- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Hidupkan Semangat Mengajarkan Nilai-nilai Baik pada Anak


TS
siraitparadoks
Hidupkan Semangat Mengajarkan Nilai-nilai Baik pada Anak
Quote:
Kita sangat prihatin membaca berbagai berita mengenai anak melakukan pelanggaran hukum, menganiaya, memerkosa, dan membunuh teman sebayanya sendiri. Itu sangat jauh dari bayangan kita mengenai kehidupan anak yang idealnya diisi dengan kebahagiaan, antusiasme belajar, dan keceriaan bermain. Banyak sekali pertanyaan muncul, salah satunya adalah apakah sisi afeksi dari hidup anak sungguh diisi? Helping Your Child Become a Responsible Citizen (Delattre dkk, 2013) menguraikan hal-hal amat sederhana, yang saking sederhananya, mungkin kita lupakan atau tidak kita anggap penting. Seperti juga anak harus diajar untuk dapat mengenakan baju sendiri, menulis, membaca, dan berhitung, anak perlu dituntun untuk mengembangkan tanggung jawab dan kepedulian. Delattre dan kawan-kawan memberikan contoh-contoh sederhana mengenai bagaimana orangtua mengajari anak tentang kasih sayang, kejujuran dan sikap adil, hingga kemampuan membuat penilaian dan bersikap bertanggung jawab.
Bila anak mempertanyakan orang yang berlaku buruk, kita mengajaknya untuk memikirkan berbagai kemungkinan penyebab agar anak tidak segera mengambil kesimpulan tunggal yang bersifat menghakimi. Misal, kalau temannya mendorongnya sampai hampir jatuh, apakah temannya itu sengaja? Atau ia sedang tergesa-gesa atau banyak pikiran sehingga tidak melihat ada anak lain? Orangtua perlu menjadi contoh figur yang jujur di depan anak. Orangtua sekaligus mengajarkan bahwa menjadi jujur itu tidak berarti berbicara seenaknya yang berdampak menyakitkan ("kamu tuh jelek ya", "kamu orang miskin"). Orangtua memberi contoh kepada anak untuk menggabungkan kejujuran dengan kesantunan atau sikap yang menghargai orang lain.
Anak sejak sedini mungkin perlu menghormati orang lain. Menghormati orang lain sesungguhnya merupakan bentuk penghormatan pada diri sendiri. Penghormatan tidak hanya ditunjukkan pada yang di atas kita, tetapi juga pada yang kurang beruntung, atau secara sosial dianggap di bawah kita. Kita mengajar anak meminta tolong, mengucapkan terima kasih, dan menyampaikan permintaan maaf bila telah merepotkan atau menyakiti orang lain. Bila anak diajar menghormati orang lain dari hal-hal yang kecil, ia akan lebih peka mengenai perlunya menghormati orang lain untuk urusan-urusan yang lebih besar. Jangankan memerkosa, mengambil barang orang atau berlaku curang pun, anak mungkin tidak terpikir untuk melakukannya. Memang menjadi masalah bahwa banyak sekali hal di luar kekuasaan kita yang di masa kini memengaruhi hidup kita. Orangtua harus meninggalkan rumah dalam waktu lama karena jam kerja yang panjang dan rumah yang sangat jauh dari tempat kerja. Teknologi merambah ke semua sisi hidup kita, menghadirkan informasi dan cerita yang tidak dapat disaring lagi, termasuk pornografi. Narkoba sudah demikian biasa hadir di kalangan semua usia.
Bagaimanapun, kita perlu bertanya: apakah pendidikan di rumah dan di sekolah telah memberikan yang terbaik bagi anak? Apakah orang dewasa konsisten mengajarkan anak untuk menghormati orang lain, atau sebenarnya memberikan contoh perilaku curang, munafik, tidak jujur, membeda-bedakan, manipulatif, jorok, hingga mengobyekkan perempuan dan malah menyalahkan korban? Orang dewasa perlu menjadi teladan yang nyata, dan dilihat anak menjadi figur yang nyaman dan dapat dipercaya untuk membicarakan persoalan mereka. Bila demikian halnya, pembelajaran buruk yang telanjur diperoleh anak dari sumber lain dapat diminimalkan dampak negatifnya. Misalnya, anak yang batinnya kacau karena terpapar pada seks terlalu dini dengan cara yang salah (karena pornografi atau eksploitasi seksual dari orang dewasa misalnya) dapat bercerita karena orangtua tidak cepat menghakimi atau menghukum. Anak dapat dibantu untuk memahami apa yang terjadi, mengurai kebingungan dan kekacauan batinnya, serta mengendalikan diri. Anak diajak untuk menghormati diri sendiri dan menghormati orang lain serta menginternalisasi nilai-nilai baik yang universal, yang menjadi prasyarat hidup yang lebih beradab dan bermartabat.
Bila anak mempertanyakan orang yang berlaku buruk, kita mengajaknya untuk memikirkan berbagai kemungkinan penyebab agar anak tidak segera mengambil kesimpulan tunggal yang bersifat menghakimi. Misal, kalau temannya mendorongnya sampai hampir jatuh, apakah temannya itu sengaja? Atau ia sedang tergesa-gesa atau banyak pikiran sehingga tidak melihat ada anak lain? Orangtua perlu menjadi contoh figur yang jujur di depan anak. Orangtua sekaligus mengajarkan bahwa menjadi jujur itu tidak berarti berbicara seenaknya yang berdampak menyakitkan ("kamu tuh jelek ya", "kamu orang miskin"). Orangtua memberi contoh kepada anak untuk menggabungkan kejujuran dengan kesantunan atau sikap yang menghargai orang lain.
Anak sejak sedini mungkin perlu menghormati orang lain. Menghormati orang lain sesungguhnya merupakan bentuk penghormatan pada diri sendiri. Penghormatan tidak hanya ditunjukkan pada yang di atas kita, tetapi juga pada yang kurang beruntung, atau secara sosial dianggap di bawah kita. Kita mengajar anak meminta tolong, mengucapkan terima kasih, dan menyampaikan permintaan maaf bila telah merepotkan atau menyakiti orang lain. Bila anak diajar menghormati orang lain dari hal-hal yang kecil, ia akan lebih peka mengenai perlunya menghormati orang lain untuk urusan-urusan yang lebih besar. Jangankan memerkosa, mengambil barang orang atau berlaku curang pun, anak mungkin tidak terpikir untuk melakukannya. Memang menjadi masalah bahwa banyak sekali hal di luar kekuasaan kita yang di masa kini memengaruhi hidup kita. Orangtua harus meninggalkan rumah dalam waktu lama karena jam kerja yang panjang dan rumah yang sangat jauh dari tempat kerja. Teknologi merambah ke semua sisi hidup kita, menghadirkan informasi dan cerita yang tidak dapat disaring lagi, termasuk pornografi. Narkoba sudah demikian biasa hadir di kalangan semua usia.
Bagaimanapun, kita perlu bertanya: apakah pendidikan di rumah dan di sekolah telah memberikan yang terbaik bagi anak? Apakah orang dewasa konsisten mengajarkan anak untuk menghormati orang lain, atau sebenarnya memberikan contoh perilaku curang, munafik, tidak jujur, membeda-bedakan, manipulatif, jorok, hingga mengobyekkan perempuan dan malah menyalahkan korban? Orang dewasa perlu menjadi teladan yang nyata, dan dilihat anak menjadi figur yang nyaman dan dapat dipercaya untuk membicarakan persoalan mereka. Bila demikian halnya, pembelajaran buruk yang telanjur diperoleh anak dari sumber lain dapat diminimalkan dampak negatifnya. Misalnya, anak yang batinnya kacau karena terpapar pada seks terlalu dini dengan cara yang salah (karena pornografi atau eksploitasi seksual dari orang dewasa misalnya) dapat bercerita karena orangtua tidak cepat menghakimi atau menghukum. Anak dapat dibantu untuk memahami apa yang terjadi, mengurai kebingungan dan kekacauan batinnya, serta mengendalikan diri. Anak diajak untuk menghormati diri sendiri dan menghormati orang lain serta menginternalisasi nilai-nilai baik yang universal, yang menjadi prasyarat hidup yang lebih beradab dan bermartabat.
Pendidikan Dirumah amat Penting, ORTU hrus menjadi Contoh Teladan Bgi anak2nya...
Semoga lebih baik lg anak2 Indonesia...

Sumber
0
703
Kutip
1
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan