- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Serikat Pekerja Tolak SKK Migas di Bawah Menteri dan Pertamina
TS
ardisutrisno
Serikat Pekerja Tolak SKK Migas di Bawah Menteri dan Pertamina
KATADATA - Serikat Pekerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menolak institusinya di bawah kementerian atau Pertamina. Ini terkait dengan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Migas (RUU Migas) yang sedang digodok Dewan Perwakilan Rakyat.

Ketua Serikat Pekerja SKK Migas Dedi Suryadi mengatakan badan atau lembaga pengelola energi yang saat ini berada di SKK Migas harus berada di bawah Presiden. Hal ini berkaca dari kasus pengembangan Blok Masela. Pengembangan blok tersebut diputuskan Presiden Joko Widodo langsung demi kepentingan bangsa yang lebih besar.
Dengan contoh tersebut, ke depan tidak bisa lagi posisi Badan atau Lembaga Pengelola Energi di bawah menteri atau di bawah perusahaan terbatas (Persero). “Kami mengusulkan dibentuk sebuah lembaga permanen untuk mengelola energi yang posisinya langsung di bawah Presiden Republik Indonesia,” kata Dedi berdasarkan keterangan resminya akhir pekan lalu.
Serikat Pekerja juga mendesak pemerintah dan DPR untuk mempercepat pembahasan revisi UU Migas agar disahkan menjadi undang-undang. Sebab, saat ini muncul ketidakpastian dan keraguan di kalangan pekerja SKK Migas maupun investor di sektor hulu migas karena status lembaga SKK Migas masih bersifat sementara.
Jika SKK Migas menjadi lembaga permanen, BUMN Khusus atau salah satu BUMN di bawah Badan Pengelola Energi, maka dapat dipastikan pekerja akan menjadi lebih bersemangat berbakti untuk negara. “Kami pastikan jika lembaga ini menjadi permanen maka produksi minyak dan gas bumi nasional dapat kami tingkatkan menjadi lebih baik lagi,” ujar Dedi.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi membubarkan BP Migas melalui amar putusan Nomor 36/PUU-X/2012 dan menitipkan pengelolan kegiatan usaha hulu migas kepada menteri. Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 membentuk lembaga sementara bernama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Revisi UU Migas masuk dalam Program Legislasi Nasional 2016. Sejak BP Migas dibubarkan tahun 2012 dan dibentuk lembaga sementara bernama SKK Migas, belum terlihat titik terang upaya pemerintah dan DPR dalam menyelesaikan revisi aturan tersebut untuk membentuk lembaga pengelola energi yang permanen.
Sementara Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah merampungkan proses pengumpulan poin-poin usulan revisi Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi. Salah satu poin pentingnya adalah kelembagaan SKK Migas.
Berdasarkan salinan daftar poin usulan DPR yang diperoleh Katadata, banyak fraksi yang memberikan masukan mengenai kelembagaan pengelola dan pengawasan usaha hulu migas. Fraksi Nasdem mengusulkan penggabungan SKK Migas dengan PT Pertamina.
Sumber: Serikat Kerja SKK Migas Tolak Usulan Ini
Ketua Serikat Pekerja SKK Migas Dedi Suryadi mengatakan badan atau lembaga pengelola energi yang saat ini berada di SKK Migas harus berada di bawah Presiden. Hal ini berkaca dari kasus pengembangan Blok Masela. Pengembangan blok tersebut diputuskan Presiden Joko Widodo langsung demi kepentingan bangsa yang lebih besar.
Dengan contoh tersebut, ke depan tidak bisa lagi posisi Badan atau Lembaga Pengelola Energi di bawah menteri atau di bawah perusahaan terbatas (Persero). “Kami mengusulkan dibentuk sebuah lembaga permanen untuk mengelola energi yang posisinya langsung di bawah Presiden Republik Indonesia,” kata Dedi berdasarkan keterangan resminya akhir pekan lalu.
Serikat Pekerja juga mendesak pemerintah dan DPR untuk mempercepat pembahasan revisi UU Migas agar disahkan menjadi undang-undang. Sebab, saat ini muncul ketidakpastian dan keraguan di kalangan pekerja SKK Migas maupun investor di sektor hulu migas karena status lembaga SKK Migas masih bersifat sementara.
Jika SKK Migas menjadi lembaga permanen, BUMN Khusus atau salah satu BUMN di bawah Badan Pengelola Energi, maka dapat dipastikan pekerja akan menjadi lebih bersemangat berbakti untuk negara. “Kami pastikan jika lembaga ini menjadi permanen maka produksi minyak dan gas bumi nasional dapat kami tingkatkan menjadi lebih baik lagi,” ujar Dedi.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi membubarkan BP Migas melalui amar putusan Nomor 36/PUU-X/2012 dan menitipkan pengelolan kegiatan usaha hulu migas kepada menteri. Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 membentuk lembaga sementara bernama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Revisi UU Migas masuk dalam Program Legislasi Nasional 2016. Sejak BP Migas dibubarkan tahun 2012 dan dibentuk lembaga sementara bernama SKK Migas, belum terlihat titik terang upaya pemerintah dan DPR dalam menyelesaikan revisi aturan tersebut untuk membentuk lembaga pengelola energi yang permanen.
Sementara Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah merampungkan proses pengumpulan poin-poin usulan revisi Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi. Salah satu poin pentingnya adalah kelembagaan SKK Migas.
Berdasarkan salinan daftar poin usulan DPR yang diperoleh Katadata, banyak fraksi yang memberikan masukan mengenai kelembagaan pengelola dan pengawasan usaha hulu migas. Fraksi Nasdem mengusulkan penggabungan SKK Migas dengan PT Pertamina.
Sumber: Serikat Kerja SKK Migas Tolak Usulan Ini
0
1.9K
9
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan