- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tanggapi Penyelidikan KPK, Panja Sumber Waras Beberkan 5 Kejanggalan


TS
victim.o.gip99
Tanggapi Penyelidikan KPK, Panja Sumber Waras Beberkan 5 Kejanggalan
JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani memaparkan hasil kajian Panitia Kerja (Panja) Sumber Waras dalam rapat kerja Komisi III dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (14/6/2016).
Terdapat lima poin yang jadi kesimpulan sementara Panja Sumber Waras. Poin-poin yang juga temuan kejanggalan ini dipaparkan Arsul di depan lima pimpinan KPK yang hadir. Poin pertama, terkait kajian pengadaan tanah.
Dalam pemaparannya, Arsul menuturkan jika mengacu pada peraturan perundang-undangan, seharusnya kajian dibuat sebelum penganggaran atau sebelum Peraturan daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disetujui.
"Namun, dari penjelasan dan keterangan yang kami dapatkan, kajiannya dibuat setelah Perda APBD disetujui. Jadi ini mengesankan bahwa kajian itu dibuat hanya untuk formalitas," kata Arsul di ruang rapat Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta.
(Baca: KPK Tidak Temukan Korupsi Pembelian Lahan Sumber Waras)
Simpulan kedua, papar Arsul, kebijakan umum perubahan anggaran (KUPA) 2014 baru ditandatangani pimpinan DPRD dan PLT Gubernur DKI Jakarta setelah Raperda APBD 2014, 13 Agustus 2014.
"Padahal di situ, KUPA nya tanggal 14 Juli," kata Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Ketiga, Surat Keputusan pembelian tanah tertanggal 8 Agustus 2014, namun keterangan yang masuk ke DPR ditanda tangani pada 30 November 2014.
"Jadi ini juga menyisakan pertanyaan, apakah dokumen ini hanya untuk formalitas memenuhi persyaratan?" tanya dia.
Lalu keempat, berkaitan dengan keharusan adanya konsultasi publik yang dalam surat keputuan digelar pada 8 Desember 2014, namun realisasinya baru dilaksanakan 15 Desember 2014.
Adapun simpulan terakhir, adalah Surat Keputusan penetapan lokasi oleh Gubernur DKI Jakarta yang ditetapkan tanggal 19 Desember 2014. Dua hari setelah ditandatanganinya akta pelepasan hak pada 17 Desember 2014.
Arsul menuturkan, Komisi III sementara ini melihat terdapat enam tahapan pengadaan tanah untuk pembangunan yang belum sesuai dengan perundang-undangan.
Peraturan tersebut di antaranya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah, serta Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
(Baca: Ini Kronologi Pembelian Lahan Sumber Waras oleh Pemprov DKI)
Enam tahapan yang dianggap belum sesuai peraturan, mulai dari perencanaan, penganggaran, penyusunan tim pembelian tanah, penetapan lokasi, pembentukan harga, dan penerahan hasil pengadaan tanah.
"Itu temuan kami. Sehingga kalau benar tidak ada unsur perbutan melawan hukum, maka tentu dalam konteks fungsi pengawasan, kami ingin menanyakannya," tutur Arsul.
Sebelumnya, KPK menyatakan tidak menemukan adanya tindak pidana dalam kasus pembelian lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat, oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dari hasil penyelidikan tersebut, KPK tidak meningkatkan proses hukum ke tahap penyidikan.
"Penyidik kami tidak menemukan perbuatan melawan hukum," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di sela-sela rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Empat pimpinan KPK lainnya ikut hadir dalam rapat tersebut, yakni Alexander Marwata, Saut Situmorang, Laode Muhammad Syarif, dan Basaria Panjaitan.
Terdapat lima poin yang jadi kesimpulan sementara Panja Sumber Waras. Poin-poin yang juga temuan kejanggalan ini dipaparkan Arsul di depan lima pimpinan KPK yang hadir. Poin pertama, terkait kajian pengadaan tanah.
Dalam pemaparannya, Arsul menuturkan jika mengacu pada peraturan perundang-undangan, seharusnya kajian dibuat sebelum penganggaran atau sebelum Peraturan daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disetujui.
"Namun, dari penjelasan dan keterangan yang kami dapatkan, kajiannya dibuat setelah Perda APBD disetujui. Jadi ini mengesankan bahwa kajian itu dibuat hanya untuk formalitas," kata Arsul di ruang rapat Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta.
(Baca: KPK Tidak Temukan Korupsi Pembelian Lahan Sumber Waras)
Simpulan kedua, papar Arsul, kebijakan umum perubahan anggaran (KUPA) 2014 baru ditandatangani pimpinan DPRD dan PLT Gubernur DKI Jakarta setelah Raperda APBD 2014, 13 Agustus 2014.
"Padahal di situ, KUPA nya tanggal 14 Juli," kata Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Ketiga, Surat Keputusan pembelian tanah tertanggal 8 Agustus 2014, namun keterangan yang masuk ke DPR ditanda tangani pada 30 November 2014.
"Jadi ini juga menyisakan pertanyaan, apakah dokumen ini hanya untuk formalitas memenuhi persyaratan?" tanya dia.
Lalu keempat, berkaitan dengan keharusan adanya konsultasi publik yang dalam surat keputuan digelar pada 8 Desember 2014, namun realisasinya baru dilaksanakan 15 Desember 2014.
Adapun simpulan terakhir, adalah Surat Keputusan penetapan lokasi oleh Gubernur DKI Jakarta yang ditetapkan tanggal 19 Desember 2014. Dua hari setelah ditandatanganinya akta pelepasan hak pada 17 Desember 2014.
Arsul menuturkan, Komisi III sementara ini melihat terdapat enam tahapan pengadaan tanah untuk pembangunan yang belum sesuai dengan perundang-undangan.
Peraturan tersebut di antaranya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah, serta Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
(Baca: Ini Kronologi Pembelian Lahan Sumber Waras oleh Pemprov DKI)
Enam tahapan yang dianggap belum sesuai peraturan, mulai dari perencanaan, penganggaran, penyusunan tim pembelian tanah, penetapan lokasi, pembentukan harga, dan penerahan hasil pengadaan tanah.
"Itu temuan kami. Sehingga kalau benar tidak ada unsur perbutan melawan hukum, maka tentu dalam konteks fungsi pengawasan, kami ingin menanyakannya," tutur Arsul.
Sebelumnya, KPK menyatakan tidak menemukan adanya tindak pidana dalam kasus pembelian lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat, oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dari hasil penyelidikan tersebut, KPK tidak meningkatkan proses hukum ke tahap penyidikan.
"Penyidik kami tidak menemukan perbuatan melawan hukum," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di sela-sela rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Empat pimpinan KPK lainnya ikut hadir dalam rapat tersebut, yakni Alexander Marwata, Saut Situmorang, Laode Muhammad Syarif, dan Basaria Panjaitan.
http://nasional.kompas.com/read/2016...campaign=Kknwp
Pimpinan KPK bisa diperiksa oleh pengawas internal jika berani menghentikan kasus yang terang benderang begitu dan jelas jelas merugikan negara.
0
4.2K
54


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan