- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tak Ada Korupsi dalam Kasus Sumber Waras, BPK Harus Evaluasi Auditnya


TS
kaskursi
Tak Ada Korupsi dalam Kasus Sumber Waras, BPK Harus Evaluasi Auditnya
JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengimbau agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) lebih profesional dalam melakukan audit. Apalagi, setelah hasil penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa tidak ditemukannya unsur korupsi dan kerugian negara dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras.
Hal itu harus menjadi catatan bagi BPK untuk mengevaluasi diri.
"Ya kalau kami kan menghimbau saja agar BPK lebih hati-hati, dan bekerja lebih profesional, dalam merumuskan kerugian negara harus clear," ujar Refly saat dihubungi, Rabu (15/6/2016).
"Mudah mudahan ini kan (untuk) instrospeksi (bagi BPK) juga," tambah dia.
Refly mengatakan, indikator adanya tindak pidana korupsi ditandai dua hal yakni, adanya niat jahat dan perbuatan untuk mewujudkan niatan jahat tersebut. Pada kasus Sumber Waras, menurut dia, sejak awal bergulir tidak terlihat adanya indikasi tersebut.
(Baca: KPK Tak Temukan Korupsi di Kasus Sumber Waras)
Menurut Refly, dari dasar penentuan dokumen penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) juga sudah terlihat ada kelalaian yang dilakukan oleh BPK. Dalam menentukan NJOP, BPK menyebut bahwa lokasi lahan RS Sumber Waras bukan di Jalan Kiai Tapa, tapi, di Jalan Tomang Utara.
Sementara Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menyebut sebaliknya. Lokasi lahan RS Sumber Waras seluas 3,6 hektare itu berada di Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat, bukan di Jalan Tomang.
Namun, berdasarkan sertifikat Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 27 Mei 1998, disebutkan bahwa tanah tersebut berada di Jalan Kiai Tapa dan statusnya adalah hak guna bangunan nomor 2878.
(Baca: Dicecar Anggota Komisi III soal Kasus Sumber Waras, KPK Tak Akan Ubah Keputusannya)
"Kan perkara ini mudah sekali yaitu antara pakai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) yang mana. Kalau misalnya temuan dokumen menyebutkan Kyai Tapa lalu kemudian BPK ngotot Tomang Utara, nah ini kan kemudian enggak bener," kata dia.
"Yang menetapkan NJOP kan bukan BPK, tapi kantor pajak," ujar dia.
Sebelumnya, KPK telah menyatakan tidak menemukan adanya tindak pidana dalam kasus pembelian lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat, oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Bahkan dalam penyidikannya, KPK menggandeng para ahli untuk memberikan keterangan seputar kasus tersebut. Di antaranya yakni dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan MAPI.
Hasil perbandingan data-data dan pemaparan para ahli menyebutkan tidak ada indikasi kerugian negara dalam hasil audit BPK terkait pembelian lahan Sumber Waras.
(Baca: KPK Tak Temukan Korupsi Sumber Waras, DPR Tetap Akan Panggil Ruki)
"Dari pendapat ahli tidak seperti itu (audit BPK). MAPI ada selisih, tetapi tidak sebesar itu. Ahli ada yang berpendapat terkait NJOP (nilai jual obyek pajak) itu harga bagus," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di sela-sela rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Menyikapi hasil kerja penyidik tersebut, KPK akan bertemu BPK. Menurut Agus, kemungkinan pertemuan digelar sebelum Lebaran. BPK sebelumnya menyebut adanya perbedaan harga lahan yang mengindikasikan kerugian negara Rp 191 miliar.
http://nasional.kompas.com/read/2016...campaign=Khlwp
BPK keblinger, latah, ikut2 menentukan NJOP, padahal itu adalah wewenang kantor pajak. Ke depan hendaknya BPK tidak lagi bermain politik dan benar2 profesional dalam menjalankan tugasnya
Hal itu harus menjadi catatan bagi BPK untuk mengevaluasi diri.
"Ya kalau kami kan menghimbau saja agar BPK lebih hati-hati, dan bekerja lebih profesional, dalam merumuskan kerugian negara harus clear," ujar Refly saat dihubungi, Rabu (15/6/2016).
"Mudah mudahan ini kan (untuk) instrospeksi (bagi BPK) juga," tambah dia.
Refly mengatakan, indikator adanya tindak pidana korupsi ditandai dua hal yakni, adanya niat jahat dan perbuatan untuk mewujudkan niatan jahat tersebut. Pada kasus Sumber Waras, menurut dia, sejak awal bergulir tidak terlihat adanya indikasi tersebut.
(Baca: KPK Tak Temukan Korupsi di Kasus Sumber Waras)
Menurut Refly, dari dasar penentuan dokumen penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) juga sudah terlihat ada kelalaian yang dilakukan oleh BPK. Dalam menentukan NJOP, BPK menyebut bahwa lokasi lahan RS Sumber Waras bukan di Jalan Kiai Tapa, tapi, di Jalan Tomang Utara.
Sementara Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menyebut sebaliknya. Lokasi lahan RS Sumber Waras seluas 3,6 hektare itu berada di Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat, bukan di Jalan Tomang.
Namun, berdasarkan sertifikat Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 27 Mei 1998, disebutkan bahwa tanah tersebut berada di Jalan Kiai Tapa dan statusnya adalah hak guna bangunan nomor 2878.
(Baca: Dicecar Anggota Komisi III soal Kasus Sumber Waras, KPK Tak Akan Ubah Keputusannya)
"Kan perkara ini mudah sekali yaitu antara pakai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) yang mana. Kalau misalnya temuan dokumen menyebutkan Kyai Tapa lalu kemudian BPK ngotot Tomang Utara, nah ini kan kemudian enggak bener," kata dia.
"Yang menetapkan NJOP kan bukan BPK, tapi kantor pajak," ujar dia.
Sebelumnya, KPK telah menyatakan tidak menemukan adanya tindak pidana dalam kasus pembelian lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat, oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Bahkan dalam penyidikannya, KPK menggandeng para ahli untuk memberikan keterangan seputar kasus tersebut. Di antaranya yakni dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan MAPI.
Hasil perbandingan data-data dan pemaparan para ahli menyebutkan tidak ada indikasi kerugian negara dalam hasil audit BPK terkait pembelian lahan Sumber Waras.
(Baca: KPK Tak Temukan Korupsi Sumber Waras, DPR Tetap Akan Panggil Ruki)
"Dari pendapat ahli tidak seperti itu (audit BPK). MAPI ada selisih, tetapi tidak sebesar itu. Ahli ada yang berpendapat terkait NJOP (nilai jual obyek pajak) itu harga bagus," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di sela-sela rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Menyikapi hasil kerja penyidik tersebut, KPK akan bertemu BPK. Menurut Agus, kemungkinan pertemuan digelar sebelum Lebaran. BPK sebelumnya menyebut adanya perbedaan harga lahan yang mengindikasikan kerugian negara Rp 191 miliar.
http://nasional.kompas.com/read/2016...campaign=Khlwp
BPK keblinger, latah, ikut2 menentukan NJOP, padahal itu adalah wewenang kantor pajak. Ke depan hendaknya BPK tidak lagi bermain politik dan benar2 profesional dalam menjalankan tugasnya

0
1.9K
25


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan