia berharap, pemerintah mau membuka mata melihat persoalan yang menimpa para guru tersebut.
"Harus ada UU perlindungan guru. Harus jadi perhatian pemerintah, saya yakin ini ke depan dampaknya buruk," pungkas dia.
Sumber: http://m.merdeka.com/peristiwa/kenap...m-anaknya.html
Quote:
Original Posted By Kata Bupati
Merdeka.com - Para guru di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, kini bakal dilindungi jika menampar siswanya karena emosi. Bentuk perlindungan terhadap guru itu adalah dengan menerjunkan advokat.
Buat memuluskan rencana itu, Pemkab Purwakarta membentuk Tim Pembela Guru. Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi mengatakan, saat ini banyak guru di Indonesia harus berurusan dengan hukum akibat melakukan tindakan fisik kepada siswanya. Padahal menurut dia, hal itu dilakukan sebagai bentuk emosional sesaat karena perbuatan siswa dinilai pelanggaran cukup berat di sekolah.
Dedi mengatakan, saat ini perlakuan guru mengarah kepada fisik siswa, seperti menampar atau mencubit, sudah masuk dalam ranah pidana. Kondisi itu bisa menyebabkan siswa manja dan berbuat nakal tidak wajar, jika tidak dibarengi dengan pola asuh orang tua.
"Zaman saya dulu, nakal itu pulang sekolah ambil mangga di kebun orang, lalu perkelahian antar teman sekolah satu lawan satu. Tapi sekarang, kenakalan itu berubah jadi geng motor, pencurian, pemerkosaan, dan bahkan berkelahi sampai bacok-bacokan," kata Dedi, Kamis (9/6).
Dedi menyatakan, kenakalan anak-anak di masa lalu bisa terbendung dengan sikap tegas dari para guru, yang mendapat kepercayaan dari orang tua untuk mendidik anaknya. Tindakan tegas dilakukan guru pada saat itu selain membendung tingkat kenakalan, juga ampuh meningkatkan empati dan hormat siswa terhadap guru.
Sedangkan anak masa kini terlalu dimanjakan oleh orang tuanya. Mulai dari diberikan motor atau mobil sebelum usia dewasa, dan pembiaran anak berkeliaran malam. Hal itu bisa berimbas pada perilaku anak cenderung liar, bahkan tak memiliki rasa hormat terhadap orang tua dan guru.
Dengan pembentukan tim pembela guru, Dedi menyangkal kalau dia memihak guru secara berlebihan. Namun sebagai kepala daerah, dia beralasan mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap para guru.
Dalam SK Tim Pembela Guru, akan diatur mengenai batasan bagaimana kewenangan guru mendidik siswanya tanpa menyalahi undang-undang. Salah satunya pemotongan dua angka seluruh mata pelajaran, bagi siswa yang telah melakukan pelanggaran atau berbuat tidak wajar.
Selain itu, para guru di Purwakarta akan mendapat perlindungan dan konsultan terdiri dari sepuluh pengacara, yang akan berkantor di Kantor PGRI Kabupaten Purwakarta.
"Jadi mun aya guru nu kalepasan jurig nepi ka nyiwit atawa nyabok, terus dilaporkeun ka polisi, engke pengacara nu nyanghareupan. (Jadi kalau ada guru yang kelepasan sampai mencubit atau nampar, terus dilaporkan ke polisi, nanti pengacara yang menghadapi). Gratis," tambah Dedi.
Diharapkan dengan adanya perlindungan itu, para guru di Kabupaten Purwakarta bisa leluasa mendidik anak melalui bimbingan dan perlindungan hukum.
Sumber: http://m.merdeka.com/peristiwa/jika-...a-advokat.html
Merdeka.com - Para guru di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, kini bakal dilindungi jika menampar siswanya karena emosi. Bentuk perlindungan terhadap guru itu adalah dengan menerjunkan advokat.
Buat memuluskan rencana itu, Pemkab Purwakarta membentuk Tim Pembela Guru. Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi mengatakan, saat ini banyak guru di Indonesia harus berurusan dengan hukum akibat melakukan tindakan fisik kepada siswanya. Padahal menurut dia, hal itu dilakukan sebagai bentuk emosional sesaat karena perbuatan siswa dinilai pelanggaran cukup berat di sekolah.
Dedi mengatakan, saat ini perlakuan guru mengarah kepada fisik siswa, seperti menampar atau mencubit, sudah masuk dalam ranah pidana. Kondisi itu bisa menyebabkan siswa manja dan berbuat nakal tidak wajar, jika tidak dibarengi dengan pola asuh orang tua.
"Zaman saya dulu, nakal itu pulang sekolah ambil mangga di kebun orang, lalu perkelahian antar teman sekolah satu lawan satu. Tapi sekarang, kenakalan itu berubah jadi geng motor, pencurian, pemerkosaan, dan bahkan berkelahi sampai bacok-bacokan," kata Dedi, Kamis (9/6).
Dedi menyatakan, kenakalan anak-anak di masa lalu bisa terbendung dengan sikap tegas dari para guru, yang mendapat kepercayaan dari orang tua untuk mendidik anaknya. Tindakan tegas dilakukan guru pada saat itu selain membendung tingkat kenakalan, juga ampuh meningkatkan empati dan hormat siswa terhadap guru.
Sedangkan anak masa kini terlalu dimanjakan oleh orang tuanya. Mulai dari diberikan motor atau mobil sebelum usia dewasa, dan pembiaran anak berkeliaran malam. Hal itu bisa berimbas pada perilaku anak cenderung liar, bahkan tak memiliki rasa hormat terhadap orang tua dan guru.
Dengan pembentukan tim pembela guru, Dedi menyangkal kalau dia memihak guru secara berlebihan. Namun sebagai kepala daerah, dia beralasan mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap para guru.
Dalam SK Tim Pembela Guru, akan diatur mengenai batasan bagaimana kewenangan guru mendidik siswanya tanpa menyalahi undang-undang. Salah satunya pemotongan dua angka seluruh mata pelajaran, bagi siswa yang telah melakukan pelanggaran atau berbuat tidak wajar.
Selain itu, para guru di Purwakarta akan mendapat perlindungan dan konsultan terdiri dari sepuluh pengacara, yang akan berkantor di Kantor PGRI Kabupaten Purwakarta.
"Jadi mun aya guru nu kalepasan jurig nepi ka nyiwit atawa nyabok, terus dilaporkeun ka polisi, engke pengacara nu nyanghareupan. (Jadi kalau ada guru yang kelepasan sampai mencubit atau nampar, terus dilaporkan ke polisi, nanti pengacara yang menghadapi). Gratis," tambah Dedi.
Diharapkan dengan adanya perlindungan itu, para guru di Kabupaten Purwakarta bisa leluasa mendidik anak melalui bimbingan dan perlindungan hukum.
Sumber: http://m.merdeka.com/peristiwa/jika-...a-advokat.html
Quote:
Original Posted By Bonus nya



Diubah oleh foetza 07-07-2016 08:40
0
10K
Kutip
64
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan