Kaskus

Entertainment

AkbarSayangNoviAvatar border
TS
AkbarSayangNovi
Mengapa di Bulan Ramadan Konsumsi Justru Meningkat?
Mengapa di Bulan Ramadan Konsumsi Justru Meningkat?

Pada bulan ramadhan, seperti tahun-tahun sebelumnya harga sembako akan mengalami fluktuasi naik-turun. Hal seperti ini tidaklah baru, karena setiap tahun konsumsi masyarakat meningkat saat bulan puasa dan hari raya.

Rumus pasar penawaran dan permintaan menggiurkan para tengkulak dan spekulan. Tidak bisa dielakan lagi, bulan puasa merupakan bulan konsumsi tinggi disaat agama memerintahkan untuk menahan hawa nafsu.

Media online mengutip, Country Industry Head Google Indonesia, Hengky Prihatna, ia mengungkapkan tingkat belanja online saat Ramadhan yaitu kebutuhan dan hiburan. Ada lima kategori itu meliputi travel (30%), pakaian (29%), barang elektronik (24%), telekomunikasi (19%) dan smartphone (17%). Data ini semakin menegaskan bahwa konsumsi saat bulan puasa meningkat. Tidak hanya kebutuhan pokok, makan minum, namun juga barang kebutuhan sekunder dan tresier.

Ekonom Indef, Eko Listiyanto, nimbrung mengomentari. Menurutnya aktivitas ekonomi kuartal II tahun 2016 akan terdorong oleh bulan ramadhan. Konsumsi yang tinggi menjadi faktor pendorong utama. Konsumsi yang tinggi harus diimbangin dengan stabilitas harga. Jika tidak maka masyarakat kembali menahan diri. Puasa dalam kaca mata ekonomi menjadi pendorong tingkat konsumsi dan angka yang diharapkan meningkatkan perumbuhan ekonomi nasional.

Hal paling menarik dalam fenomena yang terjadi adalah paradoks elan vital puasa terhadap konsumerisme. Mengutip Baudrillard, tahapan masyarakat kita ada pada fase masyarakat massa. Yakni masyarakat dimana media mempunyai peranan penting menentukan citra, simbol dan nilai sebuah komuditas. Konsumsi tidak ditentukan oleh nilai guna atau fungsi barang, namun citra dan simbol yang dikomudifikasi dalam barang. Sebuah komuditas mewakili kelas sosial tertentu, atau suatu barang sebagai tanda dari level ekonomi tertentu. Citra, simbol dan tanda menjadi hal utama, hanya kelas sosial dan ekonomi tertentu yang mampu membelinya.

Kembali melihat puasa bulan Ramadhan dengan kaca mata perilaku konsumtif menurut Baudrillard. Ibadah bulan puasa dan semua ritual yang menyertainya, seperti buka puasa dan sahur menjadi cermin. Disaat harusnya puasa sebagai kawah candradimuka menempa kesederhanaan hidup, justru sebaliknya. Perilaku konsumsi meningkat, negara menjadikan bulan ini sebagai mementum untuk meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagian pihak memanfaatkannya untuk bermain keberuntungan berspekulasi dan monopoli distribusi komuditas. Bahkan pemerintah dibuat kelabakan dengan ulah para spekulan dan kartel rantai distribusi yang mencoba mengalap berkah Ramadan.

Bulan Ramadan tahun ini memperlihatkan posisi yang diambil pemerintah. Di awal masa pemerintahan, Presiden mencanangkan peningkatan produktifitas dan mengencangkan ikat pinggang. Namun Ramadan tahun ini menjadi bukti kesekian kali bahwa ujung tombak ekonomi masih mengandalkan angka konsumsi rumah tangga. Kebijakan pemerintah membuka keran impor daging sapi disaat distrisbusi sapi lokal dari Belu dibatasi. Lalu rencana impor bawang merah disaat petani bawang Brebes akan menjelang panen raya. Pemerintah gagal menjalankan peran intervensi pasar untuk menstabilkan harga. Operasi pasar yang dilakukan dengan tujuan memerangi para spekulan dan kartel justru menjadi ajang para cukong yang dekat dengan lingakaran kekuasaan ikut mengalap berkah Ramadan. Masyarakat semakin konsumtif dan pemerintah semakin sibuk mencatat mereka sebagai angka. Harapanya target pertumbuhan kuartal II tahun ini menembus angka 5,1.

Sementara esensi dari Ramadan sebagai madrasah yang membakar hawa nafsu dan belajar menggendalikannya untuk tunduk dengan fitrah kemanuasian menjadi barang mewah di zaman ini. Sebagai bulan kedermawanan Ramadan mengajarkan untuk saling berbagi. Ramadan mempunyai strategi mengatasi jurang kesenjangan sosial ekonomi. Bulan diturunkannya Al Qur’an, bulan tilawah, semua berlomba-lomba membacanya. Ada yang mendapatkan kebaikan darinya, adapula yang hanya membaca sebatas kerongkongannya.

Namun bangsa ini masih sibuk dengan urusan permintaan dan penawaran di pasar dan perbaikan jalur-jalur mudik yang merupakan proyek abadi yang tak pernah selesai. Impian menjadi baldarun toyibatun wa rabbul ghofur masih perlu beberapa generasi hingga bangsa ini menyadari sikap pendahulunya yang keliru. Disudut-sudut pelosok negeri, saat sebagian disibukan dipasar dan belanja. Ada sebagain orang yang berdiam diri di sudut-sudut tempat ibadah. Tadarus dan tadabur ayat kauliyah dan kauniyah, melakukan refleksi dan evaluasi diri. Berusaha meraih harapan menjadi alumni Ramadan dengan predikat takwa.

sumber: https://youngage.co/2016/06/mengapa-...tru-meningkat/
0
2K
23
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan