sulis.hokeAvatar border
TS
sulis.hoke
Bravo!! Tolak Permintaan PBB, Jokowi Makin Tunjukan Kedaulatan Indonesia


Beritateratas.com - Presiden Joko Widodo memutuskan menolak ratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control atau FCTC) yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dari PBB.

FCTC adalah suatu konvensi atau treaty, yaitu suatu bentuk hukum internasional dalam pengendalian masalah tembakau, yang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum (internationally legally binding instrument) bagi negara-negara yang meratifikasinya. Dan Indonesia menjadi satu-satunya negara di regional Asia yang belum menandatangani dan mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau.

Skema tata niaga FCTC ini berpotensi menyeragamkan produk tembakau secara global, dengan standar internasional (rokok putih, low tar, low nicotine) yang secara langsung mengancam rokok kretek dan petani tembakau.

Menurut Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Drajad Wibowo sebagaimana dikutip dari Tribun Bisnis, produsen rokok asing selama ini sudah lama ingin menguasai pasar rokok Tanah Air namun gagal. Penyebabnya, karena kalah bersaing dengan produk rokok nasional berjenis kretek yang sudah lama ada di Indonesia.

Penolakan yang dilakukan Presiden Jokowi ini adalah perwujudan desakan dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) beberapa waktu lalu. Mereka berharap pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menolak FCTC karena berpotensi menenggelamkan industri tembakau nasional. Bukti, bahwa Presiden selalu mendengar apa suara rakyat.

Keputusan ini juga mendatangkan apresiasi dari salah satu pejabat tinggi negara, Anggota Badan Legislasi DPR RI, Mukhamad Misbakhun. Ia menilai tindakan Presiden Jokowi menolak FCTC adalah benar untuk kepentingan para petani tembakau nasional.

Begitu pula dengan belum adanya Undang-undang yang mengatur perlindungan kepentingan petani tembakau Indonesia. Jika keputusan tersebut dipaksakan untuk kepentingan asing, maka masa depan petani tembakau akan dipertaruhkan.

“Saya sejalan dengan sikap presiden Jokowi. Sepanjang Undang-Undang di Indonesia belum ada yang mengatur tentang perlindungan terhadap petani tembakau dan industri hasil tembakau, maka sudah pantas dan selayaknya FCTC ditolak ratifikasi di NKRI,” ujarnya dalam siaran persnya, di Jakarta, Jumat (17/06).


Menurutnya, tidak diragukan lagi bahwa industri tembakau nasional sudah menjadi tuan rumah di negara sendiri. Hal inilah yang membuat industri rokok asing sulit mengambil alih. Adanya desakan asing seperti FCTC baiknya dapat diantisipasi pemerintah agar industri tembakau nasional dapat bertahan.

Diketahui industri rokok nasional telah berkontribusi besar sebagai penyumbang pemasukan cukai negara. Begitu juga sebagai pencipta lapangan kerja bagi jutaan masyarakat Indonesia.

Misbakhun mengatakan, terkait dampak rokok terhadap kesehatan seharusnya pemerintah dapat mengendalikannya melalui kebijakan-kebijakan. Bukan dengan menenggelamkan industri rokok, namun dengan memunculkan sejumlah aturan seperti larangan merokok di tempat umum, menaikkan cukai bertahap serta menyosialisasikan bahaya rokok bagi kesehatan.

“Upaya-upaya tersebut sudah baik tinggal dibarengi penerapan yang konsisten dan tegas,” tutup Misbakhun, seperti dikutip dari Viva. (Viva.co.id/Merdeka.com/Tribunews Bisnis)

SUMUR: http://www.beritateratas.com/2016/06...#ixzz4BtJwL3pp
emoticon-Salam Kenal emoticon-Salam Kenal emoticon-Salam Kenal
0
8.1K
70
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan