Kaskus

News

tipi.oonAvatar border
TS
tipi.oon
Kabinet Sepakbola


Isu reshuffle kabinet menyeruak lagi. Presiden Jokowi santer dikabarkan bakal kembali merombak kabinetnya. Sejumlah nama disebut-sebut akan masuk Kabinet Kerja, menggantikan pejabat lama yang kinerjanya dianggap tidak optimal. Ada yang berlatar belakang parpol, ada pula dari kalangan praktisi dan akademisi.

Terus terang, isu reshuffle kabinet dengan segenap "bumbu" dan "pernak-pernik"-nya membuat kita terusik. Bukan apa-apa, baik-buruk kinerja kabinet akan memengaruhi kinerja pemerintah secara keseluruhan. Merah-hitam rapor pemerintah bakal menentukan nasib bangsa ini ke depan.

Pertanyaan besarnya, apakah sejumlah orang yang saat ini menduduki jabatan menteri sudah selayaknya diganti? Seberapa mendesak reshuffle kabinet harus dilakukan? Apakah reshuffle menjadi jaminan bagi perbaikan kinerja kabinet ke depan? Bagaimana jika menteri-menteri baru nanti memiliki performa buruk?

Sejujurnya, kinerja Kabinet Kerja memang belum maksimal. Fakta paling terang-benderang adalah perlambatan ekonomi yang tak kunjung berakhir. Pada kuartal I 2016, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,92 persen, lebih rendah dari kuartal IV 2015 sebesar 5,04 persen. Pemerintah bahkan telah memangkas asumsi pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan APBNP 2016 dari 5,3 persen menjadi 5,1 persen.

Pemerintah mungkin bisa berdalih perlambatan ekonomi nasional terjadi akibat laju perekonomian global yang melamban. Tetapi pemerintah tak bisa mengelak bahwa mesin pertumbuhan ekonomi sesungguhnya bisa dipacu lebih kencang jika di-tune up secara tepat. Para menteri itulah yang semestinya bisa menyetel mesin pertumbuhan ekonomi agar lebih akseleratif.

Ketidakmampuan Kabinet Kerja men-tune up mesin pertumbuhan ekonomi tercermin pada rendahnya penyerapan anggaran di kementerian dan lembaga (K/L). Kendati presiden sudah memajukan tender dan mempercepat pengajuan anggaran, penyerapan belanja K/L hingga kuartal I 2016 baru mencapai 10,6 persen. Inilah yang menyebabkan konsumsi pemerintah kuartal lalu cuma tumbuh 2,93 persen, jauh di bawah kuartal IV 2015 sebesar 7,31 persen.

Rendahnya penyerapan anggaran K/L lagi-lagi mengonfirmasi buruknya tata kelola (governance) pemerintahan dan belum berjalannya reformasi birokrasi. Padahal, penyerapan anggaran yang berkualitas mutlak diperlukan. Kecuali terkait dengan good governance, penyerapan anggaran yang berkualitas diperlukan agar perekonomian nasional tumbuh lebih pesat.

Sejalan dengan perlambatan ekonomi global, konsumsi pemerintah mau tidak mau harus menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi nasional. Itu karena mesin pertumbuhan yang lain, yaitu ekspor, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), dan konsumsi rumah tangga sulit diandalkan. Jika penyerapan anggaran K/L tetap buruk, perekonomian sulit tumbuh.

Kita maklum, kinerja ekspor dalam beberapa tahun terakhir terpuruk akibat anjloknya harga minyak dan komoditas. Investasi langsung (PMTB) tertekan karena sebagian besar perusahaan multinasional tiarap dan 80 persen produk manufaktur dalam negeri dijual ke pasar domestik yang sedang melemah. Konsumsi rumah tangga belum pulih karena daya beli masyarakat menurun akibat inflasi.

Berkaca pada fakta-fakta tersebut, kita berkesimpulan reshuffle kabinet perlu dilakukan. Perombakan Kabinet Kerja bisa meminjam filosofi sepakbola. Para pemain pengganti harus padu, kompak, dan bergerak dalam satu kesatuan, meski menempati posisi berbeda. Sebagai tim, mereka harus punya tujuan yang sama, yaitu memasukkan si kulit bundar sebanyak mungkin ke gawang lawan, sambil berupaya mengamankan gawang sendiri agar tidak kebobolan.

Tak bisa dimungkiri, Kabinet Kerja belum merefleksikan filosofi sepakbola. Mereka tidak bergerak dalam satu harmoni, belum satu visi. Beberapa pemain bahkan lebih suka berakrobat, menunjukkan kemampuan individualnya. Alhasil, alih-alih banyak mencetak gol ke gawang lawan, mereka kerap melakukan gol bunuh diri.

Kita berharap reshuffle kabinet benar-benar mencerminkan kebutuhan, betul-betul merefleksikan keinginan meningkatkan kinerja kabinet, bukan untuk balas budi politik atau mengakomodasi kepentingan parpol. Presiden memang jabatan politik, sehingga ia tidak bisa mengabaikan parpol. Tetapi, tujuan reshuffle harus tetap menuju satu titik, yakni memperbaiki nasib bangsa.

Karena itu, kita menghendaki para menteri baru adalah orang-orang jempolan yang bukan saja ahli di bidangnya (zaken kabinet), tetapi juga berintegritas tinggi dan bersih dari korupsi. Mengingat kompleksnya tantangan saat ini, menteri-menteri baru harus tegas dan merupakan para petarung sejati yang dapat langsung bekerja menggarap program-program quick win (cepat menghasilkan).

Tentu saja para "pemain pengganti" nanti harus mampu bekerja sama. Karena Kabinet Kerja adalah sebuah "kesebelasan" maka para menteri harus menggunakan skema dan taktik permainan yang sama, menerapkan fair play agar tak didiskualifikasi, dan mematuhi setiap instruksi yang disampaikan pelatih. Bukankah kekalahan atau kemenangan tim pada akhirnya menjadi kekalahan atau kemenangan sang pelatih (baca: presiden)?


http://www.beritasatu.com/blog/tajuk...sepakbola.html
0
584
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan