zainullahmsAvatar border
TS
zainullahms
Cara berpuasa di negara yg siangnya sampai 22 jam ( malamnya pendek )
assalamu alaikum wr.wb

Kalau kemarin" lg rame membahas negara mana yg punya waktu terpendek-terpanjang untuk menjalani puasa
sekarang bagaimana caranya kita berpuasa di negara dengan waktu yg sangat panjang menurut para ulama ahli fiqih

Bagaimana puasa di daerah seperti Skandinavia yang memiliki siang 22 jam dan malam hanya 2 jam saja? Sedangkan di bagian bumi utara bahkan lama siang sampai 24 jam

Sebagaimana diketahui, waktu shalat ditentukan dengan perubahan peredaran dan perputaran matahari pada bumi. Waktu dzuhur, ashar, dan shubuh dihitung dengan melihat perubahan matahari di atas ufuk. Sedangkan waktu isyak dan shubuh ditentukan dengan melihat awal dan akhir sinar matahari di atas ufuk. Di belahan bumi utara, selatan dan daerah khatulistiwa pasti akan ada selisih waktu antara malam dan siang. Penduduk di daerah utara seperti Swedia, Norwegia dan Skandinavia akan mengalami waktu siang yang sangat lama pada ramadhan kali ini. Dikabarkan, waktu siang sampai 22 jam. Sedangkan mereka menikmati dinginnya malam hanya 2 jam saja.

Di daerah yang tidak memiliki peredaran bumi yang normal seperti belahan bumi lainnya mempunyai hukum sendiri. Peredaran matahari dan hilal yang Allah jadikan sebagai sebab kemunculan hukum shalat dan puasa tidak bisa lagi jadi patokan yang jelas di daerah tersebut. Karena itulah, puasa dan shalat ditentukan dengan menggunakan perkiraan waktu seperti halnya di daerah normal. Taklif Allah tidak bisa diberlakukan menyeluruh. Hukum diberlakukan menyeluruh apabila tidak keluar dari kebiasaan dan pada umumnya. Kasus langka atau istimewa tidak bisa disamakan dengan yang biasa.

Dari situlah, ulama fikih dan ushul fikih menegaskan bahwa teks-teks umum pada asalnya hanya mencakup pada situasi dan kondisi normal yang biasa dilakukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini bisa dilihat dalam literatur para ahli fikih menyikapi situasi normal dan istimewa,

يقول الحافظ ابن حجر العسقلاني في ((فتح الباري 2/ 62، ط. دار المعرفة)):

“الكلام إنما هو جار على الغالب المعتاد وأما الصورة النادرة فليست مقصودة” اهـ بتصرف.

وينقل الحافظ في ((الفتح –أيضًا- 2199)) عن الإمام أبي الفتح بن سيد الناس اليعمري قوله:

“الأحكام إنما تُناطُ بالغالب لا بالصورة النادرة” اهـ.

وقال الإمام شهاب الدين القرافي في “الفروق 1/ 359، ط. دار الكتب العلمية)):

“والقاعدة أن الدائر بين الغالب والنادر إضافتُه إلى الغالب أولى” اهـ.

وقال (3/ 225):

“إن حمل اللفظ على النادر خلاف الظاهر، فيُحمَل على الغالب” اهـ.

وقال (4/ 223):

“والشرع إنما يبني أحكامه على الغالب” اهـ.

وقال ابن الشاط المالكي في حاشيته عليه ((إدرار الشروق على أنواء الفروق 4/ 460)):

“والأحكام الشرعية واردة على الغالب لا على النادر” اهـ.

وقال العلامة عبد الحميد الشرواني في حاشيته على ((تحفة المحتاج لابن حجر (4/ 273، ط. المكتبة التجارية الكبرى)):

“ألفاظ الشارع إذا وردت منه تُحمَل على الغالب فيه، والأمور النادرة لا تُحمَل عليها” اهـ.

وقال العلامة ابن عابدين الحنفي في ((رد المحتار على الدر المختار 2/123، ط. دار الفكر)):

“القصر الفاحش غير معتبر كالطول الفاحش، والعبارات حيث أُطلِقَتْ تُحمَل على الشائع الغالب دون الخفي النادر)) اهـ.

Semua ahli ushul dan fikih sepakat bahwa kejadian langka dan yang keluar dari kebiasaan umum tidak masuk dalam cakupan hukum. Karena hukum didasarkan pada hal yang yang sudah lumrah dan umum, bukan didasarkan pada hal yang langka dan jarang terjadi. Dari situlah, pernyataan imam as-Syafi’i yang dilansir oleh imam al-Haromain di Kitab al-Burhan disebutkan: Hal-hal yang aneh atau langka harus disandakan pada nash-yang memang pada kebiasaannya disebutkan oleh nash secara khusus. Dan hal yang langka tersebut tidak tercakup dalam teks yang umum.

وقال الإمام أبو الفتح بن بَرهان في ((الأوسط)):

“الصورة النادرة بعيدة عن البال عند إطلاق المقال، ولا تتبادر إلى الفهم؛ فإن اللفظ العام لا يجوز تنزيلُه عليها؛ لأنا نقطع بكونها غير مقصودة لصاحب الشرع؛ لعدم خطورها بالبال” اهـ نقلًا عن الإمام الزركشي في ((البحر المحيط 3/ 56، ط. وزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية بالكويت)).

Kaidah yang mirip dengan kaidah di atas, ulama ushul fikih menetapkan, hukum syar’i diarahkan kepada majaz saat sulit diterapkan hakikat hanya pada majaza yang lumrah digunakan, bukan majaz yang langka dan aneh.

يقول الإمام ابن العربي المالكي في ((المحصول في أصول الفقه، ص: 99، ط. دار البيارق)):

“حُكْمُ رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم كحكم كلام الباري تعالى في أنه محمول على الحقيقة في الأصل، ولا يُحمَل على المجاز إلا بدليل. والمجاز على قسمين: منه مستعمَلٌ غالب، ومنه غريب نادر. فأما المُستَعْمَل الغالب: فهو الذي تُحمَل عليه آيات الأحكام وأخبارها، وأما الغريب النادر:فإنما يحمل عليه آيات المواعظ والتذكير والتخويف والتهديد. وهذا أصل بديع في التأويل” اهـ.

Pernyataan di atas secara jelas menggambarkan bahwa hukum Tuhan ditujukan pada kondisi normal, bukan pada kondisi lain yang berbeda dari situasi normal.

Syekh Musthofa az-Zarqa dalam kitab al-Aqlu wal fiqh fi fahm al-hadits an-nabawi menyatakan

Hadis-hadis Nabi (mengenai waktu shalat dan puasa) harus diposisikan dan diterapkan pada daerah yang secara geografis dan astronominya mirip dengan jazirah arab, bukan mencakup menyeluruh keseluruh belahan dunia lain yang tidak diketahui rimbanya. Untuk daerah berdekatan dengan daerah kutub utara dan selatan, waktunya shalat dan puasanya tidak tercakup dalam keumuman hadis dan harus dianggap sebagai hukum yang didiamkan dan tidak disinggung oleh syariah. Sedangkan penentuan waktunya dipasrahkan pada ijtihad yang selaras dengan maqashidus syariah.

Penyesuaian waktu pada daerah istimewa dengan mengabaikan tanda-tanda matahari ialah sesuai dan tidak melenceng dari syariat. Hal itu berlandaskan Sabda Rasulullah saw. Mengenai kedatangan Dajjal ke bumi. Diriwayatkan oleh imam Muslim, para sahabat bertanya kepada Rasulullah perihal lamanya Dajjal di muka bumi, maka Rasulullah menjawab: “Masa Dajjal hanya 40 hari, hari pertama seperti satu tahun, hari kedua seperti satu bulan, hari ketiga seperti satu minggu, lalu hari berikutnya seperti hari-hari kalian (24 jam). Kami lalu bertanya, “ya Rasulullah, apakah satu hari seperti satu tahun lamanya cukup bagi kami mengerjakan shalat satu hari saja ( shalat 5 kali dalam setahun)? Nabi Menjawab, “Tidak, akan tetapi ukurlah sesuai waktu shalat kalian dalam hari-hari biasa. (HR. Muslim dan Ahmad)

Kedatangan Dajjal ke muka bumi menjadikan waktu di belahan dunia ini menjadi tidak jelas. Waktu-waktu tersebut hampir sama dengan keadaan daerah di sekitar kutub yang memiliki malam selama 6 bulan dan siang selama 6 bulan. Kemudian para ulama keadaan hari-hari Dajjal disamakan dengan daerah yang waktunya tidak teratur di sekitar kutub dan daerah yang memiliki siang yang cukup lama daripada malamnya. Daerah tersebut memiliki titik kesamaan illat yaitu tidak memiliki standar sabab syar’i yang dijadikan patokan adanya hukum. Waktu yang samar pada waktu kedatangan Dajjal juga bisa disamakan dengan waktu yang tidak teratur di daerah daerah kutub.

Ibn Abidin dari mazhab Hanafiah berkata

Aku tidak melihat di kitab kitab Hanafiah orang yang menyinggung hukum puasa di daerah yang terbitnya Fajar seperti terbenamnya matahari. Atau fajar terbit setelah matahari terbenam dalam waktu yang sangat singkat yang tidak cukup untuk makan. Tidak mungkin mereka diwajibkan berpuasa selama waktu tersebut karena hal itu akan mendatangkan musibah

Kalau kita berpendapat bahwa mereka wajib tetap berpuasa maka kita akan berpendapat puasa mereka harus memperkikrakan waktu puasa. Apakah waktu puasa itu ditentukan dengan daerah yang paling dekat dengan mereka? Atau Apakah waktu puasa mereka ditentukan dengan kemampuan mereka menahan makan dan minum? ataukah mereka tidak wajib mengerjakan puasa pada hari yang tidak normal tersebut tetapi mereka diwajibkan untuk mengqadha’ puasa di lain hari?

Semua pendapat itu bisa bisa saja. Namun tidak bisa dikatakan, mereka tidak wajib berpuasa sama sekali karena disaksikannya sebagian bulan dan juga terbitnya Fajar setiap hari. Itu pendapat unggul menurut kami.

Imam As suyuthi dari Mazhab Syafi’i pernah ditanya

Bagaimana hukum orang yang hidup di daerah yang mataharinya tidak pernah tenggelam? Matahari tenggelam hanya sebentar saja kemudian Fajar muncul. Pada waktu malam itu tidak cukup untuk mengerjakan dua shalat. Shalat maghrib pun tidak cukup waktunya.

Jawabannya: ulama Al Burhan Al Fazari berfatwa, dia tetap diwajibkan melakukan shalat Isya. Ulama lain mengatakan dia tidak diwajibkan shalat Isya karena sebab kewajiban untuk melakukan shalat isya yaitu waktu hilangnya sinar merah di ufuk barat itu tidak ada. Jawaban yang pertama lebih kuat karena didukung dengan hadis hari-hari kedatangan Dajjal di muka bumi. Imam Az Zarkasyi dalam kitab Al Khodim mengatakan: Orang yang bertempat di daerah tersebut, dia pada bulan Romadon boleh makan pada malam hari sampai terbitnya Fajar menyesuaikan daerah normal yang paling dekat dengan daerah tersebut dan dia harus menahan diri dari hal yang membatalkan pada siang hari sampai terbenamnya matahari sebagaimana waktu daerah normal yang paling dekat dengan daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan kasus di hari hari Dajjal.

Di daerah waktu yang tidak beraturan umat muslim berpuasa pada siang harinya 18 jam lebih. Puasa 18 jam sulit dilakukan oleh manusia normal. Hal itu sesuai dengan pernyataan para pakar yang menyatakan bahwa tubuh manusia yang tidak mengkonsumsi makanan dan minuman selama masa tersebut akan menyebabkan efek buruk pada tubuh manusia. Jika mereka harus berpuasa selama 18 jam dan itu berbahaya maka bukanlah tujuan syari’ sebenarnya.

Mustofa Az-Zarqo dalam kitabnya memberikan pengandaian kritikan: Bagaimana seseorang diperbolehkan untuk berbuka saat matahari masih terbit pada Bulan Ramadhan sedangkan ada waktu malam selama satu jam atau setengah jam? jawaban beliau: hal itu tidak apa apa dilakukan sebagaimana di negara yang memiliki siang selama 6 bulan dan malam selama 6 bulan juga. Mereka yang hidup di daerah tersebut juga akan berbuka pada saat matahari masih berada di atas ufuk. Hal ini tidak apa-apa karena mereka pada keadaan yang sangat darurat. Inti yang terpenting dalam permasalahan ini adalah harus ada maqashid Syariah di dalam pembagian waktu waktu shalat dan waktu puasa.

Ada seseorang berpendapat :

orang yang tidak mampu untuk berpuasa pada waktu tersebut maka dia boleh untuk berbuka dan dia boleh melaksanakan qadlo’ di hari lain yang memungkinkan dia untuk berpuasa. Hal itu wajib dilakukan karena syariat puasa yang waktunya mulai dari Fajar sampai maghrib itu adalah umum dan tidak khusus pada daerah yang tidak memiliki waktu yang tidak normal.

Pernyataan ulama tersebut tidak bisa dibenarkan karena kasus tersebut bagi orang yang mukallaf yang kuat berpuasa sebagaimana umumnya manusia kemudian pada suatu ketika dia tidak bisa untuk menjalankan puasa lagi karena ada hal hal yang tertentu yang menghalangi dia untuk terus menjalankan puasa. Melihat kenyataan yang ada, pembebanan puasa selama beberapa jam kepada penduduk yang hidup di daerah yang waktunya tidak beraturan menjadi beban berat bagi mereka yang menjalankannya. Puasa selama waktu tersebut tidak sesuai dengan kemampuan tubuh manusia. Para ahli sudah mengatakan, puasa selama waktu tersebut akan memberikan efek negatif dan berbahaya bagi tubuh manusia. Mujtahid juga secara tegas menyatakan puasa pada waktu lama tidaklah sesuai dengan tujuan syari’. Tidak boleh dikatakan, orang yang tidak mampu untuk berpuasa dia boleh untuk berbuka dan mengqadha di lain hari.

Tidak bisa dikatakan, orang yang tidak mampu untuk berpuasa dia boleh berbuka dan qadlo’ di lain hari. Ini hanya akan menyebabkan gugurnya taklif puasa secara keseluruhan atau hanya akan menyebabkan kesulitan dan bahaya bagi mereka yang menjalankannya. Mereka akan sulit bekerja dan melakukan aktivitas sehari hari. Apalagi kalau waktu seluruh tahun seperti itu.

Tidak bisa juga dikatakan, puasa Romadon bisa di pindah ke bulan yang normal waktunya pada tahun itu. Ini juga salah karena kewajiban itu keluar dari hikmah pensyariatan puasa.

Hal itulah (puasa hanya berpedoman pada tanda-tanda matahari) yang dikritik oleh Imam Mahmud Syaltut. Beliau menyatakan dalam fatawa nya:

Tidak disaksikan lagi, para ulama yang hanya berpedoman kewajiban puasa dan shalat ditentukan dengan tanda tanda alam sebagaimana matahari akan menyebabkan seseorang muslim hanya akan sholat setengah tahun 5 kali saja. Dan bisa saja sebagian daerah hanya menjalankan shalat 4 waktu atau kurang dalam sehari sesuai lama dan tidaknya. Dan juga akan menyebabkan tidak ada kewajiban puasa Romadon sedangkan di daerah lain telah melaksanakan puasa Ramadhan. Sebagian daerah lain juga akan melaksanakan puasa selama 23 jam. Semua itu tidak sesuai dan jauh dari hikmah pensyariatan hukum dan rahmat yang ditebarkan di muka bumi ini.

Sedangkan pedoman waktu yang diusulkan untuk daerah tersebut adalah waktu puasa disesuaikan dengan waktu Mekkah Al Mukaromah karena Allah telah mengangggap Makkah Al Mukarramah sebagai Ummul qura. Umm adalah sebagai asal dan dia akan menjadi tujuan selamanya tidak hanya dalam masalah kiblat tetapi juga dalam permasalahan waktu ketika tidak beraturan.

Penentuan daerah yang tidak beraturan sesuaikan dengan waktu Makkah Al Mukarramah ini telah difatwakan dan disetujui oleh beberapa Mufti Mesir lainnya baik dari Imam Abdul Haq pada tahun 1981 sampai Mufti Mesir sekarang Ali Jum’ah.

Dan kemudian muncul Fatwa baru tahun 2015 ini .



Fatwa Puasa menurut ECFR

Majelis Eropa untuk Fatwa dan Riset (The European Council for Fatwa and Research/ECFR), mengeluarkan fatwa untuk umat Islam yang berada di Eropa, terutama di negara-negara yang siangnya sangat panjang. Fatwa ini dirilis setelah ECFR mengadakan konferensi internasional di Dublin, ibukota Irlandia, pekan lalu. (Juli 2015)

Konferensi ini melibatkan para ulama, ahli fikih, psikolog, dokter, dan ahli falak. Sebelum pertemuan, delegasi ECFR telah pergi ke wilayah utara Swedia dan Norwegia, di mana matahari tidak pernah terbenam. Sheikh Halawa, Sekjen ECFR menyebut fatwa yang dikeluarkan ECFR kali ini adalah ‘fatwa baru untuk umat Islam Eropa’.
ECFR merupakan sebuah lembaga yang berbasis di Dublin. Ia dibentuk di London pada 1997 oleh Federasi Organisasi-organisasi Islam di Eropa (Federation of Islamic Organizations in Europe/FIOE). Salah seorang penggagasnya adalah Sheikh Yusuf Qardhawi, ketua Persatuan Ulama Dunia. Anggota ECFR terdiri dari para ulama dan cendekiawan Muslim.

Di antara fatwa yang baru dirilis terkait umat Islam yang berada di negara di mana matahari tidak pernah tenggelam, adalah agar mereka mengambil waktu di hari-hari yang siang dan malam sama panjang, sebagai ukuran menentukan waktu puasa dan shalat di bulan Ramadhan. Dengan kata lain, waktu-waktu ibadah puasa Ramadhan disesuaikan dengan bulan-bulan di mana durasi siang dan malam sama.

Sedangkan di negara-negara yang malamnya sangat pendek di mana tanda fajar tidak jelas dan tidak cukup untuk shalat Isya, tarawih, sahur, ECFR menfatwakan dua hal. Pertama, melihat hari terakhir di mana tanda terbit dan tenggelamnya matahari, serta waktu Isya cukup jelas, untuk dijadikan pedoman waktu-waktu ibadah Ramadhan. Waktu yang demikian biasanya terjadi pada akhir April atau awal Mei.Kedua, untuk umat Islam di negara-negara di mana malamnya sangat pendek, diperbolehkan bagi mereka untuk mengakhirkan sahur dan shalat fajar (subuh) sebelum 1 jam 5 menit dari terbitnya matahari.

Karena itu di negara-negara Eropa yang siangnya sangat panjang, ECFR memberi fatwa tidak boleh menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar karena tandanya sudah jelas. Sedangkan shalat Magrib, Isya, dan tarawih boleh dijamak dalam satu waktu lantaran tanda waktunya tidak jelas.

Sedangkan bagi negara-negara yang tanda waktu Isya jelas namun sangat dekat dengan fajar (subuh), maka dimungkinkan untuk shalat Maghrib dan kemudian langsung shalat tarawih sebelum Isya dengan tenggat waktu 45 menit. Setelah tarawih lalu shalat Isya. Shalat tarawih dimungkinkan lebih dahulu dari Isya, lantaran tarawih dibolehkan dilaksanakan kapan saja di waktu malam.

sumber : web pondok pesantren sukorejo situbondo.


waktu spain 19:30
Polling
0 suara
45
Diubah oleh zainullahms 13-06-2016 06:14
0
4K
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan