- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Inilah Profil Radja Nainggolan, Pemain Belgia keturunan Indonesia


TS
abhiebsd
Inilah Profil Radja Nainggolan, Pemain Belgia keturunan Indonesia
Quote:
Assalamualaikum Wr Wb...
Selamat Pagi...
Om Swastiastu...
Selamat Pagi...
Om Swastiastu...
Hari ini ane mau berbagi info nih gan terkati Euro 2016 yang sedang kita nikmati sekarang ini.
Jagoan tim agan apa? Kalau ane megang Belgia sejak awal gan. Karena banyak potensi pemain yang bagus seperti Eden Hazard, Fellaini, Witsel, De Bruyne, Benteke, Lukaku, Radja Nainggoal dan lainya.
Selain itu juga ane kalau maen PES dengan belgia menangan juga gan walaupun lawan spanyol dan Jerman. Karena memang di PES pun Belgia termasuk Tim yang cukup Bagus. Nah kali ini ane ga bahas Tim Belgia lebih lanjut, tapi ane mau bagi info nih gan salah satu pemain Belgia. Agan -agan sudah pada tahu belum? kalau ane sudah tau sejak 2013 gan, ketika Radja Nainggolan ke datang Indonesia untuk main exhibisi dengan Timnas U-23 Indonesia. Untuk lebih jelasnya ane jelasin profil Radja Nainggolan di bawah ini. Cekidot...
Quote:
PROFIL RADJA NAINGGOLAN

Radja Nainggolan (lahir di Antwerpen, Belgia, 4 Mei 1988; umur 28 tahun) adalah pemain sepak bola profesional asal Belgia yang saat ini bermain untuk klub A.S. Roma, ia menempati posisi bermain sebagai gelandang.

Radja Nainggolan (lahir di Antwerpen, Belgia, 4 Mei 1988; umur 28 tahun) adalah pemain sepak bola profesional asal Belgia yang saat ini bermain untuk klub A.S. Roma, ia menempati posisi bermain sebagai gelandang.
Quote:
Awal Kehidupan
Nainggolan lahir di Antwerpen. Ia adalah putra dari Lizy Bogaerts, seorang Belgia beretnis Flandria beragama Katolik Roma yang membesarkannya bersama tiga saudara tirinya dan adik perempuan kembarnya, ayahnya Marianus Nainggolan, orang Indonesia berasal dari suku Batak beragama Protestan yang meninggalkan mereka ketika dia masih anak-anak.
Ibu Radja Nainggolan meninggal pada tahun 2010, dan setelah kematiannya ia menato dua sayap besar di punggungnya dengan tanggal kelahiran dan kematian ibunya.Ia beragama Katolik Roma dan dapat berbicara bahasa Belanda, Inggris danItalia dengan lancar, serta cukup mengerti bahasa Perancis.
Radja Nainggolan tiba di Piacenza Calcio pada akhir tahun 2005 pada usia 17 tahun, dari tim K.F.C. Germinal Beerschot. Ia berhasil tampil pada dua pertandingan Serie B untuk klub, selama dua musim terpisah.
Quote:
Karier Klub
1.PIACENZA
Nainggolan bermain dalam 38 pertandingan pada Serie B musim 2008-2009 untuk tim asal Emilia-Romagna tersebut, ia mencetak tiga gol yang akhirnya finis diurutan ke-10. Pada 27 Januari 2010 ia dipinjamkan ke Cagliari Calcio di Serie A, dengan opsi untuk membelinya secara permanen di akhir musim.Dia membuat debut liga pada tanggal 7 Februari, bermain dalam tujuh menit saat kekalahan tandang Cagliari 0-3 atas Inter Milan.
2. CAGLIARI
Pada 21 Juni 2010, Cagliari mengakuisisi Nainggolan secara permanen. Pada awal Oktober 2013, setelah tiga musim sebagai pilihan pertama yang diperdebatkan, ia memperpanjang kontrak hingga 2016.
Namun, pada 7 Januari tahun berikutnya, Nainggolan dipinjamkan ke sesama klub Serie A, A.S. Roma sampai akhir musim dengan biaya € 3 juta, dengan opsi Roma membuat kesepakatan permanen pada musim panas berikutnya untuk harga € 6 juta.
3. ROMA
Nainggolan melakukan debut untuk tim barunya pada 9 Januari 2014, saat Roma meraih kemenangan kandang 1-0 atas U.C. Sampdoria pada ajang Coppa Italia musim 2013–2014, yang membuat Roma lolos ke perempat final. Pada kompetisi yang sama, ia juga membantu menyingkirkan Juventus F.C. dengan bermain selama 90 menit penuh pada 12 hari kemudian.
1.PIACENZA
Nainggolan bermain dalam 38 pertandingan pada Serie B musim 2008-2009 untuk tim asal Emilia-Romagna tersebut, ia mencetak tiga gol yang akhirnya finis diurutan ke-10. Pada 27 Januari 2010 ia dipinjamkan ke Cagliari Calcio di Serie A, dengan opsi untuk membelinya secara permanen di akhir musim.Dia membuat debut liga pada tanggal 7 Februari, bermain dalam tujuh menit saat kekalahan tandang Cagliari 0-3 atas Inter Milan.
2. CAGLIARI
Pada 21 Juni 2010, Cagliari mengakuisisi Nainggolan secara permanen. Pada awal Oktober 2013, setelah tiga musim sebagai pilihan pertama yang diperdebatkan, ia memperpanjang kontrak hingga 2016.
Namun, pada 7 Januari tahun berikutnya, Nainggolan dipinjamkan ke sesama klub Serie A, A.S. Roma sampai akhir musim dengan biaya € 3 juta, dengan opsi Roma membuat kesepakatan permanen pada musim panas berikutnya untuk harga € 6 juta.
3. ROMA
Nainggolan melakukan debut untuk tim barunya pada 9 Januari 2014, saat Roma meraih kemenangan kandang 1-0 atas U.C. Sampdoria pada ajang Coppa Italia musim 2013–2014, yang membuat Roma lolos ke perempat final. Pada kompetisi yang sama, ia juga membantu menyingkirkan Juventus F.C. dengan bermain selama 90 menit penuh pada 12 hari kemudian.
Quote:
Selain karier klub yang cemerlang, Radja juga langganan Timnas Belgia dari Junior Hingga Senior:
TIMNAS MAIN GOAL
2004 Belgia U-16 1 (0)
2007 Belgia U-19 2 (0)
2008–2009 Belgia U-20 2 (0)
2007–2010 Belgia U-21 13 (1)
2009– Belgia 20 (4)
TIMNAS MAIN GOAL
2004 Belgia U-16 1 (0)
2007 Belgia U-19 2 (0)
2008–2009 Belgia U-20 2 (0)
2007–2010 Belgia U-21 13 (1)
2009– Belgia 20 (4)
Quote:
Berikut jejak Radja yang telah dibahas oleh media dari Indonesia mengenai Radja Nainggolan:
TEMPO.CO, Jakarta - Radja Nainggolan, pencetak gol penyelamat Belgia saat melawan Swedia pada Rabu malam lalu, adalah sebuah fenomena. Di Antwerpen, Belgia, ketika Radja baru memulai kariernya di dunia sepak bola, tak banyak yang tahu bahwa Radja keturunan Indonesia. “Saya pikir dia orang Maroko,” kata Henk Mariman, mantan manajer klub junior Germinal Beerschot, tempat Radja dulu pernah ditempa.
Di klub ini pula, sejumlah pemain tim Les Diables Rouges pernah bernaung, seperti Mousa Dembele, Toby Alderweireld, dan Jan Vertonghen. Henk mengingat Radja karena posturnya yang kecil dibanding rata-rata anak-anak setimnya di Beerschot.
“Dia masuk Beerschot sejak umur 9 tahun, tapi bermain bola sejak umur 4 tahun,” kata Mariman, yang dulu ditemui Tempo di kantornya, lapangan Germinal Beerschot, Antwerpen. “Meski posturnya kecil, Radja itu dominan di lapangan. Coba saja beri bola ke dia, bola itu tidak akan pernah berpisah dari kakinya,” kata Mariman yang mengingat Radja sebagai pemuda pemberontak dan agak sulit diatur.
Dengan postur tubuh yang kecil, Radja juga dianggap punya kelemahan ketika harus menyambut bola di udara. Kondisi fisik ataupun reputasinya sebagai anak liar yang sulit diatur di lapangan ini sempat menjadi salah satu kendala bagi Radja untuk dipertimbangkan serius dalam klub profesional.
Namun Mariman mengakui teknik permainan Radja yang sering dijuluki El Guerroatau Ninja ini memang mengagumkan. “Dia punya bakat alami, tekniknya bagus,” kata Mariman. Sampai kemudian Club Piacenza Calcio menemukan pemuda dengan tinggi 170 cm ini.
Bergabung dengan Piacenza juga tidak pernah dibayangkan oleh Radja. Maklum, sebelum ke Piacenza, Radja belum pernah keluar dari Belgia. “Pada bulan pertama Radja di Piacenza, dia sering menelepon dan menangis karena rindu pulang,” kata Mariman. Apalagi Radja tidak bisa berbahasa Italia.
“Saya bilang kepada dia, itu keputusanmu sendiri untuk ke sana. Saya tidak bisa membawa kamu pulang karena kamu sudah menandatangani kontrak,” kata Mariman. Waktu itu, Radja memang masih tercatat sebagai anggota di Germinal Beerschot yang dipinjamkan kepada Piacenza selama satu tahun pada Agustus 2005.
Tempo sempat mewawancarai Radja via telpon pada November 2006 ketika ia masih berlatih di Piacenza. Ketika itu, Radja masih remaja tanggung berumur 17 tahun, yang berusaha memastikan masa depannya di dunia sepakbola profesional.
Radja mengakui awalnya sulit beradaptasi dengan kondisi Piacenza, terutama karena halangan bahasa. “Tapi sekarang saya bersyukur memutuskan untuk ke sini, karena di sini saya menyadari pentingnya menjadi pemain profesional,” kata Radja, yang juga memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah agar bisa total di bola.
“Saat ini saya memang main di tim kedua, tapi latihannya tiap hari dengan tim utama,” kata Radja terdengar bangga. Menurut dia, kontraknya di Piacenza akan diperpanjang lagi selama dua tahun. “Mungkin tahun depan saya akan mendapat gaji kalau mereka jadi membeli saya dari Beerschot,” kata Radja, yang kala itu belum berlumuran tato. Pada tahun yang sama, sempat beredar rumor bahwa Indonesia sedang mencari pemain-pemain berdarah Indonesia untuk masuk dalam tim nasional.
Namun, sejak awal, Radja tidak pernah ragu untuk menjadi bagian dari tim nasional Belgia. “Saya ingin menunggu tawaran dari Belgia. Kalau sampai tahun depan tim nasional Belgia tidak menawari saya main, saya mungkin akan mempertimbangkan untuk main di tim nasional Indonesia,” kata Radja kala itu.
Keinginan Radja untuk ke Indonesia justru bukan karena alasan ingin main dengan tim nasional Indonesia. “Saya ingin bertemu dengan ayah,” katanya.
Maklum, Marius Nainggolan, ayah Radja, meninggalkan Belgia ketika Radja dan Riana --saudara kembar Radja-- masih berusia 5 tahun. Dalam salah satu program televisi lokal, Radja berkisah bagaimana ibunya, Lizzy, harus bekerja siang-malam untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“Tanpa ayah, ibu terpaksa bekerja nonstop dan saya bersama Riana berusaha untuk tidak terlalu membebaninya,” tutur Radja. Kematian ibunya pada 2010 ketika Radja masih berusia 20 tahun menjadi pukulan sangat berat bagi Radja, yang kala itu baru mulai menapaki kariernya sebagai pemain bola profesional.
“Saya bahkan tidak tahu bahwa ibu sakit. Ibu melarang Riana untuk menceritakan kondisi kesehatannya. Ibu takut, kabar sakitnya akan mengganggu konsentrasi saya di klub,” kata Radja dengan mata berkaca-kaca. Setahun setelah kematian ibunya, Radja memutuskan untuk menikahi Claudia, seorang gadis Italia yang dikenalnya di Cagliari, Sardinia, ketika ia masih bermain di klub Seri A Liga Italia tersebut.
Demi mengabadikan sang ibu, Radja membuat tato sayap di punggungnya lengkap dengan nama ibunya dan tanggal kelahiran serta kematiannya. Sejak kematian sang ibu, Radja kemudian berusaha mempertanyakan kembali peran sang ayah.
Pada Juni 2013, ketika ia sudah menandatangani kontrak dengan Cagliari, Radja bersama istri dan anaknya, Aysha, akhirnya berkunjung ke Indonesia untuk pertama kali dalam hidupnya.
“Tiba-tiba setelah berpuluh tahun gagal membangun komunikasi, ayah saya ada di depan mata. Ia berusaha menjelaskan alasannya mengapa ia meninggalkan kami. Tapi, bagi saya, semua yang dia katakan tidak masuk akal. Ia terus bicara dan bicara. Tapi, selama itu, saya hanya memikirkan ibu saya dan bagaimana ibu berjuang untuk menyambung hidup kami,” kata Radja yang waktu itu sudah resmi bergabung dengan tim Setan Merah Belgia.
Sejak itu, Radja seperti ingin melupakan saja episode pahitnya dengan sang ayah dan berkonsentrasi penuh membangun keluarganya sendiri.
Namun Radja tidak pernah berhenti untuk terus ingin membuktikan diri baik di klubnya, AS Roma, maupun di tim nasional Belgia. Setelah bertahun-tahun, Radja tetap merasa lebih dihargai di Italia ketimbang di negerinya sendiri. “Di Belgia, mereka tidak memberi kepercayaan penuh kepada saya untuk bermain seperti di Italia,” kata Radja.
Maklum, hubungan Radja dengan Marc Wilmots, pelatih tim nasional Belgia, sempat menegang, khususnya setelah Piala Dunia 2014 di Brasil, ketika Radja hanya masuk dalam daftar pemain tunggu.
Bagaimanapun, terlihat jelas perubahan yang nyata dari remaja tanggung 17 tahun yang masih ragu akan nasibnya di negeri orang hingga menjadi Radja Nainggolan berumur 28 tahun yang terlihat sangat matang di rumput hijau. Marc Wilmots tentunya sadar akan hal tersebut.
Dari segi profesionalisme, karena merasa lebih diterima di AS Roma, Italia, Radja enggan menerima rayuan Antonio Conte, pelatih tim nasional Italia sekaligus pelatih baru di Chelsea, untuk bergabung pada musim panas tahun ini.
Kemenangan 1-0 Belgia atas Swedia berkat tendangan Radja pada Rabu lalu adalah tendangan yang memastikan posisinya sebagai pemain yang akan lebih dihargai di Belgia sekaligus memastikan bahwa ia akan menjadi rebutan klub-klub nomor satu di Eropa.
ASMAYANI KUSRINI (ANTWERPEN, BELGIA)
TEMPO.CO, Jakarta - Radja Nainggolan, pencetak gol penyelamat Belgia saat melawan Swedia pada Rabu malam lalu, adalah sebuah fenomena. Di Antwerpen, Belgia, ketika Radja baru memulai kariernya di dunia sepak bola, tak banyak yang tahu bahwa Radja keturunan Indonesia. “Saya pikir dia orang Maroko,” kata Henk Mariman, mantan manajer klub junior Germinal Beerschot, tempat Radja dulu pernah ditempa.
Di klub ini pula, sejumlah pemain tim Les Diables Rouges pernah bernaung, seperti Mousa Dembele, Toby Alderweireld, dan Jan Vertonghen. Henk mengingat Radja karena posturnya yang kecil dibanding rata-rata anak-anak setimnya di Beerschot.
“Dia masuk Beerschot sejak umur 9 tahun, tapi bermain bola sejak umur 4 tahun,” kata Mariman, yang dulu ditemui Tempo di kantornya, lapangan Germinal Beerschot, Antwerpen. “Meski posturnya kecil, Radja itu dominan di lapangan. Coba saja beri bola ke dia, bola itu tidak akan pernah berpisah dari kakinya,” kata Mariman yang mengingat Radja sebagai pemuda pemberontak dan agak sulit diatur.
Dengan postur tubuh yang kecil, Radja juga dianggap punya kelemahan ketika harus menyambut bola di udara. Kondisi fisik ataupun reputasinya sebagai anak liar yang sulit diatur di lapangan ini sempat menjadi salah satu kendala bagi Radja untuk dipertimbangkan serius dalam klub profesional.
Namun Mariman mengakui teknik permainan Radja yang sering dijuluki El Guerroatau Ninja ini memang mengagumkan. “Dia punya bakat alami, tekniknya bagus,” kata Mariman. Sampai kemudian Club Piacenza Calcio menemukan pemuda dengan tinggi 170 cm ini.
Bergabung dengan Piacenza juga tidak pernah dibayangkan oleh Radja. Maklum, sebelum ke Piacenza, Radja belum pernah keluar dari Belgia. “Pada bulan pertama Radja di Piacenza, dia sering menelepon dan menangis karena rindu pulang,” kata Mariman. Apalagi Radja tidak bisa berbahasa Italia.
“Saya bilang kepada dia, itu keputusanmu sendiri untuk ke sana. Saya tidak bisa membawa kamu pulang karena kamu sudah menandatangani kontrak,” kata Mariman. Waktu itu, Radja memang masih tercatat sebagai anggota di Germinal Beerschot yang dipinjamkan kepada Piacenza selama satu tahun pada Agustus 2005.
Tempo sempat mewawancarai Radja via telpon pada November 2006 ketika ia masih berlatih di Piacenza. Ketika itu, Radja masih remaja tanggung berumur 17 tahun, yang berusaha memastikan masa depannya di dunia sepakbola profesional.
Radja mengakui awalnya sulit beradaptasi dengan kondisi Piacenza, terutama karena halangan bahasa. “Tapi sekarang saya bersyukur memutuskan untuk ke sini, karena di sini saya menyadari pentingnya menjadi pemain profesional,” kata Radja, yang juga memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah agar bisa total di bola.
“Saat ini saya memang main di tim kedua, tapi latihannya tiap hari dengan tim utama,” kata Radja terdengar bangga. Menurut dia, kontraknya di Piacenza akan diperpanjang lagi selama dua tahun. “Mungkin tahun depan saya akan mendapat gaji kalau mereka jadi membeli saya dari Beerschot,” kata Radja, yang kala itu belum berlumuran tato. Pada tahun yang sama, sempat beredar rumor bahwa Indonesia sedang mencari pemain-pemain berdarah Indonesia untuk masuk dalam tim nasional.
Namun, sejak awal, Radja tidak pernah ragu untuk menjadi bagian dari tim nasional Belgia. “Saya ingin menunggu tawaran dari Belgia. Kalau sampai tahun depan tim nasional Belgia tidak menawari saya main, saya mungkin akan mempertimbangkan untuk main di tim nasional Indonesia,” kata Radja kala itu.
Keinginan Radja untuk ke Indonesia justru bukan karena alasan ingin main dengan tim nasional Indonesia. “Saya ingin bertemu dengan ayah,” katanya.
Maklum, Marius Nainggolan, ayah Radja, meninggalkan Belgia ketika Radja dan Riana --saudara kembar Radja-- masih berusia 5 tahun. Dalam salah satu program televisi lokal, Radja berkisah bagaimana ibunya, Lizzy, harus bekerja siang-malam untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“Tanpa ayah, ibu terpaksa bekerja nonstop dan saya bersama Riana berusaha untuk tidak terlalu membebaninya,” tutur Radja. Kematian ibunya pada 2010 ketika Radja masih berusia 20 tahun menjadi pukulan sangat berat bagi Radja, yang kala itu baru mulai menapaki kariernya sebagai pemain bola profesional.
“Saya bahkan tidak tahu bahwa ibu sakit. Ibu melarang Riana untuk menceritakan kondisi kesehatannya. Ibu takut, kabar sakitnya akan mengganggu konsentrasi saya di klub,” kata Radja dengan mata berkaca-kaca. Setahun setelah kematian ibunya, Radja memutuskan untuk menikahi Claudia, seorang gadis Italia yang dikenalnya di Cagliari, Sardinia, ketika ia masih bermain di klub Seri A Liga Italia tersebut.
Demi mengabadikan sang ibu, Radja membuat tato sayap di punggungnya lengkap dengan nama ibunya dan tanggal kelahiran serta kematiannya. Sejak kematian sang ibu, Radja kemudian berusaha mempertanyakan kembali peran sang ayah.
Pada Juni 2013, ketika ia sudah menandatangani kontrak dengan Cagliari, Radja bersama istri dan anaknya, Aysha, akhirnya berkunjung ke Indonesia untuk pertama kali dalam hidupnya.
“Tiba-tiba setelah berpuluh tahun gagal membangun komunikasi, ayah saya ada di depan mata. Ia berusaha menjelaskan alasannya mengapa ia meninggalkan kami. Tapi, bagi saya, semua yang dia katakan tidak masuk akal. Ia terus bicara dan bicara. Tapi, selama itu, saya hanya memikirkan ibu saya dan bagaimana ibu berjuang untuk menyambung hidup kami,” kata Radja yang waktu itu sudah resmi bergabung dengan tim Setan Merah Belgia.
Sejak itu, Radja seperti ingin melupakan saja episode pahitnya dengan sang ayah dan berkonsentrasi penuh membangun keluarganya sendiri.
Namun Radja tidak pernah berhenti untuk terus ingin membuktikan diri baik di klubnya, AS Roma, maupun di tim nasional Belgia. Setelah bertahun-tahun, Radja tetap merasa lebih dihargai di Italia ketimbang di negerinya sendiri. “Di Belgia, mereka tidak memberi kepercayaan penuh kepada saya untuk bermain seperti di Italia,” kata Radja.
Maklum, hubungan Radja dengan Marc Wilmots, pelatih tim nasional Belgia, sempat menegang, khususnya setelah Piala Dunia 2014 di Brasil, ketika Radja hanya masuk dalam daftar pemain tunggu.
Bagaimanapun, terlihat jelas perubahan yang nyata dari remaja tanggung 17 tahun yang masih ragu akan nasibnya di negeri orang hingga menjadi Radja Nainggolan berumur 28 tahun yang terlihat sangat matang di rumput hijau. Marc Wilmots tentunya sadar akan hal tersebut.
Dari segi profesionalisme, karena merasa lebih diterima di AS Roma, Italia, Radja enggan menerima rayuan Antonio Conte, pelatih tim nasional Italia sekaligus pelatih baru di Chelsea, untuk bergabung pada musim panas tahun ini.
Kemenangan 1-0 Belgia atas Swedia berkat tendangan Radja pada Rabu lalu adalah tendangan yang memastikan posisinya sebagai pemain yang akan lebih dihargai di Belgia sekaligus memastikan bahwa ia akan menjadi rebutan klub-klub nomor satu di Eropa.
ASMAYANI KUSRINI (ANTWERPEN, BELGIA)
Quote:
1Gol - Gol Spektakuler Radja Nainggolan:
1. Best Gol 2015-2016
2. Wawancara di Acara HITAM PUTIH 27 Juni 2013
3. Belgium vs Sweden
4. Belgium vs Wales
1. Best Gol 2015-2016

2. Wawancara di Acara HITAM PUTIH 27 Juni 2013

3. Belgium vs Sweden

4. Belgium vs Wales

Quote:
Trit ini ditulis dari pemikiran ane sendiri didukung oleh berbagai sumber di bawah ini:
Sumber: Wikipedia
Sumber 2 : Youtube
Sumber: Tempo
Sumber: Wikipedia
Sumber 2 : Youtube
Sumber: Tempo
Diubah oleh abhiebsd 02-07-2016 03:41
0
17.1K
Kutip
31
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan