- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Dugaan Malpraktek RS Pandan Tapteng


TS
sleepyodore
Dugaan Malpraktek RS Pandan Tapteng
Quote:
Original Posted By sleepyodore
yang ane mau tanya, keluarganya ada pegang hasil foto scan tidak?? karna kalau mau di operasi biasanya foto scan dulu trus hasilnya dikasiin ke keluarga sambil dijelasin diagnosa dan langkah selanjutnya apa. abis itu dikasih tau resikonya dan dimintai tandatangannya. sebelum tanda tangan disuruh baca baik2 dulu dan bertanya kalo ada yang kurang paham. itu pengalaman ane ya waktu anak ane sakit paru dan kakak ane sakit jantung dan harus operasi. ga tau deh kalo yang ini beda prosesnya.
yang ane mau tanya, keluarganya ada pegang hasil foto scan tidak?? karna kalau mau di operasi biasanya foto scan dulu trus hasilnya dikasiin ke keluarga sambil dijelasin diagnosa dan langkah selanjutnya apa. abis itu dikasih tau resikonya dan dimintai tandatangannya. sebelum tanda tangan disuruh baca baik2 dulu dan bertanya kalo ada yang kurang paham. itu pengalaman ane ya waktu anak ane sakit paru dan kakak ane sakit jantung dan harus operasi. ga tau deh kalo yang ini beda prosesnya.
Tadi ga sengaja liat ini muncul di beranda ane. Akun fb atas nama Esther Simanjuntak merasa bahwa dr. Dwika Sakti yang melakukan operasi usus buntu pada adiknya telah melakukan kelalaian.
Pada tanggal 7 Juni 2016, adik Esther Simanjuntak menjalani operasi usus buntu yang ditangani oleh dr. Dwika Sakti di RS Pandan, Tapteng. Tapi keesokan harinya adik Esther Simanjuntak kembali dibawa masuk ruang operasi. Keluarga Esther Simanjuntak tidak tau apa penyebabnya. Adik Esther Simanjuntak kemudian dirawat di ruang ICU sebelum akhirnya meninggal dunia.
Kemudian Esther Simanjuntak membuat postingan foto perut almarhumah adiknya yang menunjukkan bekas operasi tersebut pada tanggal 9 Juni 2016. Banyak netizen yang berkomentar bahwa seharusnya operasi usus buntu hanya membelah perut sedikit dan tidak sepanjang pada foto tersebut. Kemungkinan dokter yang menangani telah melakukan malpraktek.
Esther_Simanjuntak

Quote:
Original Posted By Jini Suraya Surgeon Genie
Lihat 2 lubang kecil di kanan kiri di atas pangkal paha pada foto pasien tsb ?
Itu namanya LAPAROSKOPI, teknik operasi modern untuk pengangkatan usus buntu yg meradang. Teknik ini hanya membuat 3 lubang kecil : kanan kiri di atas pangkal paha dan tepat di atas pusar.
Operasi dilakukan dengan 3 sonde : 1 sonde kamera dan 2 sonde untuk mengerjakan operasi (memotong, membilas). Semua dilakukan dengan bantuan monitor.
Setelah operasi hampir tak terlihat bekas samasekali dan penyembuhan luka jauh lebih cepat, komplikasi minimal.
TAPI bila saat dilakukan laparoskopi ini ditemukan hal2 lain yang memerlukan tindakan invasif lebih lanjut, semisal : usus buntu ternyata sudah pecah kemana2 dan isinya menginfeksi seluruh rongga perut, maka terpaksa tindakan harus diperluas dengan teknik operasi yg namanya LAPAROTOMI atau membuka seluruh rongga perut.
Di tempat2 dengan ketersediaan fasilitas laparoskopi, pengangkatan usus buntu (yang belum pecah dan belum komplikasi kemana2) dengan irisan di perut kanan bawah seperti ini sudah banyak ditinggalkan.
Kasus seperti ini seharusnya dibicarakan dan ditanyakan langsung kepada dokter yg menangani. Ditanyakan dengan jelas dan spesifik :
- apa diagnosanya ?
- apa komplikasi/ penyulitnya ?
- mengapa diperlukan eksplorasi/ pembedahan luas ?
Tanyakan baik2 kepada dokter yg merawat, karena dunia medsos bukan tempat yg tepat untuk mendapatkan penjelasan yg mumpuni.
Lihat 2 lubang kecil di kanan kiri di atas pangkal paha pada foto pasien tsb ?
Itu namanya LAPAROSKOPI, teknik operasi modern untuk pengangkatan usus buntu yg meradang. Teknik ini hanya membuat 3 lubang kecil : kanan kiri di atas pangkal paha dan tepat di atas pusar.
Operasi dilakukan dengan 3 sonde : 1 sonde kamera dan 2 sonde untuk mengerjakan operasi (memotong, membilas). Semua dilakukan dengan bantuan monitor.
Setelah operasi hampir tak terlihat bekas samasekali dan penyembuhan luka jauh lebih cepat, komplikasi minimal.
TAPI bila saat dilakukan laparoskopi ini ditemukan hal2 lain yang memerlukan tindakan invasif lebih lanjut, semisal : usus buntu ternyata sudah pecah kemana2 dan isinya menginfeksi seluruh rongga perut, maka terpaksa tindakan harus diperluas dengan teknik operasi yg namanya LAPAROTOMI atau membuka seluruh rongga perut.
Di tempat2 dengan ketersediaan fasilitas laparoskopi, pengangkatan usus buntu (yang belum pecah dan belum komplikasi kemana2) dengan irisan di perut kanan bawah seperti ini sudah banyak ditinggalkan.
Kasus seperti ini seharusnya dibicarakan dan ditanyakan langsung kepada dokter yg menangani. Ditanyakan dengan jelas dan spesifik :
- apa diagnosanya ?
- apa komplikasi/ penyulitnya ?
- mengapa diperlukan eksplorasi/ pembedahan luas ?
Tanyakan baik2 kepada dokter yg merawat, karena dunia medsos bukan tempat yg tepat untuk mendapatkan penjelasan yg mumpuni.
Spoiler for versi RS dibantah keluarga korban:
Ini_Kronologis_Penanganan_Pasien_Angeline_Versi_RSUD_Pandan
TAPTENG, SUARATAPANULI.COM – Kematian pasien usus buntu, Angeline Simanjuntak (14), warga Kecamatan Pinangsori, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut, yang ditangani RSUD Pandan menuai kontroversi. Namun pihak RSUD membantah tudingan adanya dugaan malapraktek dalam penanganan medisnya.
Berikut petikan wawancara SuaraTapanuli.Com dengan Direktur RSUD Pandan dr Sempakata Kaban melalui Sekretarisnya Jongga Hutapea, Kamis (9/6/2016) siang. Dipaparkan Jongga, awalnya pasien Angeline dibawa pihak keluarganya ke RSUD Pandan pada Senin (6/6/2016) pagi. Dia dibawa ke bagian anak karena usianya yang masih kategori anak. Lalu ditangani oleh dokter spesialis anak, dr Fadli. Keluhannya demam dan sakit di perut.
“Karena keluhan sakit di perut itu, dia (dr Fadli) kemudian mengkonsultasikannya ke dokter spesialis bedah. Kemudian spesialis bedah melakukan pemeriksaan laboratorium dan sebagainya. Maka pada hari Senin (6/6/2016) sore itu juga dilakukan operasi. Ternyata sakitnya bukan lagi sekedar usus buntu, tapi sudah lebih parah dari itu. Hingga dokter memutuskan untuk melakukan operasi ‘laparatomi’ (membuka abdomen/bagian perut). Operasi itu dilakukan dokter bedah bersama dokter spesialis anastesi, untuk membersihkan nanah yang sudah menyebar di seluruh area perut pasien,” terang Jongga.
Setelah operasi itu berhasil tanpa ada gejala-gejala mencurigakan, pasien dibawa ke ICU untuk perawatan intensif. “Setelah operasi itu tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan,” ujar Jongga.
Lalu, pada Selasa (7/6/2016), pasien mengalami gangguan pernafasan, gejalanya sesak. Maka dokter bedah kemudian membawa Angeline ke kamar bedah, untuk menjalani operasi kedua, dengan membuka jahitan operasi pertama. Tujuannya untuk membersihkan semacam cairan yang mengganggu saluran sistim pernafasannya.
“Ternyata hasilnya bagus (operasi kedua), kondisinya membaik pada saat itu. Maka setelah itu pasien dibawa kembali ke ICU,” jelas Jongga.
Hingga kemudian pada Rabu (8/6/2016) tengah malam, Angeline kritis dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.
Disamping itu, tambah Jongga, menurut keluarga pasien kepada dokter bedah pada saat sebelum operasi pertama dan kedua dilakukan, bahwa Angeline sudah 3 minggu mengalami demam dan sakit perut. Tapi dia hanya dirawat keluarga di kampungnya. Dan pengakuan orangtua pasien, bahwa anaknya itu sudah beberapa kali diurut, khususnya pada bagian perutnya.
“Jadi pradugaannya, sebenarnya kalau perut itu tdk boleh sembarangan diurut kalau sakit, jadi ini infeksi yang sudah meluas dan kena semua, itulah penyebabnya. Dan itulah nasibnya pasien tersebut akhirnya meninggal dunia seperti itu,” ucapnya.
Jongga menyebutkan bahwa dari hasil investigasi internal terhadap tim dokter yang menangani pasien, mereka sudah menjalankan penanganan medis sesuai SOP (standar operasional prosedur). “Operasi dilakukan sudah sesuai SOP, ada dokter bedah, dokter anastesi dan spesialis anak,” ucap Jongga.
Lalu, pada saat itu kenapa pasien tidak dirujuk?
“Jika dirujuk ke rumah sakit lain, analisisnya itu mungkin akan semakin mempercepat (kematian korban). Dan dokter kita sebenarnya sudah biasa melakukan seperti itu (operasi laparotomi). Cuma itulah nasib anak ini, kami pun turut menyanyangkannya,” kata Jongga.
Sementara hingga Kamis (9/6/2016), pihak RSUD Pandan belum ada menerima pernyataan keberatan atau pun pengaduan dari pihak keluarga almarhum pasien Angeline. Justru pihak lain di luar keluarga yang ramai menanyakan perihal kejadian tersebut.
“Kalau gugatan dari pihak keluarga sampai saat ini tidak ada. Tapi dari pihak lain yang justru datang menanyakan. Jd tadi kami bersama Pak Direktur sudah ada pertemuan dengan beberapa rekan media dan LSM pemerhati rumah sakit terkait hal ini, dan sudah kami jelaskan,” pungkas Jongga seraya juga menyangkan postingan nitizen di facebook terkait kematian almarhum.

Spoiler for polisi akhirnya turun tangan:
Jasad_Angeline_Akan_Diotopsi_Di_RS_Brimob_Medan
TAPTENG, SUARATAPANULI.COM – Jasad Angeline Simanjuntak (14), korban dugaan malapraktik operasi usus buntu oleh tim dokter RSUD Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, akan diotopsi di RS Brimob Medan. Malam ini, setelah pihak keluarga selesai memberi keterangan di Mapolres setempat, mereka akan membawa jasad korban ke Medan.
“Karena pengaduan keluarga sudah diproses, maka rencana penguburan anak kami ini ditunda. Rencananya malam ini kami akan berangkat ke Medan membawa jasad anak kami Angeline ke Medan untuk diotopsi,” ujar Pangeran Simanjuntak, kerabat keluarga Angeline, Kamis (9/6) sore, di Mapolres Tapanuli Tengah di Jln Dr FL Tobing Kota Sibolga.
Pihak keluarga, sambung Pangeran, merasa keberatan dan ada kejanggalan dalam pengoperasian Angeline. Dimana melihat panjang dan banyaknya sayatan untuk operasi usus buntu itu. “Kami merasa keberatan dan ada kejanggalan. Saya sendiri sudah pernah operasi usus buntu tapi tidak seperti itu. Angeline itu mulai dari bawah pusar sampai ke batas tulang rusuk dadanya, seperti tidak wajar,” kata Pangeran.
Pihak keluarga berharap, penyidik kepolisian dapat mengungkap apa sebenarnya yang terjadi dengan proses operasi Angeline hingga melayangkan nyawanya. “Kami berterima kasih kepada pihak Polres Tapteng yang sudah memproses pengaduan kami dengan baik. Kami harap akan terungkap kebenaran, dan kami pun bisa merasa puas,” pungkasnya.
Spoiler for detail versi RS:
Inilah_Penjelasan_Detail_Direktur_RSUD_Pandan_Terkait_Kasus_Angeline
TAPTENG, SUARATAPANULI.COM – Direktur RSUD Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut, dr Sempakata Kaban, menyampaikan surat penjelasan informasi terkait pelayanan medis terhadap pasien Angeline Simanjuntak (14), yang akhirnya meninggal dunia usai menjalani operasi infeksi usus buntu akut pada Rabu (8/6) malam. Berikut ini petikan press release yang dikirimkan ke email redaksi SuaraTapanuli.Com, tertanggal Kamis 9 Juni 2016.
Kami terangkan sebagai berikut;
1. Hari Jumat, 3 Juni 2016 pukul 10.30 WIB, Angeline Simanjuntak (pasien) bersama orangtuanya datang ke RSUD Pandan untuk mendapatkan pelayanan di Poliklinik Anak. Setelah dr Fadly Syaputra SpA menangani pasien dengan diagnosa akut abdomen ec peritonitis + appendicitis dan mendapat perawatan di Ruang Mawar (ruang anak).
2. Selanjutnya dr Fadly Syahputra SpA melakukan konsul dengan dr Nesril (Resident Senior Bedah) dari FK USU Medan pada hari Sabtu 4 Juni 2016, maka dokter bedah melakukan anamnese dan pemeriksaan pendukung, antara lain pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri seluruh lapangan perut, hasil leukosit tgl 3-6-2016 16.200 mm3, dari hasil radiologis dijumpai adanya pneumoperitoneum. Hari Senin 6 Juni 2016 pasien dijadwalkan untuk operasi explorasy laparatomy dengan diagnosa peritonitis ec hallow organ perforation.
3. Pada hari Senin 6 Juni 2016 pukul 14.00 WIB, dokter bedah melakukan tindakan operasi terhadap pasien karena kondisi emergency, setelah mendapat penjelasan operasi dan persetujuan SIO (Surat Ijin Operasi) dari orangtua pasien yaitu Ibu M Tumanggor. Dokter bedah pada waktu penandatanganan SIO juga telah menyampaikan penjelasan atas resiko operasi yang akan diterima pasien. Temuan saat berjalannya operasi tampak pus (nanah) ± 200 cc dan dilakukan pencucian rongga abdomen serta adhesiolysis (pembebasan perlengketan). Kemudian setelah dilakukan pencucian rongga abdomen, tampak appendik perforasi, selanjutnya dokter bedah melakukan pemasangan drain dan penjahitan luka operasi lapis demi lapis. Dari hasil operasi tersebut, usus buntu tersebut ditunjukkan kepada keluarga pasien.
4. Proses tindakan operasi terhadap pasien yang dilakukan dokter bedah bersama dokter anastesi (dr Matdhika) Resident Senior FK USU Medan itu berlangsung sekitar 3 jam. Operasi itu sudah sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) di RSUD Pandan dan berjalan cukup baik, lancar, dan setelah selesai operasi kondisi pasien sadar penuh, selanjutnya dirawat di Ruang Mawar.
5. Pada hari Selasa 7 Juni 2016 pasien mengelukan nyeri perut, kembung, dan sesak nafas. Pasien direncanakan puasa dan pemasangan CVC. Saat hendak dilakukan pemasangan CVC di kamar operasi, dilakukan pemasangan monitor, tekanan darah 90/70, saturasi 75 %, RR: 22 x/i, nyeri perut, produksi selang drain tidak viabel dan perut membesar. Diputuskan dilakukan relaparotomy atas indikasi tersebut dan pemasangan CVC pada pukul 14.00 WIB relaparotomy selesai dilakukan sehingga post operasi saturasi naik menjadi 90 % dan pasien sadar penuh, selanjutnya dirawat di Ruang ICU untuk penatalaksanaan secara intensive. Post operasi dilakukan pemeriksaan darah lengkap dengan hasil Hb 7,3 g %, leukosit 18.000/mm3, dilakukan tranfusi 2 bag PRC. Post transfusi Hb 12,8 leukosit 55.900 mm3.
6. Pelayanan terhadap pasien setelah selesai relaparotomy dibawah pengawasan dokter anastesi (dr Matdhika) Resident Senior FK USU Medan. Pukul 17.00 WIB pasien mengalami penurunan kesadaran dan henti jantung, lalu dilakukan RJPO dan obat-obatan emergency pasien ROSC dan dilakukan pemasangan ETT dan dimasukkan ke mesin ventilator. Pasien diberikan obat-obatan N.epinefrine dan dobutamin karena tekanan darah turun. Pasien mengalami henti jantung kembali sampai 4 kali dengan dosis N.epinefrine dan dobutamin maksimal. Pada pukul 24.00 WIB pasien meninggal dunia, selanjutnya diserahkan kepada keluarga dan diantar dengan mobil ambulance RSUD Pandan.
Demikian penjelasan informasi pelayanan operasi kepada pasien dan kami seluruh pegawai RSUD Pandan memohon maaf dan turut bedukacita yang sebesar-besarnya kepada keluarga pasien, dan semoga seluruh keluarga dapat menerima kenyataan atas meninggalnya pasien.
– Tertandatangan dan stempel dr Sempakata Kaban MKes.
Quote:
Original Posted By Dwi Sutrisno Puja Kesuma
Memang benar tindakan operasi usus buntu ( appendiktomy ) hanya butuh insisi (sayatan) kecil di kanan bawah perut.. Tp perlu diketahui, jika usus buntunya sudah pecah , ini disebut appendiks perforasi ( infeksi sudah menyebar kesemuanya usus ). Maka diperlukan tindakan laparatomy perforasi, untuk membersihkan semua usus yg terinfeksi. Maka tak heran, insisi ( sayatan ) agak lebih besar.
Sebelum operasi , pihak keluarga sudah menanda tangani informent consent dari dokter spesialis yg bersangkutan kan??? Bahwa tindakan operasi itu beresiko dari mulai pendarahan hingga kematian. Berapa persen keberhasilan operasi, dan lain2...
Nah, yang jadi pertanyaannya.. Dokter yg bersangkutan menjelaskan tidak itu semua kepada keluarga pasien???? Itu yg harus diselidiki bro..
Saya juga orang medis. Saya tidak mendukung pihak manapun. Semoga keluarga yg ditinggalkan diberi kesabaran dan kekuatan. Aminn
Kalau tidak ada penjelasan Dr spesialis , ttg resiko resiko operasi, Keluarga berhak lapor kepolisi untuk diselidiki lebih lanjut.. Tapi apabila semua informent consent sudah ditanda tangani keluarga pasien ttg resiko resiko operasi, maka orang2 yang menyebarkan berita ini dlm bentuk pencemaran nama baik harus siap2 untuk dilapor balik..
Memang benar tindakan operasi usus buntu ( appendiktomy ) hanya butuh insisi (sayatan) kecil di kanan bawah perut.. Tp perlu diketahui, jika usus buntunya sudah pecah , ini disebut appendiks perforasi ( infeksi sudah menyebar kesemuanya usus ). Maka diperlukan tindakan laparatomy perforasi, untuk membersihkan semua usus yg terinfeksi. Maka tak heran, insisi ( sayatan ) agak lebih besar.
Sebelum operasi , pihak keluarga sudah menanda tangani informent consent dari dokter spesialis yg bersangkutan kan??? Bahwa tindakan operasi itu beresiko dari mulai pendarahan hingga kematian. Berapa persen keberhasilan operasi, dan lain2...
Nah, yang jadi pertanyaannya.. Dokter yg bersangkutan menjelaskan tidak itu semua kepada keluarga pasien???? Itu yg harus diselidiki bro..
Saya juga orang medis. Saya tidak mendukung pihak manapun. Semoga keluarga yg ditinggalkan diberi kesabaran dan kekuatan. Aminn
Kalau tidak ada penjelasan Dr spesialis , ttg resiko resiko operasi, Keluarga berhak lapor kepolisi untuk diselidiki lebih lanjut.. Tapi apabila semua informent consent sudah ditanda tangani keluarga pasien ttg resiko resiko operasi, maka orang2 yang menyebarkan berita ini dlm bentuk pencemaran nama baik harus siap2 untuk dilapor balik..
Diubah oleh sleepyodore 10-06-2016 13:38
0
5.4K
Kutip
39
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan