Langkah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan kesimpulan penyelidikan kasus pembelian lahan RS Sumber Waras di hadapan para anggota Komisi III DPR, mendapat kritikan tajam dari kalangan praktisi hukum.
"Dalam sejarah penanganan kasus hukum, tidak etis aparat penegak hukum sekelas KPK memberikan kesimpulannya pada DPR," kritik Ketua Umum DPP Persatuan Advocat Muda Indonesia (PAMI) Djafar Ruliansyah Lubis dalam keterangannya kepada Kantor Berita Politik RMOL , Selasa (14/6).
Semestinya, KPK langsung saja menetapkan pejabat negara itu menjadi tersangka jika telah mencukupi alat buktinya.
"Karena kesimpulan itu urusan internal KPK sendiri, tanpa perlu dibeberkan kepada siapapun. Jadi untuk apa disampaikan di Komisi III DPR RI? kan aneh semua itu," ujar pengacara muda tersebut.
Justru menurut Djafar, langkah KPK itu akan menjadi panggung politik ketoprak hukum dalam RDP.
"Pasti ada anggota DPR RI Pro terhadap Ahok atau juga ada yang kontra tidak mendukung ahok. Bagaimana jika di- voting ? lucu kan sudah, hukum di Indonesia ini," ucapnya nyinyir.
Ia menyarankan, KPK di bawah komando Agus Rahardjo benar-benar serius menangani kasus Sumber Waras dan memberi kejutan eforia pada masyarakat untuk selamatan syukuran dengan menetapkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka.
Sebab, menurut Djarat, KPK minimal sudah memiliki tiga alat bukti dan sesuai ketentuan hukum Tipikor yaitu UU 31/1999 Jo UU tentang KPK.
Tiga unsur dimaksud adalah pertama, perbuatannya melawan hukum jelas ada. Kedua, perbuatan Ahok merugikan negara dan ketiga, menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain.
"KPK bisa dipertanyakan oleh masyarakat DKI Jakarta, mengapa lambat menetapkan Ahok sebagai tersangka. Dan KPK harus ikut bertanggung jawab jika ada kerusuhan gara-gara Ahok tidak dijadikan tersangka," tandasnya
sumur